Sensasi
Melampaui Ekspektasi
Lasarus Jehamat ; Dosen Sosiologi FISIP Undana Kupang
|
MEDIA
INDONESIA, 13 Maret 2018
HINGGA Februari 2018,
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menangkap 10 kepala daerah karena
korupsi. Dari jumlah itu, tujuh orang ialah bupati, sedangkan sisanya
masing-masing seorang wali kota dan gubernur dan seorang lagi calon gubernur
(Media Indonesia, 12/03).
Belum selesai proses hukum
atas ke-10 orang itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengeluarkan pernyataan
menarik. Menurut Agus Rahardjo, 34 calon kepala daerah di pilkada serentak
2018 diduga terlibat korupsi dan segera menjadi tersangka.
Pernyataan tersebut sontak
memantik reaksi masyarakat. Polemik muncul. KPK didakwa bermain politik. KPK
telah keluar dari rel utama pemberantasan korupsi. Kemunculan berbagai
tuduhan dengan beragam suara sumbang jelas disebabkan ada fakta lain di KPK.
Sampai sejauh ini, KPK belum sampai menuntaskan kasus korupsi mereka yang telah
ditangkap.
Bagi saya, pernyataan
Ketua KPK menunjukan KPK telah keluar dari kebiasaan selama ini, yakni
kebiasaan untuk tidak memberikan pernyataan pers dan pernyataan lain terkait
dengan korupsi.
Masih kuat dalam ingatan
masyarakat Indonesia, saat baru dilantik, komisioner KPK sepakat untuk tidak
tampil ke publik. Mereka hanya mau mengeluarkan pernyatan jika telah mendapat
bukti.
Kalau saat ini KPK sering
memberikan komentar dan pernyataan, itu harus diperiksa dan laik dikritisi
sebab untuk level lembaga seperti KPK, semua kerja progresif mereka jelas
didukung penuh masyarakat.
Masyarakat tidak ingin KPK
terjebak dalam beragam kepentingan. Dengan kata lain, masyarakat ingin agar
KPK bekerja dalam diam. Bekerja dan terus menuntaskan kasus korupsi di Indonesia.
Jika KPK sibuk memberi pernyataan, sementara banyak kasus korupsi mandek
diproses, kinerja demikian jelas melampaui ekspektasi masyarakat bahwa KPK
gagal mengamankan amanah rakyat Indonesia.
Kita semua tentu tidak
ingin KPK keluar jalur. Kita semua ingin agar KPK bebas bekerja tanpa ada
tekanan dari luar. KPK pasti sadar benar akan hal ini sebab kerja
pemberantasan korupsi di Indonesia ialah kerja memerangi mafia.
Tulisan ini merupakan
bentuk awasan mewanti bagi KPK. Selain banyak serangan terhadap pimpinan KPK
sebelumnya, pernyataan-pernyataan di ruang terbuka cenderung dibaca sebagai
proses mengeluarkan KPK dari tugas utamanya. Pimpinan KPK saat ini perlu
belajar dari pimpinan KPK sebelumnya.
Hiperrealitas
Setiap perilaku yang
keluar dari motif aslinya mudah terjebak dalam hiperrealitas. Hiperrealitas
adalah fenomena perilaku yang tidak hanya keluar dari tujuan asli, tetapi
bahkan tidak berhubungan lagi dengan tujuan aslinya.
Dalam Simulations, Baudrillard (1983) mengatakan bahwa dunia sosial
modern dapat dipahami dengan konsep simulasi. Simulasi adalah gejala yang
menjadikan realitas maya-dunia media audiovisual sama seperti realitas
sosial.
Alih-alih menjadi sama
seperti realitas sosial, realitas yang dikonstruksi media berujung pada
melampau realitas sosial itu. Melampau realitas sosial sama dengan tidak ada
hubungannya lagi dengan dunia sosial itu sendiri.
Itulah realitas sosial
masyarakat modern. Realitas yang baru itu menjadi terlampau aneh dan lain.
Dia menjadi sesuatu yang asing dan sungguh eksentrik. Itulah opini panggung.
Dia sangat dramaturgis. Setiap yang dramatrugis biasanya bermakna ganda. Ini
yang bahaya.
Implikasinya, di level
pembuat opini, setiap opininya dianggap isu dan gosip. Kalau itu yang
terjadi, masyarakat akan sulit memercayainya. Ruang hukum dan politik sering
dihantui realitas hipokrit ini.
Berkaitan dengan realitas
aneh seperti ditulis Baudirllard di atas, dalam Political Hypocrisy: the Mask
of Power, From Hobbes to Orwell And Beyond, Runciman (2008) mengatakan bahwa
salah satu gejala yang tampak jelas di ruang liberalisasi politik sekarang
ini ialah politik hipokrit.
Di sana, para politikus
akan menggunakan topeng politik untuk menyembunyikan wajah asli. Topeng
politik sama dengan panggung depan sebagaimana dijelaskan Goffman.
Hipokriditas politik ditunjukkan dalam beberapa bentuk, misalnya kampanye
hitam, bualan politik; gap antara kata dan tindak selama ini; antara yang
diucapkan sekarang dan yang akan dilakukan nanti, dan topeng dengan manusia
asli di belakang topeng. Tujuannya ialah agar politisi mendapatkan
popularitas dan elektabilitas politik. Kekuasaan ialah muara akhirnya.
Jika ditarik ke kanal
hukum, banyak kasus hukum di Indonesia. Pernyataan Lubet perlu diselami.
Dalam The Importance of Being Honest:
How Lying, Secrecy, and Hypocrisy Collide with Truth in Law, Lubet (2008)
menyebutkan bahwa kejujuran sulit dipahami dan enggan dipraktikkan dalam
sistem hukum. Demikian halnya dengan klien, pengacara, hakim, guru karena
secara inheren sulit untuk mengenali, berkomunikasi, dan menghargai
kebenaran. Padahal, sistem hukum dan politik harus menerapkan nilai-nilai
seperti kerahasiaan, otonomi, dan keadilan.
Dalam soal yang lain,
rahasia harus dijaga untuk tujuan keadilan. Setelah mendapatkan informasi yang
akurat, barulah penegak hukum menyampaikan informasi tersebut ke publik.
Lubet mengatakan bahwa di sini kebenaran benar-benar diuji. Kebenaran yang
dimaksud ialah kesadaran diri dan kesadaran prosedural.
Ujian
kinerja KPK
Pernyataan Ketua KPK harus
disebut sebagai janji. Karena janji maka janji itu harus segera dipenuhi.
Ketika menyebut kira-kira 34 calon kepala daerah terlibat dalam korupsi, KPK
harus segera menindaklanjutinya agar tidak disebut hipokrit dan penipuan.
Kita semua tahu integritas
KPK secara kelembagaan dalam pemberantasan korupsi di negara ini.
Persoalannya ialah waktu yang tepat bagi KPK dalam penanganan beragam kasus
tersebut.
Gugatan ini perlu diangkat
dan laik dibicarakan. Selain karena posisi KPK, hemat saya, kasus korupsi
yang sedang ditangani KPK selama ini masih terlalu banyak.
Polemik yang muncul karena
pernyataan Ketua KPK harus disikapi dengan agak serius agar masyarakat tidak
bingung. Menggugat dan terus menagih janji kinerja KPK menjadi hal urgen di
sini.
Ketakutan banyak pihak
ialah kegaduhan politik menjelang kontestasi politik 2018 dan 2019. Saya
tidak sedang meragukan KPK. Tidak pula meragukan kinerja lembaga penegak
hukum lainnya. Semua tahu integritas KPK. Persoalan besarnya ialah beranikah
KPK keluar dari jebakan janji dan tetap komit di jalur hukum?
Seperti yang telah
disampaikan di atas, masyarakat Indonesia senang ketika kasus korupsi dibuka.
Meski demikian, menyampaikan bahwa ada yang akan ditangkap karena kasus
korupsi, hemat saya, bukan hal bijak. Tidak bijak karena beberapa alasan
pokok berikut ini.
Pertama, selama ini KPK
bekerja dalam diam sampai seseorang ditangkap dan ditetapkan sebagai
tersangka. Kedua, kegaduhan politik jelas muncul karena pernyataan ini.
Ketiga, KPK tengah menciptakan musuh. Pernyataan bernada polemik yang
disampaikan KPK jelas dibaca sebagai ancaman bagi mereka yang berkontestasi.
Ketakutan banyak orang ialah ancaman KPK akan dilawan dengan ancaman dalam
bentuknya yang lain.
Rakyat Indonesia tidak
ingin KPK lemah. Rakyat Indonesia ingin agar KPK bisa bekerja tenang
memerangi korupsi yang terus mewabah di Indonesia. Catatannya, karena posisi
demikian, KPK harus cerdas mengelola infomasi. Kecerdasannya ditunjukkan
mulai dari sikap, pernyataan, dan praktik pemberantasan korupsi. Ingat, sensasi
kadang-kadang bisa melampaui ekspektasi. Ini berbahaya. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar