Pemberantasan
Narkoba
antara
Komitmen dan Kenyataan
HM Prasetyo ; Mantan
JAM Pidum Kejaksaan Agung, Praktisi hukum/advokad
|
MEDIA
INDONESIA, 11 Februari 2014
“Pemberian grasi atau pengampunan oleh
seorang Presiden RI kepada siapa pun pelaku kejahatan narkoba, termasuk
Corby, menjadi sebuah mimpi buruk bagi upaya pemberantasan narkoba di
Indonesia. Sudah seharusnya dalam menggunakan hak tersebut, presiden juga
mendengarkan suara masyarakat.”
PEMBEBASAN bersyarat
yang diterima narapidanakasus narkoba asal Australia Schapelle Leigh Corby
suka tidak suka menimbulkan kontroversi di sebagian masyarakat. Corby
diputuskan bersalah menyelundupkan 4,1 kilogram ganja, dan diganjar hukuman
20 tahun penjara di Lembaga Pemasyarakatan Kerobokan, Bali.
Kemarin, dia menikmati
udara segar di luar jeruji besi kendati belum sepenuhnya bebas. Dari 20 tahun
yang harus dijalani, Corby sudah mendapatkan diskon lima tahun dari Presiden
Susilo Bambang Yudhoyono, pada Mei 2012. Jadi, bisa dibayangkan bagaimana
terlukanya masyarakat ketika Corby seolah mendapatkan perlakukan khusus.
Korting masa hukuman dan kini pembebasan bersyarat setelah sudah sembilan
tahun mendiami sel.
Pemberian remisi,
hingga grasi oleh Presiden, selanjutnya pembebasan bersyarat yang
diperhitungkan setelah pemotongan hukumannya menjadi 15 tahun, dikhawatirkan
justru akan semakin mendorong dan merangsang sindikat peredaran narkotika
internasional untuk meningkatkan operasinya di Indonesia.
Bukti yang terungkap
di persidangan memberikan keyakinan saya bahwa Corby merupakan bagian dari jaringan
sindikat internasional itu. Saat masih dalam proses penanganan perkaranya,
begitu pun saat sedang menangani kasus serupa oleh sembilan warga negara
Australia yang dikenal dengan kasus Bali Nine, pernah Wakil Dubes Australia
di Indonesia mendatangi saya yang ketika itu menjabat Jaksa Agung Muda Tindak
Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung. Dia menyampaikan `imbauannya' agar
warga negaranya tersebut tidak dijatuhi pidana mati. Silakan dengan pidana
penjara berapa lamanya, tapi jangan hukuman mati.
Dijelaskan kepada
mereka bahwa beberapa UU dan hukum positif di Indonesia masih diperlakukan
hukuman mati. Hukuman yang dimaksud disesuaikan dengan jenis kejahatan dan
dampak yang ditimbulkan sesuai UU dan kejahatan yang bersangkutan. Demikianlah
akhirnya Corby divonis 20 tahun penjara, sedangkan beberapa pelaku Bali Nine
antara lain Sukumaran dijatuhi pidana mati.
Tidak konsisten
Pemberian remisi bahkan
pengampunan/grasi, merupakan hak prerogatif presiden yang tiada pihak mana
pun dapat mencegahnya. Namun, menurut saya, penggunaan nya haruslah dilakukan
secara selektif. Manfaat, pengaruh, dan dampak ikutan serta lainnya harus
mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.
Dapat dibayangkan
betapa nar kotika sudah demikian merusak sendi-sendi kehidupan bangsa dan
jutaan masa depan generasi muda. Fakta memperlihatkan bahwa dewasa ini
Indonesia bu kan lagi sekadar menjadi salah satu sasaran daerah pemasaran,
melainkan cenderung sudah dijadikan pusat jaringan peredaran bahkan menjadi
negara produsen narkotika jenis sabu, ekstasi, dll.
Menjadi sebuah
pertanyaan, mengapa hal tersebut sampai demikian? Menurut saya, hal tersebut
tiada lain disebabkan pertama, law enforcement
atau penegakan hukum yang sering tidak konsisten, bahkan lemah. Kedua, adanya
berbagai kebijakan yang diperlakukan berlindung pada peraturan perundangan
dan hak serta kewenangan yang melekat pada sebuah jabatan. Seperti halnya
remisi, pembebasan bersyarat bahkan grasi yang semestinya diperlakukan secara
cermat, bermanfaat, dan tidak serta-merta seperti yang dirasa adil bagi
masyarakat.
Bandingkan dengan
penegakan hukum dan sikap tegas terhadap mereka yang dinyatakan bersalah
melakukan kejahatan yang sama di Malaysia. Jika melebihi hitungan gram
seperti yang ditentukan aturan perundangan mereka, pelakunya bisa dijatuhi
hukuman mati. Hukuman itu dilaksanakan dengan konsisten dan tidak pernah terdengar
adanya kompromi ataupun perlakuan istimewa dari penguasa.
Akhirnya, pemberian
grasi atau pengampunan oleh seorang Presiden RI kepada siapa pun pelaku
kejahatan narkoba, termasuk Corby, menjadi sebuah mimpi buruk bagi upaya
pemberantasan narkoba di Indonesia. Sudah seharusnya dalam penggunaan hak tersebut,
presiden juga mendengarkan suara masyarakat. Harus diingat, dampak narkoba
itu sangatlah buruk. Lihat saja korban-korban yang sudah bergelimpangan dan
semakin lama terus bertambah. Semoga saja hal semacam ini tidak terulang
kembali demi menghindari bencana masa depan bangsa yang demikian mengerikan,
sebagai akibat dari penyalahgunaan narkotika dan obat-obatan berbahaya
lainnya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar