Konfidensi
Yingluck Gelar Pemilu
Chusnan Maghribi ; Alumnus
Hubungan Internasional FISIP
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
|
SUARA
MERDDEKA, 06 Februari 2014
"Panglima Angkatan Bersenjata
Jendral Prayuth Chanocha berulang kali menyatakan militer bersikap
netral"
KENDATI
Mahkamah Konstitusi Thailand menyeru pemerintah caretaker supaya menunda penyelenggaraan pemilu, Perdana Menteri
(PM) Yingluck Shinawatra tak menggubris. Seruan itu berkait kondisi keamanan
dianggap kurang kondusif menyusul unjuk rasa ribuan pendukung oposisi di
Bangkok yang tidak kunjung berakhir. Yingluck bersikukuh dengan keputusannya
menggelar pemilu sesuai jadwal, yakni 2 Februari 2014. Keputusan itu kembali
ditegaskan saat dia beserta jajarannya menemui pengurus Komisi Pemilihan Umum
(KPU) di Gedung Army Club Jalan Vibhavadi Rangsit Bangkok (28/1/14).
Seusai
pertemuan tersebut, Deputi PM Phongthep Thepanjana mengatakan, ''pemilu
diselenggarakan sesuai jadwal karena pemerintah bisa mengatasi semua masalah
terkait pemilihan. Menunda penyelenggaraan pemilu tak akan jadi solusi bagi
krisis politik yang tengah berlangsung.” Ini tentu menunjukkan
kepercayaan diri Yingluck yang kuat menggelar pemilu di tengah krisis politik
yang berlarut-larut itu.
Mengapa
Yingluck sangat percaya diri mampu menggelar pemilu sesuai jadwal di tengah
aksi protes ribuan pendukung oposisi, khususnya di Bangkok? Setidak-tidaknya
ada tiga alasan penting yang mendasari. Pertama; Raja Bhumibol Adulyadej
memberi restu pada akhir Desember lalu saat Yingluck menemuinya dan
mengusulkan penyelenggaraan pemilu dini 2 Februari 2014 sebagai solusi
krisis.
Bhumibol
adalah raja karismatik dan masyarakat Thailand menganggap ucapannya sebagai
sabda yang mesti ditaati, serta bisa menjadi ìmantra saktiî yang sanggup
menyelesaikan masalah, terutama saat menengahi pihak-pihak yang bertikai.
Secara tradisional raja yang kini berusia 85 tahun itu berperan sebagai
problem solver saat negara ataupun pemerintah menghadapi persoalan serius.
Karena itu, restunya terhadap usulan Yingluck menyelenggarakan pemilu pada 2
Februari 2014 memberi kontribusi besar bagi penguatan kepercayaan diri
Yingluck menggelar pemilu sesuai jadwal.
Kedua;
massa prooposisi yang berunjuk rasa ìmemblokadeî Bangkok sejak 13 Januari
lalu tidak cukup kuat dan efektif
menekan pemerintahan sementara pimpinan Yingluck. Target pengunjuk
rasa melumpuhkan Bangkok ataupun pemerintah, tidak tercapai. Warga bisa
lalu-lalang di jalan-jalan di Bangkok, dan Yingluck beserta jajarannya tetap
menjalankan tugas, termasuk mematangkan persiapkan penyelenggaraan pemilu 2
Februari 2014.
Tidak
cukup kuatnya pengunjuk rasa prooposisi juga terlihat ketika Suthin Taratin
(salah seorang pemimpin demonstran) tewas tertembak saat berorasi (26/1).
Reaksi oposisi beserta pendukungnya datar-datar saja, tidak terlihat ingin
menjadikan kematian Suthin sebagai suplemen untuk memperkuat tekanan terhadap
Yingluck. Mereka malah terlihat grogi dan ciut nyali melanjutkan aksi unjuk
rasa. Terbukti setelah kematian Suthin, pemuka oposisi sekaligus pemimpin
Komite Reformasi Rakyat Demokrat (PDRC) Suthep Thaugsuban meminta
perlindungan militer demi menjamin keselamatan diri dan ribuan demonstran
yang mendukungnya.
Netralitas Aparat
Ketiga;
netralitas aparat keamanan. Saat ribuan pendukung oposisi mulai melancarkan
demonstrasi November lalu aparat keamanan memang terlihat cenderung memihak
dengan misalnya membiarkan massa prooposisi menduduki beberapa gedung
pemerintah semisal gedung Kementerian Keuangan dan Kementerian Pertanian.
Namun, setelah Yingluck pada Desember lalu menghadap Raja Bhumibol dan
mengumumkan penyelenggaraan pemilu 2 Februari 2014, kecenderungan
keberpihakan mereka bergeser, berubah menjadi netral.
Netralitas
mereka selain dibuktikan dengan langkah menyeterilisasi gedung-gedung
pemerintah dari pendudukan para demonstran, juga Panglima Angkatan Bersenjata
Jendral Prayuth Chanocha yang berulang kali menyatakan militer netral, tidak
mendukung salah satu dari dua pihak yang berseteru.
Pemilu
itu sejatinya dilaksanakan tiga tahap, yaitu tahap awal berlangsung pekan
ketiga Januari 2014 yang terganggu atau tepatnya coba digagalkan demonstran.
Pemilu tahap awal ini diperuntukkan bagi mereka yang tidak bisa memilih pada
2 Februari. Tercatat ada 2 juta pemilih yang menggunakan hak pilihnya dalam
pemilu tahap awal ini.
Kemudian
pemilu tahap kedua yang diikuti oleh mayoritas pemilih di seantero negeri
pada 2 Februari. Adapun pemilu tahap ketiga yang akan digelar akhir Februari
ini. Terdapat 83 daerah pemilihan yang akan melaksanakan pemilu akhir bulan
ini. Yingluck percaya pelaksanaan
pemilu yang dimajukan satu tahun lebih cepat itu berlangsung seperti
diinginkan: selain berhasil diselenggarakan di tengah krisis, sekaligus
dimenangi oleh partai yang dipimpinnya (Puea Thai).
Sayang,
meski pemilu akhirnya bisa dipaksakan diselenggarakan sesuai jadwal,
dikhawatirkan hasilnya, siapa pun pemenangnya, tak sanggup memberi garansi
100 persen bakal mengakhiri krisis politik di Negeri Gajah Putih yang sudah
merenggut cukup banyak korban. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar