Minggu, 23 Februari 2014

Guru sebagai Public Relations

Guru sebagai Public Relations

Hendra Riofita  ;   Dosen Prodi Pendidikan Ekonomi Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sultan Sarif Kasim Riau
SUARA KARYA,  22 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                                                                                       
Guru merupakan ujung tombak sekolah dalam mewujudkan visi dan misi pendidikan. Jika sekolah tidak mau gagal, guru tentu tidak boleh mengabaikan apalagi meniadakan tujuan pendidikan. Dengan kata lain, apa dan bagaimanapun cara yang ditempuh guru dalam menyampaikan materi kepada murid, tujuannya tetap harus diselaraskan antara keberhasilan murid dengan keterwujudan visi dan misi sekolah. Dalam konteks ini, guru tentu tidak ada bedanya dengan para public relation (PR) yang bekerja di perusahaan, yang bekerja untuk kepentingan semua pihak baik internal maupun eksternal.

Sesungguhnya banyak persamaan antara guru di sekolah dengan PR di perusahaan. Pertama, baik guru maupun PR sama-sama dituntut oleh pekerjaannya untuk memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas guna menunjang komunikasi yang efektif dan efisien kepada semua pihak. Karena itu, tidak ada alasan bagi guru maupun PR untuk tidak meng update pengetahuan dan wawasan mereka setiap saat, agar komunikasi mereka selalu berbobot dan berisi.

Kedua, adalah tentang citra diri. Baik guru maupun PR sama-sama "menjual" citra diri dalam bekerja. Citra diri yang baik akan menumbuhkan tingkat kepercayaan yang tinggi terhadap apa yang mereka sampaikan, dan sebaliknya, citra diri yang buruk akan menurunkan tingkat kepercayaan terhadap apa yang mereka sampaikan. Kata lainnya, semakin profesional penampilannya, akan semakin tinggi tingkat kepercayaan yang didapat dan semakin tinggi pula nilai reputasi mereka di mata khalayak. Sebab itu, mengemas tingkah laku dan perilaku dengan baik menjadi kunci sukses mereka untuk mendapatkan citra diri. Dan, ketiga, guru dan PR sama-sama menjadikan publik (murid/orang) sebagai objek.

Bila dipilah maka objek tersebut bisa dikategorikan menjadi tiga kelompok. Pertama, orang yang kenal mereka dan suka mereka. Kedua, orang yang kenal mereka tapi tidak suka mereka, dan ketiga, orang yang tidak kenal mereka dan tidak peduli dengan mereka. Baik guru maupun PR tidak bisa bekerja dengan, dan untuk orang-orang yang masuk pada kelompok dua dan tiga. Oleh karena itu, dengan piawai mereka harus membuat kelompok tersebut berubah menjadi orang-orang yang berada di dalam kelompok satu.

Lalu, sama seperti PR yang membangun dan menjaga hubungan dan kebersamaannya dengan publik, guru juga membangun dan menjaga hubungan dan kebersamaannya dengan murid. Karena itu, baik guru maupun PR, tidak akan melakukan interaksi secara formal saja tetapi juga akan melakukannya secara informal, agar misi dan tujuan yang mereka emban mendapat tempat dengan sempurna di hati orang-orang yang mereka tuju. Karena itu, membangun kebersamaan adalah semacam sebuah "kewajiban" bagi mereka.

Keempat hal diatas tentu hanya merupakan sebagian saja dari banyak persamaan yang dimiliki oleh guru dan PR. Namun demikian, tidaklah salah bila disimpulkan bahwa mereka sama-sama harus memiliki kemampuan berkomunikasi, kemampuan mengorganisir, kemampuan bergaul, berkepribadian yang jujur dan memiliki imajinasi yang kuat untuk menunjang kesuksesan pekerjaan mereka.

Lebih jauh, hal-hal berikut merupakan kriteria yang konkret bagi seorang guru untuk bekerja sebagai seorang PR. Pertama, sehubungan dengan peranan guru yang begitu banyak di sekolah yaitu sebagai pendidik, motivator, administrator, innovator, menejer, supervisor, pemimpin, dinamisator, pemimpin dan evaluator, maka guru sebenarnya dituntut bisa bekerja pada suasana yang penuh tantangan dan tekanan seperti tekanan waktu, beban kerja, pemikiran, tenaga dan sebagainya dalam waktu yang bersamaan. Bila guru memiliki kemampuan ini dan bersedia untuk menghadirkannya pada keseharian kerja di sekolah, niscaya guru sudah memiliki sebagian dari kriteria yang dimiliki PR.

Kedua, kriteria lain yang harus dimiliki oleh guru untuk bekerja seperti PR adalah kemampuan untuk mengorganisasi. Maksudnya adalah guru mampu menyusun pekerjaannya secara tertata dari awal sampai akhir walaupun harus melibatkan stake holders, kepala sekolah, rekan sesama guru, para murid, orang tua dan lain sebagainya untuk tujuan tersebut. Akibatnya, guru harus bisa bekerja sama dan membuka diri untuk kritikan dan saran dari siapa saja dan menjalin komunikasi dengan mereka dalam suasana yang penuh empati dan simpati alias peka terhadap perasaan orang lain.

Ketiga, guru adalah sumber teladan, pribadi yang digugu dan ditiru. Oleh sebab itu tidak salah bila guru juga disebut sebagai seorang pemimpin yang diikuti oleh murid dan orang-orang disekitarnya. Sebagai seorang pemimpin, guru tentu harus bisa bekerja dengan baik meski dalam waktu yang tidak beraturan, agar tuntutan peranannya seperti yang telah disebut dalam poin pertama diatas, bisa terpenuhi. 

Lebih jauh, sebagai pemimpin, guru juga dituntut untuk memiliki pertimbangan yang matang untuk semua keputusan yang diambilnya walaupun dalam waktu yang singkat. Jika demikian, maka guru sudah bekerja layaknya seorang PR bekerja.

Keempat, di dalam kelas guru tidak bisa tidak juga harus bisa berperan sebagai seorang "penjual" yang baik. Hanya dengan menjadi "penjual" yang baik lah guru akan mampu membuat anak didik membeli (baca: bisa menerima dan mengerti) materi yang disampaikan. Karena itu, seperti seorang PR, penguasaan akan teknik menjual jasa yang baik untuk kemudian mengimajinasikan dan mengimplementasikannya kepada stake holders tentu juga menjadi suatu keharusan bagi guru.

Kelima, seorang PR selalu bekerja dengan cerdas, cekatan, menarik dan dinamis. Dalam keseharian, hal-hal seperti ini adalah kriteria yang dengan sendirinya sudah melekat pada jati diri seorang guru yang professional.
Jadi, apakah guru bekerja sebagai seorang PR? Jawabannya tentu bukan ya atau tidak, karena semua yang melekat pada seorang PR, sejatinya juga sudah melekat pada seorang guru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar