Adopsi
Teknologi Netral
Heru Sutadi ; Pegiat
di Indonesia ICT Institute
SUMBER : SUARA
KARYA, 8 Juni 2012
UU No 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang 2005-2025
pada Lampiran bagian D mengamanatkan bahwa pembangunan telematika
(telekomunikasi dan informatika) diarahkan untuk mendorong terciptakan
masyarakat berbasis ilmu pengetahuan (knowledge based society). Salah satu
upaya yang ditempuh adalah melalui penerapan konsep teknologi netral yang
responsif terhadap kebutuhan pasar dan industri.
Ada beberapa pengertian mengenai teknologi netral. Dalam UU
Informasi dan Transaksi Elektronik No 11/ 2008, teknologi netral atau kebebasan
memilih teknologi diartikan sebagai pemanfaatan teknologi informasi dengan
tidak terfokus pada penggunaan teknologi tertentu, sehingga dapat mengikuti
perkembangan ke depan.
Sementara itu, konsep teknologi netral dipakai pula terkait dengan
pemanfaatan frekuensi. Pada beberapa alokasi pita frekuensi (850 MHz, 900 MHz
dan 1800 MHz), kewajiban Biaya Hak Penggunaan (BHP) frekuensi diubah dari Izin
Stasiun Radio ke BHP Pita. Maka, pengenaan biaya penggunaan spektrum frekuensi
tidak lagi ke teknologi/BTS tapi ke lebar pita (bandwidth). Itu artinya,
frekuensi dapat dipakai untuk teknologi apa pun sepanjang mengikuti standar
internasional dan tidak menimbulkan gangguan pada layanan eksisting.
Salah satu bentuk adopsi teknologi netral dalam pemanfaatan
spektrum frekuensi diatur dalam Permen Kominfo No 19/2011 terkait dengan
perkembangan teknologi Broadband Wireless Access di 2,3 GHz. Aturan ini
dikeluarkan untuk menjawab salah satu tantangan perubahan teknologi dan
memenuhi target penyebaran pita lebar (broadband) nasional sebagaimana tertuang
dalam Master Plan Percepatan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI). Adapun
beberapa batasan teknologi netral yang dimaksud adalah moda penggunaan frekuensi
TDD (time division duplex), jenis
layanan sesuai peruntukan penggunaan pita frekuensi radio dan izin
penyelenggaraan telekomunikasi yang ditetapkan serta tidak hanya terbatas pada
teknologi WiMax 16.d dan 16.e saja.
Adopsi ini sebenarnya bukan tanpa sebab. Berdasarkan fakta,
pemenang seleksi penyelenggaraan jaringan tetap lokal berbasis packet switched yang menggunakan pita
frekuensi radio 2360-2390 MHz untuk keperluan layanan pita lebar nirkabel (wireless bro adband access) dari tahun
2009 sampai pertengahan 2011 masih belum dapat memberikan penyediaan layanan
kepada masyarakat sesuai komitmennya. Selain itu, juga atas pertimbangan adanya
aspirasi dari pemenang seleksi untuk dapat menggunakan teknologi berkelanjutan
(sustainable), yang mampu bersaing
dengan teknologi lainnya dan pada akhirnya dapat mendukung ketersedian layanan
teknologi informasi bagi masyarakat.
Pengaturan layanan berbasis netral teknologi ini memberi kebebasan
kepada penyelenggara untuk memilih teknologi dalam rangka mengoperasikan jenis
layanannya. Antara lain, dengan tujuan efisiensi penggunaan spektrum frekuensi
radio, mendorong perkembangan dan inovasi teknologi informasi, menjamin
keberlanjutan (sustainable) teknologi
yang mampu bersaing antarteknologi satu dan lainnya; serta memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
Suka atau tidak suka, dalam pemanfaatan frekuensi, satu rentang
frekuensi yang dapat digunakan untuk teknologi yang berbeda baru di 2,3 GHz.
Soal apakah rentang frekuensi lain dapat dipakai untuk teknologi yang berbeda
termasuk dari yang dipakai sekarang, tentu ini menjadi tantangan tersendiri.
Di banyak negara, khususnya untuk penggunaan frekuensi 900 MHz dan
1800 MHz yang sekarang ini banyak dipakai oleh operator seluler ditata kembali
dengan istilah refarming.
Konsep ini menjadi pembicaraan karena teknologi terkini, mengingat
spektrum frekuensi merupakan sumber daya terbatas. Arahnya adalah
mengoptimalisasi spektrum yang sudah dialokasikan dengan teknologi terbaru.
Indonesia sendiri telah memberikan peluang dilaksanakannya netral teknologi
pada kedua pita frekuensi tersebut melalui pengaturan kewajiban BHP berdasarkan
pita. Namun uniknya, setiap negara memiliki aturan main berbeda mengenai
bagaimana pengalokasian spektrum, pemanfaataan spektrum untuk layanan/teknologi
apa dan berapa lama spektrum dapat dimanfaatkan oleh operator.
Belum lagi, dengan kebijakan International
Telecommunication Union (ITU) yang membagi dunia ini menjadi tiga region di
mana Indonesia sebagai negara Asia masuk di region 3. Sementara Eropa di region
1 dan Amerika di region 2. Dampaknya, teknologi yang dipakai di region 2,
misalnya, bisa berbeda dengan di region 3. Kasus Ipad 4G contohnya, disebut 4G
di Amerika Serikat karena mereka menggunakan LTE di 700 MHz.
Koordinasi, filterisasi di sisi transmitter maupun receiver
maupun pengaturan daya keluaran BTS menjadi hal yang harus dilakukan agar
interferensi tidak terjadi. Sehingga, sebelum diputuskan apakah teknologi
netral diadopsi untuk teknologi-teknologi terbaru, perlu dilakukan uji coba apa
pengaruhnya terhadap teknologi lain dalam rentang frekuensi yang sama, maupun
rentang frekuensi lain yang berdekatan.
Dalam implementasi teknologi netral, pemilihan alat dan perangkat
telekomunikasi seperti base station,
antenna serta subscriber station
wajib memenuhi persyaratan teknis yang ditetapkan. Karena, operator telah
membayar BHP Frekuensi berdasarkan Pita, maka operator akan sangat hati-hati
dalam melakukan perencananaan dan pemilihan teknologi yang digunakan karena
akan berdampak kepada efisiensi biaya investasi yang dibelanjakan.
Mengingat Regulator selalu mendengung-dengungkan pencapaian target
broadband maka penggunaan netral teknologi perlu didukung mengingat teknologi
yang seluler generasi ke 2 (2G) dengan teknologi GSM dan DCS tidak dapat
menjawab kebutuhan jaringan pita lebar (broadband).
Regulator harus mensyaratkan bahwa teknologi yang dipilih tidak menimbulkan
interferensi yang akan berdampak kepada pelayanan ke pelanggan dan jaringan
milik operator lain. ●
Tidak ada komentar:
Posting Komentar