Selasa, 04 Februari 2014

Tips Membangun Karakter Siswa dan Sekolah

Tips Membangun Karakter Siswa dan Sekolah

Ahmad Baedowi  ;   Direktur Pendidikan Yayasan Sukma, Jakarta
MEDIA INDONESIA,  03 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
SEPANJANG sejarah ke manusiaan, karakter selalu menjadi domain penting untuk ditelaah dan dikemukakan sebagai dasar terciptanya tatanan sosial yang beradab. Bahkan hampir semua agama menitahkan para penganutnya untuk memiliki keadaban dalam perilaku dan memperlakukan sesama, serta didasari oleh pandangan dan nilainilai yang positif. Semua nilai positif pasti berasal dari sikap jiwa atau karakter yang positif. Pertanyaannya kemudian, dari mana dan di mana muasal usaha penubuhan dan penumbuhan karakter yang positif pada diri manusia?

Jawaban yang mengemuka dari pertanyaan tadi biasanya berbunyi sangat klasik; pendidikan di tengah keluarga merupakan muasal pembentukan karakter yang baik. Namun di tengah zaman yang serbahedonistis dan materialistis sekarang ini, keluarga cenderung mendelegasikan urusan pembentukan karakter anak-anak mereka kepada lembaga yang bernama sekolah. Sekolah, terlepas dari plus-minusnya, dalam pandangan umum selalu menjadi laboratorium yang siap gagal dalam menciptakan karakter yang baik bagi anakanak bangsa.

Sebagai salah satu struktur sosial yang paling utama, sekolah jelas memiliki tantangan yang tidak ringan dalam ikut membentuk karakter siswa. Ini berarti setiap sekolah sesungguhnya memiliki tanggung jawab dalam merancang pola perilaku siswa yang saling menghargai sesama, jujur, dan perilaku baik yang memang sudah ada di dalam diri setiap anak. Karena itu menjadi tugas sekolah dan para guru untuk merancang skema belajar-mengajar di ruang kelas yang berorientasi pada penubuhan dan penumbuhan karakter dan nilai-nilai keadaban anak-anak.

Bertolak dari pengalaman mengelola Sekolah Sukma Bangsa di Aceh, beberapa tips dalam membangun karakter baik siswa ini mungkin bisa bermanfaat. Pertama, komunitas sekolah perlu membuat komitmen yang tegas dan terukur menyangkut pilar karakter yang ingin diusung melalui skema belajar-mengajar. Hal ini misalnya dapat dijabarkan melalui mekanisme perumusan visi, misi, dan tujuan sekolah yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) di tingkat sekolah. Nilai-nilai untuk saling memercayai satu sama lain, bertanggung jawab, hormat, peduli, jujur, dan bagaimana menjadi warga negara yang baik harus menjadi tema utama karakter para siswa.

Kedua, berilah guru kepercayaan untuk mengatur kelas mereka masing-masing berdasarkan prinsip dan pilar karakter yang disepakati. Namun dalam konteks pengelolaan kelas, guru harus dilatih bagaimana cara membuat ground rules yang jelas dan tegas serta bisa disepakati oleh setiap siswa di kelasnya. Buatlah aturan yang sebanyak mungkin ide dasarnya berangkat dari keinginan siswa, serta mengajari siswa untuk belajar menerima risiko dan konsekuensi dari setiap aturan yang mereka buat. Biasanya siswa, dengan bahasa mereka sendiri, lebih antusias dalam merumuskan aturan yang akan mereka gunakan ketika proses belajar-mengajar berlangsung di ruang kelas.

Ketiga, berilah para siswa kebebasan untuk mengeksplorasi role models yang akan mereka jadikan rujukan berdasarkan minat bidang studi masing-masing. Mereka biasanya akan antusias dalam mencari role models mereka yang bisa disesuaikan dengan bidang studi sejarah, sains, seni, sastra dan bahasa. Memberikan siswa keleluasaan dalam mengeksplorasi role models akan mampu meningkatkan ketajaman intuisi dan karakter anak sesuai dengan idola mereka masing-masing.

Saling tertantang

Keempat, guru seyogianya memainkan peran signifikan dalam memodulasi karakter saling menghargai dan menghormati dalam proses belajar-mengajar. Mulailah dengan mengajarkan betapa pentingnya menghargai diri mereka sendiri dan menghargai orang lain sehingga sikap sebaliknya menjadi musuh bersama yang harus dihindari. 
Membuat kampanye-kampanye antikekerasan di sekolah secara skematis dan sistematis yang diintegrasikan ke dalam seluruh mata ajar ialah keniscayaan. Dalam proses ini, baik guru maupun siswa akan  terus tertantang untuk menunjukkan sikap saling menghormati berdasarkan perbedaan budaya, etnik, bahkan agama.

Selain itu, ini tips kelima, setiap mata ajar juga diharapkan mampu menumbuhkan semangat kesetiakawanan antarsiswa dengan cara membangun sebuah komunitas yang peduli (build a caring community) terhadap isu-isu yang berkembang di sekitar kehidupan siswa. Skema ini dimaksudkan agar anak-anak tumbuh dengan kesadaran sosial, budaya, dan lingkungan yang sehat, serta menjadikan mereka bukan sebagai anakanak yang asosial. Beberapa contoh dari program jenis ini misalnya memberi anak kesempatan untuk melakukan bakti sosial sesering mungkin ke masyarakat sekitar sekolah, terutama ke tempat-tempat yang dianggap dan dipandang dapat meningkatkan peran serta anak-anak dalam merasakan detak nadi masyarakat yang kurang beruntung.

Keenam, penting juga sekolah membangun skema school-visit program dan sejenisnya yang berorientasi pada semangat menumbuhkan jiwa kerelawanan pada diri anak (volunteerism). Dengan menyadari kondisi geografis Indonesia yang termasuk rentan terhadap beragam jenis bencana, memperkenalkan sikap kerelawanan merupakan cara terbaik untuk membangun karakter positif siswa.

Yang terakhir, ketujuh, tantanglah siswa untuk berkompetisi menelurkan ide ke dalam class project yang akan mereka lakukan secara berkelompok. Peran guru dalam memfasilitasi ide-ide siswa ke dalam class project akan sangat bermanfaat dalam menumbuhkan semangat kebersamaan sebagai sebuah komunitas. Biarkan anak-anak menggunakan imajinasi kreatif sebatas tingginya langit yang bisa mereka capai. 

Dengan cara ini, baik siswa maupun sekolah akan mampu menunjukkan jati diri mereka secara elegan dan positif sehingga pesimisme kita terhadap peran sentral sekolah terhadap proses penubuhan dan penumbuhan karakter siswa sedikit demi sedikit akan terhapus.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar