Selasa, 24 September 2013

Transportasi Publik

Transportasi Publik
Muhidin M Said  ;   Wakil Ketua Komisi V DPR
SUARA KARYA, 23 September 2013


Perkembangan jumlah kendaraan bermotor yang cukup pesat dewasa ini sangat berdampak terhadap masalah transportasi publik. Hal ini terutama dirasakan di kota-kota besar, seiring dengan terjadinya kemacetan yang berdampak pemborosan atau inefisiensi. Karena itu, ke depan perlu solusi komprehensif untuk mengatasi masalah itu. Pemerintah harus lebih serius membenahi angkutan publik, seperti membangun subway, monorel, dan berbagai sarana alternatif modern lain di kota-kota besar.

Masalah transportasi publik paling kentara terjadi di Ibu Kota Jakarta. Karena itu, DPR mendorong pengembangan berbagai infrastruktur, seperti Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Bandara yang terletak di Cengkareng, Tangerang, Banten, itu secara spesifik memerlukan peningkatan kapasitas sarana terminal dan jalur angkutan kereta yang bersifat pro rakyat.

Kondisi Bandara Soekarno-Hatta sudah tidak memadai, terutama sejak disahkannya UU No 1/2009 tentang Penerbangan. Data tahun 2009 mengungkapkan, arus penumpang di bandara itu menembus angka 30 juta orang per tahun, sementara kapasitas Terminal I dan Terminal II hanya 18 juta. Belum lagi lalu lintas pergerakan pesawat dan kargo, juga sangat tinggi.

Namun, masalah kronis transportasi dan angkutan massal di Jakata adalah kemacetan di jalan raya yang makin parah dari tahun ke tahun. Siapa pun warga Jakarta merasakan kemacetan membuat jarak tempuh perjalanan makin panjang untuk jarak yang sama dibanding beberapa tahun lalu.

Sejauh ini memang banyak solusi yang ditawarkan, tetapi belum ada yang mampu mengatasi masalah kemacetan lalu lintas di jalan raya. Sekarang Pemprov DKI Jakarta tengah membenahi angkutan massal. Namun, solusinya harus didukung perilaku dan budaya masyarakat.

Bagaimanapun, masalah kemacetan Jakarta sangat berdampak terhadap akses menuju "gerbang negara", Bandara Soekarno-Hatta. Jalan Tol Sedyatmo yang berkapasitas 150 ribu kendaraan harus menanggung 120 ribu mobil per hari, sehingga tidak bisa lagi diharapkan menjadi akses cepat dan lancar menuju bandara.

Di sisi lain, pertumbuhan Bandara Soekarho-Hatta saat ini sebesar 10 persen saja dengan jumlah penumpang 43 juta orang pada tahun 2010. Lima tahun ke depan, angka itu niscaya melonjak drastis menjadi 65 juta orang. Karena itu, angkutan massal alternatif kereta bandara sangat diperlukan.

Bagaimanapun, masalah transportasi publik di kota besar berdampak serius pada perekonomian maupun pariwisata dan sektor lain. Karena itu, pembenahannya pun harus melibatkan berbagai pihak atau dilakukan secara terpadu agar bisa memberikan kenyamanan bagi warga dan siapa saja yang menginjakkan kakinya di gerbang Ibu Pertiwi. Sangat rasional apabila penumpang pesawat yang ingin menuju bandara membutuhkan akses alternatif, termasuk kereta api sebagai pilihannya.


Begitu juga dengan pergerakan warga atau mobilitas penduduk, sangat rasional apabila didukung transportasi publik yang nyaman sehingga semua aspek kegiatan akan saling mendukung untuk kemajuan bangsa. Karena itu, masalah transportasi publik sebagai salah satu sektor yang paling berdampak bagi kemajuan ekonomi bangsa perlu mendapatkan perhatian serius. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar