Sabtu, 02 Juni 2012

Arab Spring dan Al-Qaeda


Arab Spring dan Al-Qaeda
Smith Alhadar ; Penasihat pada The Indonesian Society for Middle East Studies
SUMBER :  MEDIA INDONESIA, 2 Juni 2012


TEWASNYA gembong teroris internasional, Osama bin Laden, pa da 2 Mei tahun lalu tidak menyurutkan aksi terorisme global. Bahkan aksi teror semakin marak seiring dengan Revolusi Musim Semi Arab atau Arab Spring, yang dimulai pada 8 Desember 2010 di Tunisia. Pada 10 Mei silam, dua bom dahsyat meledak di Damaskus, ibu kota Suriah, hingga menewaskan 55 orang. Daerah itu merupakan pusat komando rezim Presiden Bashar al-Assad dalam menghadapi aktivis antipemerintah dan Tentara Pembebasan Suriah (FSA).

Kedua kubu saling menuding. Pihak oposisi mengatakan mereka tak tahu-menahu soal bom itu. Menurut mereka, bom dirancang pasukan pemerintah untuk merusak citra oposisi. Adapun rezim Assad menyatakan insiden ledakan bom itu bukti bahwa pemerintah tengah berkonfrontasi dengan kelompok militan yang didukung kekuatan asing. Menurut pemerintah, konflik senjata yang telah menewaskan 2.600 tentara bukanlah murni kerusuhan yang dilakukan rakyat Suriah.

Sementara kedua kubu mestinya telah melaksanakan gencatan senjata sejak 12 April sesuai kesepakatan, sebuah kelompok militan yang tidak dikenal, Front al-Nusra, mengklaim bertanggung jawab atas ledakan bom kembar itu. Pengakuan itu disebarluaskan lewat video yang diunggah dalam jaringan pada 12 Mei 2012. Narasi video menjelaskan ledakan bom-bom itu sebagai balasan atas serangan tentara pemerin tah kepada pemberontak selama 14 bulan revolusi menentang pemerintahan Presiden Al-Assad. Dikatakan, Front al-Nusra me lakukan operasi militer di Damaskus dengan sasaran cabang militer di Distrik Palestina dan Dawriyat. Siapa kelompok Front al-Nusra?
Tampaknya Front al-Nusra adalah cabang Al-Qaeda yang baru muncul di Suriah. 

Beberapa bulan lalu, rezim Al-Assad mengklaim para pemberontak bersenjata Suriah adalah kelompok Al-Qaeda. Akan tetapi, tidak ada yang percaya. Klaim itu dituduh sebagai alasan pembenaran rezim Al-Assad untuk menghantam para demonstran dengan senjata-senjata berat yang hingga artikel ini ditulis telah menewaskan lebih dari 11 ribu orang.

Mendiang pemimpin Libia Moamar Khadafi pernah menyatakan hal yang sama ketika pemberontakan bersenjata melawan rezim Khadafi pecah di Libia. Ternyata pernyataan Khadafi itu benar adanya. Pihak keamanan Aljazair mengenal beberapa orang Al-Qaeda melalui layar televisi Libia. Mereka pernah ditahan di Aljazair karena aktivitas teroris aktivitas terorisme di negara itu serta dideportasi ke Libia dengan harapan Khadafi akan menjatuhkan hukuman berat kepada mereka. Namun, bukan berarti revolusi di Libia maupun di Suriah digerakkan Al-Qaeda, yang ingin mendirikan negara Islam. Mereka hanya memanfaatkan situasi kacau untuk memantapkan eksistensi mereka dan ikut memerangi rezim sekuler yang represif dan korup. Di Yaman, hal yang sama terjadi. 

Ketika rakyat sibuk berdemonstrasi menentang rezim Presiden Ali Abdullah Saleh, Al-Qaeda di Jazirah Arab (AQAP) memperluas teritori dan pengaruh mereka. Pada 7 Mei silam, lebih dari 40 tentara Yaman tewas dalam pertempuran sengit dengan AQAP di selatan Abyan. AQAP lalu menyita senjata dari tiga batalion senjata dari tiga batalion brigade infanteri ke-115 di Zinzibar, ibu kota Provinsi Abyan.

Al-Qaeda Libia merupakan bagian dari AQIM (Al-Qaeda in Maghribi) atau Al-Qaeda di Maghribi--meliputi seluruh negara Arab di Afrika Utara kecuali Mesir, yaitu Tunisia, Libia, Aljazair, Maroko, dan Mauritania. Mereka kini memiliki senjata dalam jumlah besar, yang mereka rampok dari gudang senjata rezim Khadafi saat tentara loyalis Khadafi sibuk berperang melawan pemberontak bersenjata Libia yang dibantu NATO. Meskipun bermarkas di Aljazair, mereka beroperasi di wilayah Sahel Afrika, yang terletak di wilayah perbatasan di Afrika antara Sahara utara dan daerah yang lebih subur di selatan serta membentang dari Atlantik di barat hingga Laut Merah di timur. AQIM sedang berusaha menjadikan seluruh wilayah Sahel sebagai `Somalia Baru'.

Untuk mendapatkan dana bagi operasi mereka di Afrika dan Eropa, AQIM menculik dan menyandera warga asing yang berada di wilayah Sahel. Lalu mereka meminta tebusan jutaan dolar AS bagi pembebasan sandera. Pada 2008 mereka menculik dan menyandera mantan utusan khusus PBB untuk Niger, Robert Fowler, selama 40 bulan. Sejauh ini mereka telah mendapatkan 76 juta dolar AS dari aktivitas penculikan terhadap orang-orang asing yang kaya. Selain itu, mereka juga membantu kelompok Boko Haram di Nigeria.

Pada 2 Mei lalu, anggota Boko Haram memberondongkan tembakan di pasar ternak di Kota Potiskum, timur laut Nigeria, yang menewaskan 56 orang. Boko Haram adalah kelompok Islam Nigeria yang ingin menerapkan hukum sya riah di seluruh Nigeria, meskipun setengah dari penduduk negeri itu, yang berjumlah 160 juta jiwa, adalah warga Kristen. Nama resmi Boko Haram ialah Ahlusunnah Jama'atu Lidda'awati wal-Jihad. Kekerasan-kekerasan yang mereka lakukan bertujuan menciptakan ketegangan dan perpecahan di Nigeria. Boko Haram berarti `menentang pendidikan Barat'. Mereka juga antikebudayaan Barat dan ilmu pengetahuan modern.

Selain memanfaatkan situasi Arab Spring, Al-Qaeda juga bermunculan di negara-negara yang politik dan keamanannya rapuh, seperti Pakistan, Afghanistan, Irak, dan Somalia. Di Pakistan, mereka menamakan diri Taliban-Pakis tan, yang juga mela kukan penculikan dan penyanderaan terhadap orang-orang asing yang dipandang kaya untuk mendapatkan tebusan atau tuntutan lain. Sejak Agustus tahun lalu, Warren Weinstein diculik Taliban-Pakistan di Lahore, Pakistan. Weinstein adalah direktur anak perusahaan JE Austin Associates yang berbasis di Virginia, Amerika Serikat. Pemimpin Al-Qaeda pusat, Ayman al-Zawahiri yang menggantikan Osama bin Laden, menuntut AS melepaskan tawanan di Guantanamo, menghentikan perang di Afghanistan dan Pakistan, serta membebaskan semua anggota Al-Qaeda dan Taliban yang ditahan AS sebagai ganti pelepasan Weinstein.

Di Irak, kelompok yang menamakan diri Daulah Islamiyyah Irak merupakan Al-Qaeda cabang Irak, yang muncul ketika Irak terjerumus dalam kekacauan pascakejatuhan Saddam Hussein dan sering melakukan pengeboman-pengeboman mematikan terhadap sasaran-sasaran Syiah dan pasukan keamanan Irak yang dianggap berkolaborasi dengan AS. Akan tetapi, provokasi-provokasi mereka dengan menyerang situs-situs suci warga Syiah untuk menciptakan konflik antara mazhab Syiah dan Suni, yang akan melibatkan negara-negara Arab yang umumnya bermazhab Suni, sejauh ini tidak berhasil.

Yang tak kurang menakutkan ialah munculnya kelompok Al-Syabaab di Somalia. Di negara gagal itu, Al-Syabaab sangat kuat. Mereka menguasai wilayah tengah dan selatan Somalia, serta sering melakukan perompakan di laut untuk mendapatkan dana segar bagi kegiatan terorisme mereka. Pemerintah pusat di Mogadishu, ibu kota Somalia, tidak berdaya menghadapi mereka. Karena itu, Kenya dan pasukan Uni Afrika terlibat dalam perang melawan Al-Syabaab dan mempertahankan pemerintah pusat yang didukung PBB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar