Rabu, 05 Februari 2014

Menggugat Kekayaan Rakyat

Menggugat Kekayaan Rakyat

Zainal Alim Adiwijaya   ;   Dosen dan Peneliti dari Fakultas Ekonomi
Unissula Semarang
SUARA MERDEKA,  04 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
PASAL 33 Ayat 3 UUD 1945 secara tegas mengamatkan, ”bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Teks keramat itu menjadi payung semua undang-undang dan segala bentuk peraturan pengelolaan kekayaan negara. Apa yang terjadi terhadap pengelolaan kekayaan bangsa Indonesia?

Freeport telah mengeksploitasi kekayaan rakyat kita di Papua berupa 72,4 juta kilogram emas. Perusahaan Amerika Serikat itu mendapat bagian 99% dan kita hanya 1%. ExxonMobil, juga dari Amerika, mengekspoitasi gas rakyat kita di Blok Natuna. Padahal di blok itu terkandung gas alam terbesar di dunia, dengan cadangan 202 triliun kaki kubik. ExxonMobil pula yang menambang minyak di Blok Cepu, dan Pertamina hanya ”membantu”. 

Tiap tahun kita kehilangan kekayaan rakyat di laut senilai Rp 240 triliun, dan berapa kerugian negara kita dari hilangnya kekayaan hutan tropis terluas di dunia, dengan luas 39,5 juta hektare? Kekayaan energi dan migas Indonesia mencapai Rp 200 ribu triliun (Qurtubi:2014), yang mestinya dikelola oleh negara serta digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Benarkah kita menjadi sejahtera dengan kekayaan alam sebesar itu? Realitasnya justru sebaliknya mengingat rakyat justru masih harus menyubsidi BBM Rp 200 triliun per tahun. Bahkan dengan kenaikan nilai dolar AS menjadi Rp 12.000  maka nilai subsidi BBM kita tahun ini bakal sekitar Rp 250 triliun. Menyubsidi berarti mengambil uang rakyat ratusan triliun rupiah untuk membayar BBM. Salah kelola terhadap kekayaan alam bangsa Indonesia, seharusnya dikoreksi oleh semua anak bangsa. 
Bila tidak maka bangsa Indonesia bisa menjadi sebagaimana diibaratkan tikus mati di lumbung padi.

Apakah Amerika tak punya kekayaan alam sehingga harus mengeksploitasi kekayaan alam negara-bangsa lain? Sejatinya Amerika memiliki kekayaan alam berlimpah, baik minyak, gas, emas, dan sebagainya. Namun semua anggota senat tak mengizinkan perusahaan apa pun mengambilnya kendati hanya satu tetes atau butir. Kita tentu ingat ketika krisis energi melanda Amerika dan Obama menawarkan solusi sekali waktu mengambil kandungan minyak di Alaska. Para senator menentang gagasannya, dan itu  senapas dengan ajaran Adam Smith, Bapak Ekonomi negara adikuasa tersebut.

Tahun 1776 Smith menulis buku The Wealth of Nations (artinya ”Kekayaan Bangsa-Bangsa” bukan ”Kekayaan Bangsa Amerika”). Kata nations mengandung arti jamak, bangsa-bangsa. Artinya, Amerika sebagai negara adikuasa, adidaya, tak harus mengelola kekayaan bumi Amerika untuk digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat Amerika tetapi ”boleh” mengelola dari kekayaan negara-bangsa lain di dunia. Adapun kekayaan alam bumi Amerika dijadikan simpanan untuk masa depan. Kalau energi dan migas di dunia sudah menipis, bahkan habis maka Amerika adalah negara yang masih memiliki semua kekayaan itu.

Mari kita lihat apa dan bagaimana yang dilakukan ketua (waktu itu) Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) kita. Rudi Rubiandini, dosen teladan dari universitas terbaik negeri ini tampaknya tidak lulus mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan (PKn). Dia ”lupa” bagaimana mengelola bumi, air, dan kekayaan alam bangsanya sendiri. Ia malah melanggengkan budaya perampasan kekayaan negara, dan Rp 7 miliar tertangkap tangan disita oleh KPK.

Terus Merugi

Kerugian negara dari permainan sektor migas ini hanyalah fenomena puncak gunung es dari banyaknya kekayaan negara yang hilang. SKK Migas juga tidak mampu melakukan efisiensi dalam cost recovery migas sehingga negara terus merugi ratusan triliun rupiah. SKK Migas juga tidak memiliki payung hukum sesuai dengan konstitusi dalam mengelola kekayaan negara. Akibatnya, kekayaan energi dan migas rakyat kita senilai Rp 200 triliun tidak mampu menyumbang APBN. Yang terjadi justru sebaliknya, ratusan triliun rupiah APBN rakyat kita diambil untuk menyubsidi harga BBM.

Melihat payung hukum SKK Migas yang tak sesuai dengan konstitusi maka langkah pertama; bubarkan institusi itu. Kedua; bentuk perusahaan negara yang ”menguasai” kekayaan bumi, air, udara, dan kekayaan lainnya dan menggunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. Bila kekayaan kita tidak dikuasai oleh negara dan tidak digunakan sebesar-besarnya demi kepentingan rakyat, malah dikuasai perusahaan asing, berarti terjadi kegagalan pengelolaan kekayaan negara.

Rakyat Indonesia adalah pemilik sah Bumi Pertiwi. Semua kekayaan kita tak boleh lagi dikuasai investor asing sehingga negara terus-menerus merugi. Dominasi operasional Freeport, ExxonMobil dan sebagainya menjadi bukti negara asing menguras kekayaan Indonesia. Kekayaan besar bangsa ini harus dijaga dan dikelola oleh seluruh anak bangsa. Kekayaan bangsa Indonesia harus bisa memakmurkan rakyat, bukan justru pengelolaannya menguras uang rakyat di APBN dalam wujud subsisi-subsidi yang tidak perlu. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar