Jumat, 07 Februari 2014

Konfidensi Yingluck Gelar Pemilu

Konfidensi Yingluck Gelar Pemilu

Chusnan Maghribi   ;   Alumnus Hubungan Internasional FISIP
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
SUARA MERDDEKA,  06 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
"Panglima Angkatan Bersenjata Jendral Prayuth Chanocha berulang kali menyatakan militer bersikap netral"

KENDATI Mahkamah Konstitusi Thailand menyeru pemerintah caretaker supaya menunda penyelenggaraan pemilu, Perdana Menteri (PM) Yingluck Shinawatra tak menggubris. Seruan itu berkait kondisi keamanan dianggap kurang kondusif menyusul unjuk rasa ribuan pendukung oposisi di Bangkok yang tidak kunjung berakhir. Yingluck bersikukuh dengan keputusannya menggelar pemilu sesuai jadwal, yakni 2 Februari 2014. Keputusan itu kembali ditegaskan saat dia beserta jajarannya menemui pengurus Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Gedung Army Club Jalan Vibhavadi Rangsit Bangkok (28/1/14).

Seusai pertemuan tersebut, Deputi PM Phongthep Thepanjana mengatakan,      ''pemilu diselenggarakan sesuai jadwal karena pemerintah bisa mengatasi semua masalah terkait pemilihan. Menunda penyelenggaraan pemilu tak akan jadi solusi bagi krisis politik yang tengah berlangsung.” Ini tentu menunjukkan kepercayaan diri Yingluck yang kuat menggelar pemilu di tengah krisis politik yang berlarut-larut itu.

Mengapa Yingluck sangat percaya diri mampu menggelar pemilu sesuai jadwal di tengah aksi protes ribuan pendukung oposisi, khususnya di Bangkok? Setidak-tidaknya ada tiga alasan penting yang mendasari. Pertama; Raja Bhumibol Adulyadej memberi restu pada akhir Desember lalu saat Yingluck menemuinya dan mengusulkan penyelenggaraan pemilu dini 2 Februari 2014 sebagai solusi krisis.

Bhumibol adalah raja karismatik dan masyarakat Thailand menganggap ucapannya sebagai sabda yang mesti ditaati, serta bisa menjadi ìmantra saktiî yang sanggup menyelesaikan masalah, terutama saat menengahi pihak-pihak yang bertikai. Secara tradisional raja yang kini berusia 85 tahun itu berperan sebagai problem solver saat negara ataupun pemerintah menghadapi persoalan serius. Karena itu, restunya terhadap usulan Yingluck menyelenggarakan pemilu pada 2 Februari 2014 memberi kontribusi besar bagi penguatan kepercayaan diri Yingluck menggelar pemilu sesuai jadwal.

Kedua; massa prooposisi yang berunjuk rasa ìmemblokadeî Bangkok sejak 13 Januari lalu tidak cukup kuat dan efektif  menekan pemerintahan sementara pimpinan Yingluck. Target pengunjuk rasa melumpuhkan Bangkok ataupun pemerintah, tidak tercapai. Warga bisa lalu-lalang di jalan-jalan di Bangkok, dan Yingluck beserta jajarannya tetap menjalankan tugas, termasuk mematangkan persiapkan penyelenggaraan pemilu 2 Februari 2014.

Tidak cukup kuatnya pengunjuk rasa prooposisi juga terlihat ketika Suthin Taratin (salah seorang pemimpin demonstran) tewas tertembak saat berorasi (26/1). Reaksi oposisi beserta pendukungnya datar-datar saja, tidak terlihat ingin menjadikan kematian Suthin sebagai suplemen untuk memperkuat tekanan terhadap Yingluck. Mereka malah terlihat grogi dan ciut nyali melanjutkan aksi unjuk rasa. Terbukti setelah kematian Suthin, pemuka oposisi sekaligus pemimpin Komite Reformasi Rakyat Demokrat (PDRC) Suthep Thaugsuban meminta perlindungan militer demi menjamin keselamatan diri dan ribuan demonstran yang mendukungnya.

Netralitas Aparat

Ketiga; netralitas aparat keamanan. Saat ribuan pendukung oposisi mulai melancarkan demonstrasi November lalu aparat keamanan memang terlihat cenderung memihak dengan misalnya membiarkan massa prooposisi menduduki beberapa gedung pemerintah semisal gedung Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian. Namun, setelah Yingluck pada Desember lalu menghadap Raja Bhumibol dan mengumumkan penyelenggaraan pemilu 2 Februari 2014, kecenderungan keberpihakan mereka bergeser, berubah menjadi netral.

Netralitas mereka selain dibuktikan dengan langkah menyeterilisasi gedung-gedung pemerintah dari pendudukan para demonstran, juga Panglima Angkatan Bersenjata Jendral Prayuth Chanocha yang berulang kali menyatakan militer netral, tidak mendukung salah satu dari dua pihak yang berseteru.

Pemilu itu sejatinya dilaksanakan tiga tahap, yaitu tahap awal berlangsung pekan ketiga Januari 2014 yang terganggu atau tepatnya coba digagalkan demonstran. Pemilu tahap awal ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa memilih pada 2 Februari. Tercatat ada 2 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam pemilu tahap awal ini.

Kemudian pemilu tahap kedua yang diikuti oleh mayoritas pemilih di seantero negeri pada 2 Februari. Adapun pemilu tahap ketiga yang akan digelar akhir Februari ini. Terdapat 83 daerah pemilihan yang akan melaksanakan pemilu akhir bulan ini. Yingluck  percaya pelaksanaan pemilu yang dimajukan satu tahun lebih cepat itu berlangsung seperti diinginkan: selain berhasil diselenggarakan di tengah krisis, sekaligus dimenangi oleh partai yang dipimpinnya (Puea Thai).

Sayang, meski pemilu akhirnya bisa dipaksakan diselenggarakan sesuai jadwal, dikhawatirkan hasilnya, siapa pun pemenangnya, tak sanggup memberi garansi 100 persen bakal mengakhiri krisis politik di Negeri Gajah Putih yang sudah merenggut cukup banyak korban. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar