Ketidakpastian
Kebijakan BBM
Pri Agung Rakhmanto ; Dosen Fakultas Teknologi Kebumian dan Energi Universitas Trisakti;
Pendiri ReforMiner Institute
SUMBER : KOMPAS, 14
Mei 2012
Pekan lalu, 3 Mei 2012, pemerintah akhirnya
memutuskan menunda penerapan kebijakan pembatasan bahan bakar minyak bersubsidi
bagi kendaraan pribadi untuk jangka waktu yang tidak ditentukan.
Sebagai penggantinya, pemerintah mengeluarkan
lima kebijakan yang diklaim sebagai langkah-langkah untuk mengendalikan kuota
volume BBM subsidi. Pertama, melarang kendaraan dinas pemerintah, BUMN, dan
BUMD mengonsumsi BBM subsidi. Kedua, akan mengeluarkan peraturan yang melarang
kendaraan di industri pertambangan dan perkebunan mengonsumsi BBM subsidi.
Ketiga, menjalankan konversi BBM ke BBG.
Keempat, melarang PLN membangun pembangkit listrik baru berbasis BBM. Kelima,
menghemat penggunaan listrik dan air di gedung-gedung pemerintah.
Jika selama ini publik dihadapkan pada
ketidakpastian atas beragam kebijakan BBM, dari perkembangan terakhir yang ada
sebagian dari ketidakpastian itu sebenarnya dapat dikatakan sudah jauh
berkurang. Setidaknya ada dua hal yang saat ini sudah jauh lebih pasti.
Pertama, pembatasan BBM untuk kendaraan
pribadi sudah lebih pasti tidak akan dijalankan tahun ini. Menunda untuk jangka
waktu yang tidak ditentukan di tengah waktu yang makin sempit dan ketidaksiapan
implementasi yang ada pada hakikatnya sama dengan membatalkan, hanya berbeda
cara menyampaikannya.
Kedua, dengan dibatalkannya pembatasan, kuota
BBM subsidi tahun ini sebesar 40 juta kiloliter sudah lebih pasti akan jebol.
Realisasi konsumsi BBM subsidi tahun lalu saja sudah mencapai 41,69 juta
kiloliter.
Dengan asumsi pertumbuhan konsumsi 6-8 persen
per tahun, realisasi konsumsi tahun ini tanpa kebijakan diperkirakan mencapai
44-45 juta kiloliter. Jika pembatasan dijalankan pun kuota ini tetap akan jebol
karena untuk kendaraan 1.500 cc di Jabodatek, premium yang bisa dihemat tahun
ini tidak akan lebih dari 1 juta kiloliter.
Sudah
Tutup Buku?
Dengan dibatalkannya pembatasan, jebolnya
kuota itu jadi lebih pasti lagi. Lima langkah yang diklaim untuk mengendalikan
kuota BBM subsidi tak akan signifikan mengurangi konsumsi BBM subsidi tahun
ini, maksimal hanya 150.000 kiloliter.
Bahkan, langkah ke-4 sebenarnya tak relevan
karena PLN selama ini menggunakan BBM dengan harga keekonomian (non-subsidi)
untuk mengoperasikan pembangkitnya. Langkah ke-5, di samping tidak relevan,
juga bukan hal baru. Upaya ini hanya pengulangan seruan hemat energi yang pada
2005, 2008, dan 2011 digaungkan, tetapi hasil dan evaluasinya hingga kini tak
jelas.
Tahun ini, hal yang menjadi lebih pasti
adalah bahwa satu-satunya kebijakan tersisa terkait BBM—yang masih mungkin
dapat diambil—hanya penaikan harga BBM. Namun, itu pun hanya dalam tataran
kalkulasi matematis, bukan secara ekonomis, apalagi politis. Jika melihat
dinamika, manuver, dan akrobat politik menjelang dan saat Sidang Paripurna DPR,
31 Maret lalu, dan perkembangan terakhir dibatalkannya rencana pembatasan BBM,
tampaknya kecil kemungkinan kebijakan penaikan harga BBM akan diambil oleh
pemerintah.
Dengan kata lain, untuk tahun ini kebijakan
pengendalian subsidi BBM dapat dikatakan sudah tutup buku. Dengan kata lain,
sudah jadi makin lebih pasti lagi bahwa di tahun ini solusi atas permasalahan
BBM yang ada pada akhirnya hanya dengan menambah kembali kuota volume BBM
subsidi seperti tahun-tahun sebelumnya.
Jika deviasi anggaran subsidi BBM terlampau
besar untuk bisa ditutup dengan cadangan fiskal yang ada, besar kemungkinan
juga akan dilakukan perubahan APBN 2012 jilid ke-2. Jadi, jika selama ini
banyak pihak yang mengatakan bahwa pemerintah menimbulkan banyak ketidakpastian
terkait masalah dan kebijakan BBM, hal itu tidak sepenuhnya benar. Sebab, dalam
banyak hal, sesungguhnya pemerintah sudah sangat pasti. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar