Sabtu, 02 Juni 2012

Arab Spring dan Perubahan Rezim


Arab Spring dan Perubahan Rezim
Smith Alhadar ; Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
SUMBER :  REPUBLIKA, 2 Juni 2012


Dalam suatu wawancara di televisi swasta, pewawancara menanyai kepada seorang pengamat mengapa Arab Spring atau Revolusi Arab tidak terjadi di negara-negara Arab Teluk Persia. Negara-negara Arab Teluk, yang umumnya berbentuk kerajaan, tergabung dalam Dewan Kerja Sama Teluk (GCC) dan Irak. Bagi saya, pertanyaan itu sendiri sudah salah kaprah, karena faktanya Arab Spring juga melanda kawasan ini, seperti Oman, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, Bahrain, Kuwait, dan Irak.

Hanya Kerajaan Qatar yang luput dari badai revolusi ini. Umumnya para demonstran di negara-negara Teluk, sebagaimana di negara Arab lain, terinspirasi oleh revolusi di Tunisia, Mesir, dan Libya yang berhasil menjatuhkan para diktator, menuntut perbaikan kehidupan mereka, menghormati HAM, mengakhiri korupsi, reformasi politik, dan regime change.

Di Oman, misalnya, pada 17 Januari 2011, sekitar 200 demonstran berpawai di jalanan menuntut kenaikan gaji dan biaya hidup. Protes itu cukup mengaget kan karena umumnya orang melihat Oman sebagai negara yang secara politik stabil dan mengantuk. Protes lanjutan terjadi pada 18 Februari, dengan 350 pengunjuk rasa menuntut mengakhiri korupsi dan distribusi yang lebih baik dari pendapatan minyak.

Pemimpin Oman, Sultan Qabus, merespons dengan mengampanyekan reformasinya dengan melikuidasi Kementerian Ekonomi Nasional, mendirikan komite audit negara, pemberian tunjang an pengangguran dan mahasiswa, menolak sejumlah menteri, dan reshuffle kabinetnya tiga kali. Selain itu, hampir 50 ri bu pekerjaan diciptakan di sektor publik, termasuk 10 ribu pekerjaan baru di Kepolisian Kerajaan Oman. Upaya pemerintah ini membuat pengunjuk rasa tenang, dan sejak Mei 2011 tidak ada demo yang signifikan lagi.

Di Arab Saudi protes dimulai dengan pengorbanan diri pria 65 tahun di Samtah, Jizan, pada 21 Januari dan protes da ri beberapa ratus orang pada akhir Ja nuari di Jeddah dan beberapa kali sepanjang Februari dan awal Maret di kota-kota Qatif, al-Awamiyah, Riyadh, dan Hofuf. Protes Kecil hak-hak buruh terjadi pada April 2011 di depan gedung kementerian pemerintah di Riyadh, Thaif, dan Tabuk.

Para pengunjuk rasa menyerukan pembebasan tahanan, Pasukan Perisai Semenanjung ditarik dari Bahrain, untuk perwakilan yang sama di kantor utama dan reformasi dalam posisi politik, karena mereka merasa terpinggirkan. Empat pemrotes dibunuh oleh Pemerintah Saudi dalam protes akhir November. Tapi, protes berlanjut sampai awal 2012. Para pemrotes membawa slogan-slogan yang mengecam keluarga al-Saud.

Di Uni Emirat Arab, sekelompok in telektual mengajukan petisi kepada penguasa mereka untuk reformasi yang komprehensif dari Dewan Nasional Federal, termasuk tuntutan untuk hak pilih universal. Sekitar 160 orang menandatangani petisi itu. Pada 12 April, Ahmed Mansoor, seorang blogger terkemuka dan aktivis prodemokrasi, dituduh memiliki alkohol.

Di Kuwait, protes oleh Badui dimulai pada Januari dan Februari 2011, bersamaan dengan banyak protes di kawasan itu. Pada Juni, protes tumbuh dalam ukuran dari puluhan hingga ratusan. Ribuan orang melakukan protes pada September dan Oktober, para pekerja mi nyak mogok. Protes berlanjut sampai Oktober, dengan demonstrasi terbesar sejak awal kerusuhan pada awal tahun.

Sebagai tanggapan, Perdana Menteri Nasser Mohammed al-Ahmed al-Sabah mengatakan, protes itu “terlalu jauh” dan mengancam tindakan keras pihak keamanan. Akhir 16 November, demons tran menduduki Majelis Nasional Kuwait selama beberapa menit dan berunjuk rasa di dekat Alun-Alun al-Erada. Emir Sabah al-Ahmad al-Jaber al-Sabah menyebut pendudukan singkat itu “langkah yang belum pernah terjadi sebelumnya di jalan menuju anarki dan pelanggaran hukum”.

Pada 2011 protes di Bahrain pada awal nya ditujukan guna mencapai kebebasan politik yang lebih besar dan menghormati hak asasi manusia, dan tidak dimaksudkan untuk mengancam monarki mereka juga tidak sebesar di negara-negara lain. Frustrasi yang panjang di ka langan mayoritas penduduk bermazhab Syiah yang diperintah oleh pemerintah Suni adalah akar penyebab utama. Tapi, protes di Tunisia dan Mesir merupakan inspirasi bagi demonstrasi mereka.

Protes dimulai di Bahrain pada 14 Februari dan sebagian besar adalah protes damai, sampai penggerebekan oleh polisi pada malam 17 Februari me lawan demonstran yang tidur di Manama, di mana polisi membunuh tiga de monstran.

Sedangkan di Irak, dalam upaya untuk mencegah kerusuhan, Perdana Menteri Irak Nouri al-Maliki mengumumkan bahwa ia tidak akan mencalonkan diri untuk masa jabatan ketiga pada 2014. Namun demikian, ratusan pengunjuk rasa berkumpul di beberapa kota besar (terutama Baghdad dan Karbala) pada 12 Februari, menuntut pendekatan yang lebih efektif untuk keamanan nasional, untuk penyelidikan kasus korupsi federal, serta peningkatan keterlibatan pemerintah dalam membuat pelayanan publik yang adil dan dapat diakses.

Arab Spring belum berakhir, bahkan masih bergejolak dan bila tidak ada konspirasi internasional yang menggagalkan revolusi Arab ini di mana negara-negara yang telah berhasil meruntuhkan rezim lama seperti Tunisia, Mesir, Libya, dan Yaman berhasil mewujudkan negara yang demokratis, maka hal itu akan menjadi hal yang positif bagi seluruh negara Islam. Negara-negara Arab yang belum terkena pemberontakan yang signifikan—terutama monarki di Teluk Persia—untuk meruntuhkan monarki yang berkuasa, lambat atau cepat, akan terkena juga.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar