Jumat, 25 Mei 2012

Century dan Tugas Sejarah KPK


Century dan Tugas Sejarah KPK
Bambang Soesatyo ; Anggota Timwas Kasus Bank Century/Komisi III DPR
SUMBER :  SUARA MERDEKA, 25 Mei 2012



PENUNTASAN skandal Bank Century bisa menjadi tonggak baru sejarah penegakan hukum. Karena itu, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus menanggapi pekerjaan ini sebagai  tugas bersejarah. Sangat penting bagi semua pihak untuk ikut memelihara konsistensi dan keberanian komisi antikorupsi itu.

Stagnasi proses hukum kasus bukan disebabkan oleh sejumlah bukti permulaan yang sudah berantakan melainkan hambatan dari kekuatan kekuasaan yang tidak tidak kasat mata. Kasus itu sudah hampir 3 tahun jalan di tempat dan belum semua pimpinan KPK sepakat menaikkan statusnya ke tahap penyidikan.
 
Ketua KPK Abraham Samad belum lama ini mengaku kesulitan menangani kasus Century. Dia menggambarkan status kasus itu seperti tempat kejadian perkara (TKP) yang sudah hancur berantakan. Tetapi dia juga menegaskan, ”Kami perlu waktu untuk melakukan penyidikan.”

Bagaimana memaknai pernyataannya? Ada cukup alasan memaknainya sebagai pernyataan bersayap. Pertama; ia belum mau menyerah. Kedua; mengingatkan semua orang jangan membiarkan kasus itu ditelan waktu. Ketiga; ia mengalami hambatan internal yang serius. Faktanya, memang tak semua pimpinan KPK berkemauan menuntaskan kasus itu.

Sejatinya tempat kejadian perkara dan barang bukti kasus itu tidak berantakan sebagaimana dikeluhkan Abraham Samad. Bahkan sebagian besar bukti sudah diserahkan ke KPK. Artinya, komisi antikorupsi itu seharusnya bisa meningkatkan status menjadi penyidikan sejumlah nama tersangka, yang bahkan direkomendasikan oleh sidang paripurna DPR.

Fakta Terbuka

Kalau ada kemauan kuat, KPK cukup mengacu hasil audit investigatif dan audit forensik BPK, plus hasil pemeriksaan Pansus DPR . Menurut BPK per 2008, bailout Century melanggar sejumlah ketentuan. Antara lain, BI tidak tegas dan tak hati-hati menerapkan aturan akuisisi; BI tidak segera bertindak atas pelanggaran pada 2005-2008; dan bank sentral pun diduga mengubah persyaratan capital adequacy ratio agar Century bisa memperoleh fasilitas pendanaan jangka pendek.

Selain itu, keputusan Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) dalam menangani Century tidak mengacu data yang lengkap, mutakhir, dan terukur. Bahkan, Kelembagaan Komite Koordinasi saat penyerahan Bank Century pada 21 November 2008 belum dibentuk berdasarkan UU.

Masih menurut BPK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) diduga merekayasa peraturan agar Century memperoleh tambahan dana. Lalu, selama Century dalam pengawasan khusus, ada penarikan dana Rp 938,6 miliar yang melanggar aturan BI. Bahkan, dana talangan disalahgunakan oleh Robert Tantular.
Adapun BPK melaporkan ada belasan temuan sejumlah transaksi tidak wajar yang merugikan negara dan masyarakat. Misalnya, penggelapan hasil penjualan US Treasure Strips (UTS) hak Century sebesar 29,77 juta dolar AS, yang membebani penyertaan modal sementara.  Selain itu, dana kredit kepada 11 debitor tak digunakan sesuai tujuan pemberian kredit.

Hasil penjualan aset eks jaminan kredit Rp 58,31 miliar dan Rp 9,55 miliar pun tidak disetor ke Century.  Ada juga temuan penambahan rekening sebuah perusahaan Rp 23 miliar tanpa ada aliran dana yang masuk ke Century. Sebaliknya, ada aliran Rp 465,10 miliar dari Century kepada perusahaan yang sama yang merugikan Century dan membebani penyertaan modal sementara.

Temuan dari dua metode audit itu cukup komprehensif, dan layak menjadi acuan untuk menyidik. Institusi negara yang terlibat jelas, dari BI, KSSK hingga LPS. Siapa yang memimpin institusi itu pun sebuah fakta terbuka. Bank sentraI kala itu dipimpin Boediono, KSKK waktu itu dikomandoi Sri Mulyani. Semuanya tercatat dalam dokumen DPR dan BPK.
Jadi, bukti dan catatan mengenai skandal ini sebenarnya tidak berantakan. Persoalannya dari dulu hingga sekarang, hampir semua institusi negara enggan dan malas menindaklanjuti temuan BPK tentang penyimpangan pengelolaan keuangan negara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar