Sabtu, 09 Juni 2012

Keringat Para Buruh di Euro 2012


Keringat Para Buruh di Euro 2012
Endang Suarini ; Aktivis buruh di Sidoarjo
SUMBER :  JAWA POS, 8 Juni 2012



SEJAK kick off pada 1960 di Prancis, dengan Uni Soviet sebagai juara, ajang empat tahunan Piala Eropa atau Euro selalu menyita perhatian. Para penggemar sepak bola di dunia, termasuk di Tanah Air, pasti tidak akan melewatkan satu pertandingan pun di ajang Euro 2012 yang mulai berlangsung besok, 8 Juni, hingga 1 Juli 2012 di Polandia dan Ukraina.

Inilah untuk yang pertama dua negara Eropa Timur bertindak sebagai tuan rumah, mengingat sebelumnya perhelatan akbar bola ini selalu berlangsung di negara-negara Eropa Barat. Tidak heran slogan Euro kali ini adalah "Creating History Together" (Rubrik Euro 2012, Jawa Pos, 1 Juni 2012, hal 21).

Para komentator atau analis bola "dadakan" pasti akan banyak muncul, mengulas strategi, teknik, dan prediksi pertandingan. Para politikus, pejabat pemerintah, akademisi, pengusaha pasti akan membicarakan Euro. Bahkan, pengurus di dua PSSI kita juga akan membicarakan Euro di tengah ancaman sanksi FIFA untuk negeri kita.

Tentu saja, para buruh di negeri ini, khususnya yang doyan bola, akan berjuang mati-matian untuk bisa menyaksikan Euro. Mengingat rata-rata, pertandingan dimainkan tengah malam atau dini hari waktu Indonesia, dijamin akan banyak buruh tidak maksimal dalam bekerja selama perhelatan Euro.

Para buruh memang bukan pemain bola yang ikut bermain di ajang sepak bola akbar Euro kali ini. Namun, jangan lupa perhelatan sepak bola yang kerap disebut sebagai Piala Dunia mini itu tidak akan mungkin berlangsung tanpa kontribusi para buruh. Ini bukan melebih-lebihkan peran buruh. Ada cukup banyak jejak buruh yang bisa dilihat.

Serikat Buruh Solidaritas

Misalnya negara Polandia bisa menjadi salah satu tuan rumah karena dibangun di atas perjuangan para buruh. Kita mungkin masih ingat, berkat perjuangan tanpa kekerasan dari Serikat Buruh "Solidarnosc" (Solidaritas) yang dipimpin Lech Walesa sepanjang dekade 1980-an, rezim komunis bisa diruntuhkah. Kota Gdanks, salah satu di antara empat kota tuan rumah Euro, adalah saksi runtuhnya rezim komunis negeri itu.

Bahkan, dunia mencatat, Walesa yang semula buruh bagian listrik di galangan kapal kemudian dianugerahi Nobel Perdamaian (1983) dan menjadi presiden (1990-1994). Ketika berkunjung ke negeri kita pada 2010, Walesa pernah mengatakan, demokrasi tidak berarti jika banyak pengangguran atau upah buruh terus rendah karena para buruh sesungguhnya merupakan benteng terkuat negara.

Yang pasti, berkat demokrasi yang dibangun di atas perjuangan para buruh, Polandia kini menjadi negara demokratis. Di tengah krisis utang negara-negara Eropa Barat, ekonomi Polandia ternyata cukup stabil. Stabilitas ekonomi itu terlihat dari kemampuan Polandia membangun infrastruktur dan segala pernak-pernik untuk Euro. Untuk membangun empat stadion di Kota Warsawa, Gdansk, Poznan, dan Wroclaw beserta pengeluaran lainnya, pemerintah Polandia harus mengeluarkan sekitar USD 10,3 miliar atau Rp 90 triliun. Misalnya Stadion Warsawa, yang secara resmi dibuka untuk publik pada 29 Januari 2012 dan dipakai untuk partai pembuka Euro, kabarnya menelan biaya hingga 500 juta euro atau hampir Rp 6 triliun.

Ketika pembangunan stadion dan fasilitas pelengkap lainnya, di situlah banyak dimanfaatkan tenaga dan pemikiran para buruh, seperti kuli bangunan, tukang, dan sebagainya. Dengan etos kerja keras, para buruh Polandia sudah lama dikenal sebagai buruh yang menghargai pekerjaan.Terlebih didorong semangat nasionalisme, yakni apa yang dikerjakan para buruh demi keharuman nama bangsa, nyaris semua hal yang dibutuhkan oleh Polandia selaku tuan rumah dapat dipenuhi.

Memang pernah sempat merebak kecemasan ketika pada Hari Buruh awal Mei lalu, para buruh mengancam akan mengganggu Euro bila pemerintah Polandia tetap meneruskan kebijakan memperpanjang batas usia pensiun sekaligus memotong beberapa hak pensiun para buruh. Namun, Perdana Mentri Polandia Donald Tusk akhirnya bisa meredam kemarahan para buruh, lewat dialog dengan para pemimpin serikat buruh.

Gaji "Buruh" Bola

Ancaman kemarahan itu kini berubah jadi sukacita ketika perhelatan bersejarah Euro dilansungkan. Tentu sukacita bola bukan hanya milik para buruh Polandia atau Ukraina. Tetapi juga para buruh di seluruh dunia. Maklum, menjadi olahraga favorit, sepak bola juga sudah menjadi industri yang menyerap banyak tenaga kerja di mana-mana.

Akhirnya, bagi para buruh di Tanah Air, Euro juga pasti akan membawa sukacita tersendiri. Perhelatan akbar bola ini akan jadi "intermezzo" atau selingan yang menghibur di tengah beragam masalah, seperti mahalnya harga-harga kebutuhan pokok, di tengah gaji buruh yang rendah. Tetapi, para buruh jangan bermimpi akan seperti Christiano Ronaldo atau pemain bola Eropa yang digaji Rp 2 miliar per pekan. Andai gaji 100 buruh di sini dikumpulkan semua sepanjang 100 tahun, masih tidak akan mampu mencapai jumlah Rp 2 miliar itu.

Nah, daripada tidak bahagia selalu memikirkan gaji rendah, mari kita nikmati saja semua laga selama Euro. ●

1 komentar:

  1. Artikel di atas bukan dari KOMPAS tapi Jawa Pos, Pak

    BalasHapus