Jumat, 18 Januari 2013

Peta Garam Nasional


Peta Garam Nasional
Eriawan Rismana ;  Peneliti Madya di PTFM-BPPT Jakarta
REPUBLIKA, 17 Januari 2013


Mungkinkah Indonesia berswasembada dan surplus garam? Pertanyaan yang sangat wajar--karena kita sebagai negara ma ritim dengan luas panjang pesisir pantai terpanjang di dunia, tetapi masih selalu impor garam setiap tahunnya. Tak tanggung-tanggung nilai impor garam kita (khususnya didominasi oleh garam industri) pada 2011 telah mencapai nilai 100 juta dolar AS (sekitar Rp 900 miliar). 

Pada 2012, data BPS menunjukkan selama periode Januari,--Oktober, kita masih mengimpor garam sebanyak 1,97 juta ton dengan menghabiskan devisa negara senilai 96 juta dolar AS (sekitar Rp 870 miliar). Insya Allah pertanyaan tersebut sudah terjawab, setidaknya untuk garam konsumsi, yaitu dengan pernyataan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, bahwa produksi garam konsumsi nasional 2012 mencapai 2,8 ton atau surplus sekitar 1,4 juta ton.

Berdasarkan jenisnya, garam dibagi dalam dua kelompok besar, yakni garam konsumsi dan garam industri. Sedangkan bila didasarkan pada kandungan NaCl, garam dibagi dalam empat kelompok, yakni menjadi garam pengawetan ikan, garam konsumsi, garam industri, serta garam farmasi (untuk keperluan infus, shampo, dan cairan dialisat).

Saat ini berdasarkan perhitungan suplai-kebutuhan total kebutuhan garam Indonesia adalah 3-3,2 juta, yakni dengan perincian untuk garam konsumsi, pengawetan ikan, dan sebagainya sekitar 1,2-1,4 juta ton dan garam industri 1,8 juta ton. Pada 2004-2012, volume impor garam setiap tahunnya meningkat.

Suplai garam konsumsi dalam negeri--dalam kondisi cuaca normal, kemarau sekitar 4,5-5 bulan/tahun--sebenarnya sudah bisa terpenuhi oleh produksi dalam negeri, dari pe tani garam dan PT Garam, yakni 1,2 juta ton. Bahkan, menurut data KKP, dengan adanya program Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (Pugar) pada 2011 dan 2012 dengan dukungan dana per tahun sekitar Rp 100 miliar, pada 2012 produksi garam konsumsi nasional sudah mencapai sekitar 2,8 juta ton.

Bila melihat kebutuhan garam konsumsi, pada 2011 sebesar 1,4 juta ton, minimal hingga akhir 2012 kita sudah surplus 1,4 juta ton garam konsumsi.

Lalu, apakah dengan sisa 1,4 Juta ton kita sudah dianggap berswasembada garam konsumsi dan tidak perlu impor garam tersebut pada 2013?

Asumsi kita sudah berswasembada dan surplus garam konsumsi pada 2012, dapat dibenarkan bila data yang disampaikan KKP sudah divalidasi dan diterima semua pihak berkompeten. Sedangkan tidak perlunya impor garam konsumsi pada 2013, mungkin bisa diterima bila asumsi bahwa kebutuhan Semester II 2012 dan Semester I 2013 hanya memerlukan 1,4 juta ton. Sehingga kita akan mempunyai stok garam pada 2013 sebanyak 1,5,--1,6 juta ton. 

Artinya, sebenarnya untuk garam komsumsi tanpa program Pugar sudah dapat berswasembada. Sebenarnya, swa-sembada garam konsumsi dalam kondisi cuaca normal sudah kita capai dari beberapa tahun yang lalu. Sedangkan kebutuhan garam industri hampir keseluruhannya harus diimpor, terutama dari Cina, Jerman, dan Australia mengingat belum ada produsen di dalam negeri. Artinya, untuk swasembada garam industri diperlukan usaha yang keras dari semua pihak. 

Permasalahannya adalah pertama, bagaimana kita akan mempertahankan swasembada dan surplus garam konsumsi tersebut pada tahun-tahun mendatang, terutama bila cuaca tidak mendukung? Dan kedua, bagaimana kita dapat berswasembada garam industri yang dicanangkan dapat dicapai mulai 2014? Apa yang harus dilakukan?

Beberapa langkah yang harus atau dapat dilakukan pemerintah dan pihak terkait untuk menjawab dua pertanyaan besar di atas serta menuju swasembada garam (konsumsi dan industri) adalah pertama dalam kondisi cuaca mendukung, swasembada garam konsumsi berpeluang dipertahankan dengan meningkatkan produktivitas lahan, serta kualitas garam dari lahan yang tersedia. Untuk peningkatan kapasitas produksi dan kualitas garam nasional, Indonesia mempunyai potensi lahan yang bisa dikembangkan untuk perluasan ladang pegaraman, di sentra pegaraman nasional. 

Kedua, swasembada garam industri harus dilakukan dengan memperluas la han penggaraman dan peningkatan kualitas garam yang disertai dengan pengembangan dan penguasaan teknologi produksi garam industri secara on farm yang baik. Swasembada garam industri juga dapat dilakukan dengan cara produksi garam industri secara off farm. Produksi garam industri secara off farm dapat dilakukan melalui pengembangan atau alih teknologi produksi garam industri disertai penyediaan bahan baku garam yang murah dan kontinu. 

Yang terakhir, kebijakan dan penguasaan iptek untuk produksi garam nasional hendaknya disertai dengan kebijakan tata niaga garam serta pengawasannya. Selain itu, diperlukan peninjauan kembali kebijakan pemberlakuan pajak impor untuk menekan laju impor garam industri yang lebih murah harganya.

Produksi garam di Indonesia sangat bergantung pada cuaca. Oleh karena itu, swasembada dan surplus garam harus dilakukan utamanya dengan menggenjot luas lahan serta teknologi. Sehingga kelebihan produksi garam itulah yang dapat dijadikan stok garam nasional. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar