Peningkatan
Curah Hujan 2014
Dampak
Peredaran Udara Global
Paulus Agus Winarso ; Staf Pengajar Akademi Meteorologi dan Geofisika
|
KOMPAS,
07 Februari 2014
BANYAK yang tidak menyangka,
terjadi curah hujan cukup lebat sepanjang awal 2014 di beberapa kawasan
Indonesia. Sebenarnya kondisi ini sudah mulai sejak akhir 2013. Dampaknya
adalah bencana banjir yang terus kita ikuti hari-hari ini di media massa.
Pada awal 2014, curah
hujan di atas 200 milimeter per hari terjadi di kawasan Bandara
Soekarno-Hatta yang kemudian berlanjut dengan curahan di atas 100-200
milimeter per hari hingga pertengahan Januari 2014 di kawasan Jabodetabek.
Akibatnya terjadi genangan yang tidak kunjung surut, merendam beberapa
kawasan Jabodetabek, hingga lebih dari satu minggu.
Demikian pula halnya
di Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, dan sepanjang pantai utara Jawa. Di
wilayah-wilayah tersebut, curah hujan cukup tinggi antara 50 dan 200
milimeter per hari. Di pantai utara Pulau Jawa, banjir menjadi parah karena
berpadu dengan naiknya pasang air laut.
Banjir di Kota Manado
sebenarnya mengejutkan karena merupakan anomali atau penyimpangan, baik dari
sisi iklim maupun cuaca. Pada awal tahun umumnya kawasan Sulawesi Utara dan
khususnya Manado bukan merupakan daerah yang mengalami puncak curah hujan.
Ini berbeda dengan kawasan Jawa, Sulawesi Selatan, dan Sumatera bagian
selatan yang mengalami puncak hujan setiap awal tahun.
Kondisi klimatologis
Secara klimatologis,
puncak hujan kawasan Jabodetabek berkisar mulai dasarian II bulan Januari
sampai dengan dasarian I Februari. Namun, tampaknya ada suatu kondisi
tertentu yang mendorong puncak hujan berlangsung lebih cepat.
Apabila dilihat dari
peristiwa klimatologis tahun 2013, ternyata sebenarnya kondisi ini juga
berlangsung pada awal 2013 di mana puncak curah hujan agak maju dari
kebiasaan. Sebagai catatan, curah hujan tinggi yang kemudian berlanjut banjir
pada awal 1996 terjadi pada dasarian I bulan Februari, tahun 2002 terjadi
pada dasarian I dan dasarian II bulan Februari, tahun 2008 pada dasarian III
Januari, dan tahun 2013 pada dasarian II Januari. Pada 2014 curah hujan
tinggi cenderung agak maju antara dasarian I dan II atau dasarian III bulan
Januari.
Apa yang terjadi?
Adakah kaitan perubahan cuaca dan iklim ini dengan pemanasan global?
Pada kenyataannya,
saat ini terjadi musim dingin ekstrem di belahan Bumi utara. Bahkan, di
beberapa kawasan Asia seperti Vietnam, di dataran tingginya turun salju. Bisa
jadi hal ini memang terkait dengan peristiwa pemanasan global.
Bintik Matahari
Namun, di sisi lain
ada hasil penelitian yang menarik dari Badan Penerbangan dan Antariksa
Amerika Serikat (NASA). Disebutkan bahwa belakangan ini terjadi penurunan
aktivitas Matahari seiring dengan minimnya jumlah bintik atau ledakan di
permukaan Matahari.
Mengacu pada kegiatan
bintik Matahari 1985 hingga awal 2014, memang ada pola siklus Matahari yang
cenderung turun. Penurunan ini menghambat gejala alam naiknya suhu muka laut
kawasan Samudra Pasifik Timur yang dikenal dengan gejala alam El Nino yang
giat pada 1982/1983, 1987/1988, dan 1991-1994. El Nino terkuat berlangsung
pada 1997/1998, 2002/2003, dan terakhir 2007/2008.
Hingga 2014 sudah
lebih dari tahun periode naiknya suhu kawasan ekuator Samudra Pasifik yang
dikenal gejala alam El Nino tidak pernah terjadi. Sebaliknya, yang terjadi
penurunan suhu muka laut yang sampai kini terus berlangsung. Pada 2013 dan
kini 2014 belum tampak indikasi akan naiknya suhu muka laut ini.
Sebaliknya gejala alam
La Nina kian muncul dengan meningkatnya pengumpulan massa udara di kawasan
Indonesia yang membentuk kawasan hangat. Bahkan, di kawasan Samudra Pasifik
sekitar Sulawesi Utara muncul badai tropis yang langka dan menjadi pemicu
cuaca buruk di kawasan Manado dengan curah hujan 200 milimeter per jam selama
24 jam.
Mulai Sumatera Selatan
hingga Maluku Tenggara juga berlangsung cuaca buruk dengan angin kencang,
gelombang tinggi, dan hujan cukup lebat yang berlangsung silih berganti.
Selain pengaruh gejala alam La Nina, juga ada mekanismelataan udara
dingin (adveksi dingin) yang kuat seiring musim dingin di daratan Asia yang
giat dan membentuk awan-awan menjulang tinggi. Proses ini seharusnya melalui
proses pemanasan, tetapi tidak terjadi karena kondisi suhu kurang hangat
akibat pendinginan atmosfer atas.
Sejak 2013
Kondisi ini sebenarnya
sudah mulai pada awal 2013 saat kawasan Jabodetabek turun hujan cukup tinggi
yang maju dari kebiasaan sebelumnya. Sekarang yang terjadi
adalah resultante dari dua sistem gangguan cuaca peredaran global
yang disebut gejala alam La Nina, didukung kondisi regional dengan
menyeruaknya udara dingin daratan Asia yang disebut peristiwa Cold Surge.
Analisis ini diperkuat oleh Profesor CP Chang, seorang ahli Monsun Asia.
Selain itu, kondisi
global juga dipengaruhi oleh aktivitas kolam hangat di atas perairan Samudra
Pasifik dengan munculnya badai tropis yang menyimpang pada pertengahan awal
Januari 2014. Secara umum, badai tropis jarang sekali giat pada saat belahan
Bumi utara mengalami musim dingin, tetapi pada awal tahun ini hangat suhu
laut kawasan kolam hangat (warm pool)
di Samudra Pasifik telah berpadu dengan peristiwa lataan udara
dingin dari daratan Asia. Apa artinya?
Sistem peredaran udara
ternyata berubah seiring perkembangan kegiatan Matahari. Gangguan ini tidak
mungkin dilawan dengan berbagai teknologi buatan manusia yang umumnya
berskala puluhan kilometer.
Kondisi curah hujan
ini mulai menurun akhir dasarian III bulan Januari 2014 hingga dasarian 1
bulan Februari 2014. Meski demikian, banjir masih mungkin terjadi karena ada
pasang naik menuju posisi tertinggi. Normalnya periode puncak hujan akan
berakhir pada dasarian 1 bulan Februari 2014. Akan lebih arif apabila kita
bersiap diri. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar