Dokter Palsu ataukah Dokter Asli tapi Palsu?
Wimpie Pangkahila ; Profesor pada Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana
|
MEDIA INDONESIA, 18 Juni 2015
SAMPAI saat ini masih
ha ngat dibicarakan tentang dokter palsu alias gadungan yang berpraktik di
toilet pertokoan. Kalau saja masyarakat sedikit saja menggunakan otak,
mestinya tidak sampai tertipu dan menjadi korban penipu model begini. Mana
ada dokter berpraktik di toilet?
Namun, ada juga dokter
palsu yang berpraktik di tempat praktik seperti layaknya dokter asli, lengkap
dengan `identitas konvensional' dokter pada umumnya. Menghadapi dok ter palsu
begini jelas lebih sulit jika dibandingkan dengan yang berpraktik di toilet
itu. Penipuan begini tidak akan berlangsung lama, karena akan banyak mata
dokter asli atau pengurus IDI setempat dan juga Dinas Kesehatan yang kemudian
mengetahuinya.
Paling sulit justru
menghentikan praktik dokter asli, tetapi palsu alias dokter aspal. Apa pula
dokter aspal?
Dokter aspal adalah
dokter benar-benar asli yang punya izin praktik sah, tetapi melakukan praktik
yang tidak berbasis bukti ilmiah, atau yang biasa disebut tidak melakukan evidence-based medicine (EBM).
Dokter asli yang tidak
melakukan EBM sesungguhnya ialah dokter aspal, karena tindakan kedokteran
yang tidak evidence-based dapat
menimbulkan kemungkinan akibat sebagai berikut. Pertama, tindakannya tidak
memberikan manfaat yang sesungguhnya bagi pasien, yang berarti merugikan
pasien. Kedua, mungkin justru menimbulkan akibat buruk bagi pasien akibat
tindakan yang tidak berbasis bukti ilmiah itu. Ketiga, merugikan pasien dari
segi biaya. Dengan kalimat yang lebih kasar, tindakan kedokteran yang tidak evidence-based sama saja dengan
penipuan.
Berikut ini beberapa
contoh tindakan dokter yang tidak evidence-based.
Pertama, menggunakan alat bantu diagnostik yang tidak didukung oleh data
ilmiah dasar dan klinis. Kedua, melakukan tindakan kedokteran yang sebenarnya
tidak diakui secara internasional karena tidak ada bukti ilmiah sama sekali. Ketiga,
memberikan pengobatan yang tidak didukung oleh bukti ilmiah dan klinis.
Keempat, melakukan praktik di beberapa kota dengan mengumpulkan pasien di
sebuah hotel atau tempat lain.
Selain itu, ada pula
dokter yang mengaku `spesialis' bidang tertentu, tetapi tidak jelas apakah
telah melalui program pendidikan dokter spesialis yang berlaku secara
internasional atau recidency,
ataukah hanya melalui kursus atau pendidikan vokasi yang di beberapa negara
disebut specialist vocational
qualification.
Masyarakat dan dokter
sekalipun, tampaknya perlu mengetahui bahwa tidak semua alat bantu diagnostik
yang dijual secara luas memang benar berbasis bukti ilmiah. Sebagai contoh
ialah alat pemeriksaan laboratorium portable
yang dalam waktu singkat mampu mengeluarkan ratusan hasil darah, termasuk
berbagai kadar hormon. Contoh lain, alat bantu diagnostik yang diiklankan
dapat menentukan usia organ tubuh yang sebenarnya, dan alat yang dapat
menentukan adanya keracunan logam.
Ada pula alat yang
diiklankan mampu melakukan detoksifikasi, hanya dengan mencelupkan kaki di
dalam air pada alat itu. Masih banyak lagi alat abal-abal seperti ini yang
digunakan sebagian dokter sehingga kita boleh menyebut sebagai dokter aspal.
Jangan heran kalau alat bantu abal-abal itu buatan luar negeri. Di Amerika
sekalipun banyak diberitakan alat bantu abal-abal, tetapi akhirnya semakin
sedikit digunakan karena masyarakatnya sebagian besar kritis. Alat abal-abal
itu sebagian besar justru diekspor ke negara yang lebih bodoh, termasuk Indonesia.
Dengan menggunakan
alat yang kelihatan canggih, padahal abal-abal,
dokter sebenarnya telah mengubur profesionalitasnya. Dengan alat yang hanya
tinggal diputar dan digunakan, siapa pun dapat melakukan itu. Celakanya, alat
yang digunakan tidak berbasis data ilmiah.
Beberapa tindakan
kedokteran yang dilakukan dokter aspal, ternyata tidak diakui secara
internasional. Ada dokter yang katanya memberikan suntikan oksigen kepada
pasiennya. Demikian juga beberapa suplemen yang diberikan, ternyata baru
berdasarkan penelitian pada binatang.
Suplemen telah menjadi
sebuah daya tarik bagi masyarakat karena didukung iklan yang berlebihan di
media massa, baik cetak maupun elektronik. Lebih parah lagi, ada dokter yang
memberikan `herbal' dalam kapsul, padahal kalau membaca komposisi yang
tertulis, tidak mungkin menimbulkan efek instan seperti yang terjadi.
Artinya, dokter itu tidak mengerti kalau `herbal' itu dicampur bahan obat
yang sebenarnya.
Kenyataan adanya
dokter aspal sesungguhnya sangat menyedihkan. Dokter seharusnya menjadi
seorang profesional, bukan hanya vokasional yang tidak cukup memiliki dasar
ilmu pengetahuan terkini. Kalau ada dokter yang datang dari daerah lain dan
melakukan tindakan kedokteran di suatu tempat, pasti dia tidak punya izin
praktik di tempat itu. Itu tidak dibenarkan secara etika dan hukum.
Tindakan
harus dilakukan
Lalu, bagaimana
masyarakat menyikapi kenyataan buruk ini?
Pertama, jangan
mudah percaya kepada iklan media massa, baik cetak
maupun elektronik yang menyangkut dokter. Justru dokter yang profesional
tidak mengiklankan diri. Kedua, jangan segan meminta pendapat dari dokter
lain mengenai tindakan yang akan atau telah dilakukan seorang dokter. Ketiga,
melaporkan kepada pihak berwenang kalau menduga ada sesuatu yang tidak benar pada
diri seorang dokter dalam melakukan praktik kedokterannya.
Kepada pihak
berwenang, Dinas Kesehatan dan penegak hukum, menertibkan dokter aspal tentu
harus dilakukan untuk melindungi kepentingan masyarakat luas. Kalau dokter
saja harus ditertibkan, apalagi dokter palsu dan orang awam yang berpraktik
seolah dokter dengan mengiklankan berbagai ramuan dan cara pengobatan yang
tidak jelas dasarnya. Sebagai catatan, bacalah iklan media dan saksikanlah
tayangan TV yang tak bermutu dan penuh kebohongan yang menyampaikan
pengobatan yang tidak jelas dasarnya. Sekian lama hal itu dibiarkan
pemerintah.
Kalau kini pemerintah
sedang menggalakkan tindakan terhadap pembeli dan penjual gelar palsu,
kinilah saatnya pemerintah juga menertibkan iklan bohong di media massa cetak
dan TV, ataukah dibiarkan saja agar semakin banyak korban yang jatuh? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar