Pat
Gulipat Harga Gas
Tulus Abadi ; Anggota
Pengurus Harian YLKI
Sumber : REPUBLIKA,
23 Juni 2012
Aksi
demonstrasi turun ke jalan ternyata bukan hanya monopoli kalangan mahasiswa
atau bahkan kelompok buruh. Terbukti, sektor industri pun tak mau kalah dengan
aksi tersebut. Ini terjadi manakala harga gas untuk sektor industri telah
dinaikkan hingga 10,2 persen oleh PT PGN (Perusahaan Gas Negara) sebagai
pemasok gas untuk sektor industri. Sektor industri tak mau menerima kenaikan
harga dimaksud yang dinilai terlalu mahal. Seperti diketahui, sejak 15 Mei
2012, Perusahaan Gas Negara (PGN) menaikkan harga gas untuk pelanggan industri
di Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, dan Sumatra Selatan dari 6,9 dolar AS
menjadi 10,2 dolar per mmbtu.
Itulah
muasal sektor industri akan melakukan aksi demonstrasi untuk menolak kenaikan
harga gas dimaksud. Sekarang, cukup rasionalkah PT PGN menaikkan harga hingga
10,2 dolar AS per mmbtu dan apa sebabnya? Dan, bagaimana kita memahami rencana
aksi demonstrasi sektor industri plus dampaknya bagi konsumen rumah akhir?
Dalam
konteks kebijakan harga pasar, boleh jadi kebijakan PT PGN menaikkan harga
hingga 10,2 dolar Amerika per mmbtu bisa dipahami. Sebab, harga beli PT PGN
dari produsen gas juga mengalami kenaikan dari sekitar dua dolar AS menjadi
5,5-enam dolar AS per mmbtu (million
metric british thermal unit), terhitung sejak 1 April 2012. Jika berhenti
pada tataran ini ma ka langkah PT PGN untuk menaik kan harga gas untuk sektor
industri secara signifikan bisa dipahami.
Tetapi,
pernyataan lanjutannya ada lah adakah bisnis yang tidak sehat di balik
melambungnya harga gas oleh PT PGN? Ternyata, usut punya usut, hal
ini
terjadi karena pertama, terkait dengan bisnis gas, PT PGN saat ini berada di
posisi sebagai pengangkut (transporter)
sekaligus sebagai penjual (trader).
Peran ganda yang demikian jelas melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 19 Tahun
2009 tentang Kegiatan Usaha Gas Bumi Melalui Pipa.
Pasal
19 Permen ESDM Nomor 19 Tahun 2009 menyebutkan bahwa badan usaha pemegang izin
usaha pengangkut an gas bumi melalui pipa dan hak khusus dilarang melakukan
kegiatan usaha niaga gas bumi melalui pipa pada fasilitas pengangkutan gas bumi
yang dimiliki atau dikuasainya. Lalu, dalam hal badan usaha pemegang izin usaha
pengangkut an gas bumi melalui pipa dan hak khusus melakukan kegiatan usaha
niaga gas bu mi melalui pipa pada fasilitas peng angkutan gas bumi yang
dimilikinya, maka wajib membentuk badan usaha terpisah dan mempunyai izin usaha
niaga gas bumi melalui pipa.
Padahal,
menurut data dan fakta, jika Pasal 19 itu diterapkan secara konsekuen maka
harga akan kompetitif di hulu dan efisien di hilir karena margin menjadi lebih
terukur dan logis. Saat ini, harga yang diajukan PGN sebesar 10,2 dolar AS per
mmbtu sedangkan harga dari KKKS (produsen gas hulu) hanya berkisar dua-enam
dolar AS per mmbtu. Best practices di
dunia internasional untuk margin gas
trading tidak lebih dari dua dolar AS per mmbtu.
Selain
itu, bila alasannya untuk memperkuat pasokan gas untuk industri maka sebenarnya
yang semestinya diberikan insentif harga adalah industri hulu migas karena
dengan insentif yang baik, harga gas yang memadai akan mendorong investasi
untuk mencari sumber-sumber gas baru untuk kebutuhan industri. Seandainya
industri menghendaki harga sembilan dolar AS dan juga menghendaki kepastian
pasokan maka harga hulu yang berkisar tujuh dolar AS pasti akan merangsang
pemain industri hulu untuk berlomba memasok kebutuhan sehingga akan terjadi
balancing antara kebutuhan dan pasokan.
Kedua,
menurut pendapat Reformi ner Institute, PT PGN tampaknya menjualnya dengan
harga terlalu tinggi jika dilihat dengan selisih harga belinya. Sebab, harga
beli gas oleh PT PGN ha nya pada kisaran 5,5 dolar AS per mmbtu, tapi
menjualnya ke konsu men indus tri mencapai 10-11 dolar AS per mmbtu.
Dengan
demikian, boleh dikatakan terjadi patgulipat terkait dengan bisnis gas untuk
sektor industri. Karena itu, pemerintah harus dengan tegas mengakhiri
(mereposisi) peran ganda dari PT PGN, akan bermain di sisi mana, apakah sebagai
transporter atau sebagai trader. Minimal terdapat tiga efek negatif
adanya peran ganda dalam bisnis gas oleh PT PGN, yakni pelanggaran normatif
(Permen No 19/2009), menciptakan sektor bisnis yang tidak sehat di sisi bisnis
hulu gas menjadi beban industri di sektor riil.
Jangan
sampai sektor industri “turun gunung” (aksi demonstrasi) atau bahkan mogok
produksi untuk menolak kebijakan dimaksud. Jika peran ganda semacam ini terus
dibiarkan, akan terjadi ongkos kemahalan bagi sektor industri. Tentu saja,
sektor industri tidak mau menanggung hal ini sendirian, pasti ada jurus sharing of burden (menanggung beban
bersama).
Siapa lagi yang akan dibebani dengan harga
gas yang tinggi tersebut kalau bukan konsumen akhir. Artinya, efek paling
konkret terhadap masalah harga gas yang tinggi untuk sektor industri adalah
konsumen akhir, yakni ditandai dengan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok.
Kepentingan konsumen akhir seharusnya lebih diutamakan, bukan malah
dikorbankan. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar