Jumat, 23 Maret 2018

ASEAN dan Tatanan Maritim dalam Dinamika Geopolitik Indo-Pasifik

ASEAN dan Tatanan Maritim
dalam Dinamika Geopolitik Indo-Pasifik
Ni Made Vira Saraswati  ;   Staf Lemhannas RI
                                              MEDIA INDONESIA, 22 Maret 2018



                                                           
KONSEP Indo-Pasifik yang dinyatakan Presiden Joko Widodo dalam KTT ASEAN-India pada Januari silam dan konsepsi Indo-Pasifik yang ditawarkan Jepang, seperti yang dipaparkan Profesor Mie Oba dari Tokyo University Jepang ketika mengunjungi Lemhannas RI pada Rabu (21/3), menunjukkan bahwa ASEAN dan tatanan maritim menjadi kunci penentu interaksi regional dan major powers di kawasan Indo-Pasifik, kawasan pertemuan Samudra Pasifik dan Samudra India.

Istilah Indo-Pasifik

 Gurpreet S Khurana, Direktur Eksekutif National Maritime Foundation New Delhi India, pertama kali memperkenalkan istilah Indo-Pasifik dalam konteks geopolitik dan strategis India pada 2007 dalam Strategic Analysis Journal (Routledge/IDSA) yang berjudul 'Security of Sea Lines: Prospects for India-Japan Cooperation'.

Dalam penjelasannya, kawasan itu meliputi kawasan maritim yang terbentang dari pantai Afrika Timur dan Asia Barat, melintasi Samudra India dan bagian barat Samudra Pasifik, hingga pantai Asia Timur.

Seperti dikutip dari The Diplomat (2018), Khurana menjelaskan dalam kerangka geopolitik, hubungan yang tidak terpisahkan antara geoekonomi dan samudra membuat negara-negara yang berada di pinggiran benua sepertinya akan memimpin dalam kebangkitan Asia. Mendesak bagi negara-negara maritim di Asia, yaitu Indo-Pasifik, untuk dianggap sebagai sebuah konstruksi geopolitik yang tunggal dan terintegrasi karena wilayah ini memiliki peluang ekonomi yang sangat besar sekaligus tantangan keamanan yang menghantui, tidak hanya untuk Asia, tapi juga bagi wilayah lain.

Khurana juga menegaskan faktor lain yang mendukung istilah ini ialah semakin pentingnya peran India di kawasan, sementara istilah Asia Pasifik belum cukup menggambarkan realitas geoekonomi dan peran India di dalamnya. 

Versi berbagai negara

Jepang, India, Australia, dan RI merupakan 4 negara yang telah menyebutkan konsep Indo-Pasifik dalam pernyataan kenegaraan secara resmi. Perdana Menteri Shinzo Abe pada 2007 di hadapan parlemen India menyebutnya sebagai pertemuan dua lautan, Samudra Pasifik dan Samudra India, untuk menciptakan perdamaian dan kemakmuran kawasan.

Istilah itu kemudian populer di India sebagai bentuk kepemimpinan India di kawasan dan disebutkan pula tahun lalu dalam pernyataan bersama antara Perdana Menteri India Narendra Modi dan Presiden AS Donald Trump dalam peringatan 70 tahun hubungan India dan AS.
Dokumen resmi pertama yang menyebutkan konsep ini ialah Australia yang mencantumkannya dalam Buku Putih Pertahanan Australia 2013, dilanjutkan penyebutannya kembali dalam Buku Putih Kebijakan Politik Luar Negeri Australia 2017 Bab 3 dengan tajuk 'Indo-Pasifik yang Stabil dan Makmur'. Penyebutan Indo-Pasifik ini merupakan redefinisi Australia menyangkut kepentingan ekonomi dan keamanan di kawasan.

Konsep quadrennial strategic linkage, hubungan strategis antara global dan regional powers di Indo-Pasifik, yaitu AS, India, Jepang, dan Australia, menjadi salah satu pilar konsepsi Indo-Pasifik yang ditawarkan Jepang. Sementara itu, Australia menyebutnya democratic powers dengan menambahkan Korea Selatan sebagai mitra.

Berbeda dengan negara-negara sebelumnya, Indonesia memiliki tafsiran dan karakteristik sendiri dalam konsep Indo-Pasifik yang diperkenalkan Presiden Jokowi dalam KTT ASEAN-India. Konsep Indo-Pasifik versi Indonesia mengajak semua key players, termasuk Tiongkok dan Rusia dengan negara-negara ASEAN sebagai sentral dan mengedepankan habit of dialogue tanpa ada satu pun negara yang merasa tertinggal. Menurut Menlu Retno Marsudi, IORA, ASEAN-India, dan kerangka EAS yang mengedepankan confidence building measures merupakan merefleksikan konsep Indo-Pasifik.

Tatanan maritim dan ASEAN menjadi Kunci

Konsep Indo-Pasifik, jika dicermati dan ditelaah, merujuk pada dua hal, yaitu perebutan pengaruh di ASEAN dan tatanan maritim. Seiring dengan agresivitas Tiongkok dengan Belt and Road Initiative-nya, major dan regional powers berupaya untuk membendung pengaruh Tiongkok yang mulai meluas dari kawasan Asia Tenggara, Asia Selatan, hingga benua Afrika.  Dengan jelasnya, Tiongkok tidak disebutkan Jepang di quadrennial strategic linkage-nya ataupun dalam democratic powers yang disebutkan Australia dalam buku putihnya.

Kestabilan keamanan, kemakmuran ekonomi, konektivitas infrastruktur, dan pembangunan menjadi tagar utama baik dalam konsep BRI milik Tiongkok maupun konsepsi Indo-Pasifik versi negara-negara quadrennial. Dalam kedua konsep arsitektur kawasan tersebut (dalam BRI dan Indo-Pasifik), ASEAN mempunyai posisi sentral sekaligus menjadi ruang perebutan pengaruh.

Asia Tenggara, yang menghubungkan kawasan Pasifik dan kawasan Samudra India, selain mempunyai ruang maritim yang strategis dengan adanya jalur Laut China Selatan dan Selat Malaka, juga mempunyai komposisi negara yang beragam kondisi politik dan ekonominya. Perdamaian dan stabilitas intrakawasan ASEAN menjadi penting bagi kestabilan Indo-Pasifik.

Selain itu, seperti disebutkan sebelumnya, ruang maritim negara-negara ASEAN berperan bagi kelangsungan ekonomi negara-negara seperti Jepang, Tiongkok, AS, dan banyak negara lain karena jalur sutra maritim yang melekat di Asia Tenggara. Karena itu, tatanan maritim Asia Tenggara sebisa mungkin harus terhindar dari dominasi pemain tinggal.

Strategi Indonesia

Konsep Indo-Pasifik yang ditawarkan Indonesia sesuai untuk ekosistem kawasan Asia Tenggara, yaitu tidak ada negara yang mendominasi tanpa ada satu pun negara yang tertinggal. Inilah karakteristik politik luar negeri Indonesia, atau meminjam istilah mantan Menlu Marty Natalegawa 'dynamic equilibrium’, melibatkan semua major dan regional powers dalam membangun arsitektur kawasan yang inklusif.

Indonesia dengan luas wilayah maritim yang cukup besar mempunyai kesempatan sekaligus tantangan dalam pembangunan arsitektur kawasan Indo-Pasifik. Dalam sektor politik luar negeri, ekonomi, dan pertahanan-keamanan, ruang maritim Indonesia dapat menjadi keunggulan kompetitif jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lainnya.

Indonesia dapat berperan aktif dari tingkatan bilateral hingga kawasan untuk terus mempromosikan kestabilan dan kemakmuran kawasan. Konsep politik luar negeri Indo-Pasifik sejalan dengan visi menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia. Pembangunan infrastruktur kelautan nasional yang mengedepankan konektivitas dan jaminan keamanan, sejalan dengan pembangunan ekonomi dan penguatan pertahanan-keamanan.

Indonesia harus mampu mengelola tatanan maritim nasionalnya, atau dalam bahasa manajemennya, tatanan maritim nasional harus mampu mencapai strategic competitiveness di tengah kompetisi major dan regional powers di kawasan. Terintegrasinya kebijakan politik luar negeri, ekonomi, dan pertahanan-keamanan yang berorientasi maritim merupakan tulang punggung dalam pencapaian hal ini. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar