Imbas
Kenaikan Harga
Pande Radja Silalahi ; Peneliti Senior CSIS
|
SUARA
KARYA, 20 Februari 2014
Kerusakan infrastruktur seperti jalan
akibat cuaca buruk atau bencana--banjir dan gunung meletus--bisa sangat
mengkhawatirkan. Selain menghambat aktivitas harian masyarakat, juga
menghambat distribusi pasokan bahan makanan hingga berpengaruh terhadap
kenaikan harga.
Sekarang ini masyarakat, khususnya
yang terkena imbas bencana alam, hanya bisa pasrah menerima kenyataan dan
terus berharap agar kehidupan hari mendatang tidak makin sulit. Bagaimanapun,
banjir dan bencana erupsi gunung berapi di beberapa wilayah Tanah Air
mempersulit lalu lintas barang dan jasa. Jalan yang berlubang-lubang akibat
banjir menyebabkan arus lalu lintas tersendat dan bahkan menjadi ancaman
keselamatan bagi masyarakat yang mempergunakannya. Demikian pula kabut debu
dan lahar dingin akan tetap mengganggu aktivitas warga masyarakat luas.
Dari sudut pandang ekonomi atau
bisnis, terjadinya kemacetan atau keterlambatan arus logistik dan
meningkatnya risiko keselamatan akibat bencana berarti peningkatan biaya.
Pertanyaannya, siapa yang akan memikul kenaikan biaya tersebut? Bagi
masyarakat yang pendapatannya rendah atau pas-pasan, masalah itu serius atau
bahkan sangat serius.
Bagi mereka, mengurangi konsumsi
pangan bukanlah hal yang mudah dan bahkan tidak mungkin. Dengan demikian,
sebagai akibat kenaikan harga pangan yang tinggi, mereka terpaksa
mengorbankan pengeluaran keperluan lainnya, misalnya untuk keperluan sandang
atau kesehatan.
Kenyataan yang ada menunjukkan bahwa
harga beberapa komoditas tertentu seperti beras, bawang, cabai, dan beberapa
produk pertanian sangat sensitif terhadap terjadinya gangguan pada jalan,
cuaca buruk, dan bencana. Pengalaman menunjukkan terganggunya lalu lintas
antarprovinsi menyebabkan harga beberapa komoditas tertentu meroket. Hal ini
biasanya dipicu juga oleh ulah para spekulan.
Masyarakat di sekitar Gunung Sinabung
tentu mengalami tekanan ekonomi yang sangat besar karena dalam hitungan bulan
mereka pasti belum dapat memanfaatkan lahan seperti sebelum terjadi erupsi.
Demikian pula masyarakat di sebagian wilayah Jatim dan Jateng, yang tanaman
pangannya hancur akibat kebanjiran atau terkena imbas letusan Gunung Kelud
dan harus menunggu beberapa bulan sebelum kembali dapat menjual hasil
pertaniannya. Secara kuantitas, kerugian yang dialami sebagai akibat cuaca
buruk dan bencana alam yang terjadi belakangan ini sangat besar dan tidak
merata bagi seluruh lapisan masyarakat.
Menyimak dampak yang terjadi sebagai
akibat cuaca buruk dan bencana alam dapatlah dipastikan bahwa biaya
penanggulangan yang dibutuhkan relatif besar dan biaya tersebut belum
tersedia dalam APBN tahun berjalan. Bagi Indonesia, alasan tidak tersedianya
dana untuk menanggulangi dampak yang dimaksudkan pada hakikatnya tidaklah
tepat.
Dana yang tersedia yang dapat dikelola
oleh pemerintah masih membuka peluang untuk meminimalkan akibat bencana alam
tersebut. Sisa anggaran masih dapat dipergunakan, subsidi yang tidak tepat
sasaran masih dapat diarahkan pada sasaran yang tepat. Masalahnya, apakah di
tahun politik ini ada kemauan dari pemerintah dan seluruh masyarakat serta
utamanya masyarakat politik untuk fokus mengatasi dampak cuaca buruk dan
bencana yang terjadi? ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar