Selasa, 12 Januari 2016

Ujian Kemanusiaan di Tahun 2016

Ujian Kemanusiaan di Tahun 2016

Asmadji AS Muchtar  ;  Wakil Rektor III Universitas Sains Al-Quran
Wonosobo, Jawa Tengah
                                                  KORAN SINDO, 09 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pada 2015 dunia nyaris lebih aman dari ancaman terorisme dibanding tahun- tahun sebelumnya, andaikata tidak ada serangan kelompok bersenjata di Paris yang menelan ratusan korban tewas dan luka di sejumlah lokasi secara simultan (13/11).  .… (Karena?) ada serangan di Paris tersebut, yang langsung direspons oleh Presiden Prancis Francois Hollande dengan pidato yang sangat emosional dan berjanji akan membalas serangan, dunia menjadi tidak aman. Terbukti, tiga hari setelah serangan di Paris, sejumlah jet tempur canggih Prancis mulai membombardir sejumlah lokasi di Suriah yang diduga menjadi markas ISIS.

Lantas pada hari-hari selanjutnya serangan Prancis lebih gencar lagi. Dapat dibayangkan betapa dahsyatnya serangan yang dilancarkan Prancis (yang pasti didukung Amerika Serikat dan sekutunya) terhadap lokasi-lokasi yang diduga sebagai markas ISIS. Jika di lokasi-lokasi tersebut bermukim warga sipil, bukan tidak mungkin mereka akan menjadi korban serangan balas dendam Prancis.

Kemudian, pemimpin ISIS baru-baru ini menantang Amerika dan koalisi untuk berperang di darat. Jika tantangan tersebut direspons Amerika dan koalisi, bisa dibayangkan betapa dahsyatnya perang darat yang imbasnya mungkin akan merebakkan aksi-aksi terorisme di banyak belahan dunia.

Menyikapi hal tersebut, masyarakat dunia jadi terbelah. Ada yang setuju Amerika bersama koalisi segera mengirimkan pasukan darat untuk menghabisi ISIS. Mereka ini tergolong prokekerasan sehingga di dalam benak mereka hanya ada cara membalas kekerasan dengan kekerasan. Tapi ada juga yang tidak setuju adanya perang dan kekerasan yang lebih dahsyat. Mereka ini tergolong antikekerasan sehingga di dalam benak mereka setiap kali muncul kekerasan tidak selayaknya dibalas dengan kekerasan pula, apalagi yang lebih dahsyat, karena ujung-ujungnya akan sama-sama mengoyak kemanusiaan.

Tampaknya sekarang kemanusiaan memang sedang mendapat ujian berat, setelah Paris diserang. Pada titik ini hukum yang berlaku di dunia adalah hukum rimba: siapa lebih kuat akan berpotensi menjadi pemenang, meskipun dalam adu kekerasan pasti yang menang dan yang kalah akan sama-sama mengoyak kemanusiaan.

Layak diingat kembali sejarah konflik antara ISIS dan Prancis serta sekutunya. Bahwa sudah berkali-kali Prancis bersama sekutunya menyerang basis-basis markas ISIS di kawasan Timur Tengah (mustahil jika tidak menelan korban warga sipil juga) sehingga ISIS pun berjanji akan membalas menyerang Prancis.

Spiral Kekerasan

Melihat riwayat konflik tersebut, jelas betapa telah terbangun spiral kekerasan yang melingkari dunia Barat dan Timur Tengah. Spiral kekerasan itu akan semakin sulit dilenyapkan karena kedua pihak sama-sama memilih jalan perang untuk mempertahankan eksistensinya, pada tahun 2016 yang akan datang.

Sayangnya, masyarakat dunia cenderung lebih memihak Barat dibanding Timur Tengah, padahal Barat lebih sering mengobarkan konflik di Timur Tengah. Tak terhitung banyaknya keterlibatan Barat, baik langsung maupun hanya mendukung persenjataan, dalam konflik di Timur Tengah. Dalam hal ini ujung-ujungnya makin banyak negara di Timur Tengah yang bergolak oleh perang saudara menjadi lebih cepat porak-poranda karena campur tangan Barat. Dari konflik di Timur Tengah yang diobok-obok oleh Barat, tak terhitung pula jumlah korban yang terdiri atas warga sipil tentu.

Dalam hal ini, masyarakat dunia juga cenderung menganggap Timur Tengah sebagai zona perang sehingga jika ada warga sipil yang tewas oleh serangan Barat dianggap wajar atau sebagai risiko yang tak terhindarkan. Pada titik ini, kemanusiaan bisa dikatakan mulai luntur. Dengan kata lain, masyarakat dunia semakin tidak peka melihat terkoyaknya rasa kemanusiaan di Timur Tengah oleh serangan-serangan Barat.

Pada titik ini, masyarakat dunia layak dianggap telah terpengaruh propaganda Barat yang selalu menegaskan bahwa serangan yang mereka lakukan di Timur Tengah semata-mata untuk menjaga perdamaian di kawasan tersebut khususnya, dan di seluruh dunia umumnya. Namun, ternyata konflik di Timur Tengah yang memanas oleh serangan Barat justru memperlebar spiral kekerasan. Buktinya kelompok ISIS (kalau memang betul demikian) bisa menyerang jantung kota Paris dengan menelan ratusan korban tewas dan luka-luka. Serangan di Paris semakin membuktikan bahwa spiral kekerasan sudah sampai di Barat. Selanjutnya, sekarang masyarakat dunia mengerti bahwa zona perang antara ISIS dan Barat tidak hanya di Timur Tengah, melainkan telah meluas ke Barat.

Hal ini jelas sangat menakutkan. Lebih menakutkan lagi karena ISIS ternyata memiliki anggota di Barat dan memakai cara perang gerilya di kota sebesar Paris yang bisa menyerang secara tiba-tiba dengan target sebanyak-banyaknya menelan korban. Bahkan, inilah yang paling menakutkan masyarakat dunia: ISIS memiliki anggota yang siap bunuh diri ketika menyerang targetnya di mana pun dan kapan pun. Jika menyimak ancaman ISIS, mereka ingin membalas dendam kepada semua yang dianggap musuhnya dengan berbagai serangan, termasuk bom bunuh diri. Begitulah. Sekarang dunia kembali sangat menakutkan karena ISIS punya anggota yang siap bunuh diri dalam menyerang target-target yang dianggap musuhnya.

Sialnya, hampir seluruh masyarakat Barat telah dianggap musuh oleh ISIS.
Dalam kondisi sangat menakutkan ini, masyarakat dunia selayaknya segera sadar bahwa ujian kemanusiaan harus dihadapi dengan bijak. Artinya, masyarakat dunia tidak selayaknya mendukung aksi-aksi kekerasan atas nama balas dendam oleh dan terhadap siapa pun agar spiral kekerasan tidak semakin luas dan semakin menakutkan. Selanjutnya, biarlah PBB yang berupaya menyelesaikan konflik tanpa kekerasan.

Dunia ini harus bebas dari cengkeraman spiral kekerasan yang terus-menerus mengoyak kemanusiaan yang bersifat universal. Kita berharap ujian kemanusiaan pada 2016 nanti bisa diselesaikan oleh PBB dengan cara sebaik-baiknya karena hanya PBB yang masih memungkinkan untuk tampil di depan mewujudkan perdamaian dunia alias mengajak semua pihak menghargai harkat dan martabat kemanusiaan dengan tidak melakukan kekerasan atas nama apa pun di muka bumi ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar