Minggu, 23 Februari 2014

Warisan

Warisan

 R Valentina Sagala  ;   Aktivis Perempuan, Hukum, dan HAM;
Anggota Dewan Redaksi Sinar Harapan
SINAR HARAPAN,  22 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Jika boleh memilih, apa yang ingin Anda terima, warisan berupa rumah, tanah, mobil, emas dan berlian, atau nilai-nilai kebaikan yang berguna dalam hidup?
Sebagai menantu, saya tak berkesempatan bertemu dengan kedua orang tua suami saya tercinta. Ayah mertua telah dipanggil Tuhan sepuluh tahun lalu.

Istri tercintanya, ibu mertua saya, menyusul ke rumah Tuhan tiga tahun kemudian. Guna menjawab keingintahuan saya mengenal mereka, saya sering menanyakan tentang mendiang mertua kepada suami.

Foto-foto keluarga menjadi sumber cerita yang menarik. Suami saya yang pendiam bisa menghabiskan waktu berjam-jam untuk berbagi kisah tentang ayah dan ibunya.

Sang ayah bersifat keras, tegas, jujur, berprinsip, dan bermental pejuang. Sebagai seorang pegawai negeri sipil mantan pejabat kehutanan di Kalimantan, beliau bisa digolongkan tak punya harta kekayaan melimpah.

Baginya prinsip ini penting: kejujuran nomor satu, kehormatan bukan untuk dinegosiasikan, korupsi adalah barang haram. Beliau pernah berpesan pada suami saya, “Bapak tidak punya apa-apa, tapi bisa tidur tenang setiap malam.” Pesan itu bertahun-tahun sebelum Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk.

Suami saya menyimpan berjuta kenangan dengan ibunya. Hal yang paling dikenangnya adalah sifat ibunya yang sangat lembut, penuh perhatian, dan setia. Tidak pernah satu kali pun ibunya yang juga bekerja sebagai guru, mengeluh dengan kehidupannya atau mengeluarkan kata-kata keras.

Sang ibu menjalani perannya sebagai istri mantan pejabat tinggi daerah yang hidup seadanya, dengan tabah dan ikhlas. Beliau bahkan tak sungkan menggoreng kacang dan membungkusnya tiap malam untuk dijual esok hari di warung kecilnya di depan rumah di Balikpapan. Ketabahan dan keikhlasannyalah yang menjadi inspirasi kekuatan suami saya.

Hidup memang bisa membawa seseorang pada situasi yang dilematis. Biaya kebutuhan hidup yang meningkat dibarengi dengan gaji bulanan yang terbatas. Sementara itu, punya kedudukan sebagai pejabat bisa mendorong seseorang mengambil jalan pintas lewat korupsi.

Bertahun-tahun lamanya rakyat dipertontonkan kekayaan melimpah para pejabat yang memperkaya diri dan sanak keluarganya (anak, adik, adik ipar, dan sebagainya). Ada hakim menjual putusan demi putusan sengketa pilkada dengan label harga tertentu yang langsung masuk ke kantung pribadi. Miris.

Saya tiba-tiba ingat ayah dan ibu saya. Hingga kini mereka masih rajin menelepon saya dan adik-adik, meski kami telah berkeluarga. Ayah tak segan menegur jika kami salah melangkah.

Ibu tetap rajin mengingatkan kami untuk terus mengingat Tuhan. Kalau saya dan adik-adik saya tengah tenggelam di kesibukan kami masing-masing, ayah paling rajin meminta kami berkumpul. Seperti biasa, panggilan itu serta-merta kami sambut dengan suka cita, meski harus menempuh perjalanan berjam-jam menerjang kemacetan.

Dalam perenungan saya, warisan yang terindah dari orang tua bagi anak tentu adalah kebersamaan semasa mereka hidup. Setiap detiknya, ada nilai-nilai kebaikan yang dipraktikkan dan dicontohkan; dijalankan dan dilatih. Pada tiap embusan napas itu ada didikan yang ditanamkan, yaitu pesan-pesan kebaikan yang mengakar dan prinsip-prinsip yang merasuk dalam jiwa.

Bicara warisan, sebenarnya hal yang diwariskan orang tua pada anak adalah apa yang diterapkan anak itu dalam kehidupannya kelak. Itu mengapa orang sering prihatin jika melihat seseorang yang lahir dari keluarga yang jujur, ternyata adalah seorang penipu.

Mungkin sebagai orang tua, kita sering kali menghabiskan terlalu banyak energi untuk menumpuk kekayaan yang jika kita meninggal dunia kelak, dapat diwarisi anak-anak kita. Kita lupa rumah, tanah, emas, atau berlian yang diwariskan bisa habis sekejap. Sementara itu, nilai-nilai kebaikan yang telah tertanam dan terlatih, tak lekang dimakan waktu.

Akhir pekan ini saya, suami, dan keluarga besar khusus datang ke rumah mertua saya di Balikpapan. Keluarga bermaksud mengadakan kebaktian diikuti acara kecil mengenang sepuluh tahun ayah dan tujuh tahun ibu pulang ke rumah Tuhan.

Banyak orang yang hadir di perhelatan sederhana ini. Di rumah kayu tempat mendiang ibu mertua saya menggoreng kacang dan membungkusnya tiap malam ini, saya semakin tahu dari mana suami saya mewarisi nilai-nilai seperti ketabahan dan keikhlasan yang dimilikinya selalu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar