Jumat, 08 Januari 2016

Parpol, Penggerak Demokrasi

Parpol, Penggerak Demokrasi

Ramlan Surbakti  ;  Guru Besar Perbandingan Politik pada FISIP
Universitas Airlangga; Anggota Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia
                                                       KOMPAS, 08 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Seandainya Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 berbunyi: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan oleh rakyat sendiri", maka partai politik tidak diperlukan.  Hal ini tidak lain karena seluruh tugas dan kewenangan negara, seperti pembuatan undang-undang (UU), pelaksanaan UU, dan penghakiman pelanggaran UU akan dilaksanakan oleh rakyat secara bersama-sama. Akan tetapi, sila keempat Pancasila (Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan), dan Pasal 1 Ayat (2) UUD 1945 berbunyi: "Kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut undang-undang dasar".

UUD 1945 antara lain mengatur pembentukan DPR, DPD, dan DPRD melalui pemilihan umum, MPR sebagai gabungan DPR dengan DPD, pemilihan presiden dan wakil presiden secara langsung oleh rakyat, dan pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota secara demokratis. Dengan kata lain, kedaulatan rakyat atau demokrasi yang diadopsi UUD 1945 bukan demokrasi langsung melainkan demokrasi tak langsung (representative democracy). Bila demokrasi tak langsung yang diadopsi, peran parpol sangat diperlukan untuk menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis.

Peran parpol

UUD 1945 menetapkan dua peran parpol. Pertama, mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, dan kedua, menjadi peserta pemilu untuk memilih anggota DPR dan DPRD. Setelah itu, UU yang mengatur pemilihan gubernur, bupati dan wali kota juga menugaskan parpol untuk mengajukan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Dengan kata lain, UUD 1945 menugaskan parpol untuk menggerakkan DPR, DPRD Provinsi dan DPRD Kabupaten/Kota, dan memfasilitasi pemerintahan presidensial dan pemerintahan daerah.

Sebagai peserta pemilu anggota DPR dan DPRD, parpol tak saja bersaing dengan partai lain untuk menarik simpati dan kepercayaan rakyat melalui kampanye pemilu, tetapi juga menentukan siapa calon anggota DPR dan DPRD, dan menetapkan visi, misi, dan program partai sebagai materi kampanye. Singkat kata, parpol ditugaskan terutama mempersiapkan calon pemimpin dan menyiapkan rencana kebijakan publik untuk ditawarkan kepada rakyat pada masa kampanye pemilu.

Dalam ilmu politik, khususnya perbandingan politik, parpol dipandang sangat mutlak diperlukan untuk berfungsinya demokrasi. Akan tetapi, parpol saja tak cukup untuk membuat demokrasi berfungsi. Diperlukan faktor lain, seperti pembagian kekuasaan negara secara berimbang dan saling mengecek, rule of law (nomokrasi), dan partisipasi politik warga negara. Parpol dipandang sebagai faktor mutlak untuk menggerakkan demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis karena tiga peran yang dilaksanakan.

Pertama, parpol sebagai jembatan antara warga negara dengan negara. Untuk itu parpol melakukan rekrutmen warga negara menjadi anggota parpol, dan menjadikan parpol wahana partisipasi politik warga negara. Kedua, parpol menyiapkan calon pemimpin dan menawarkannya ke rakyat pada masa kampanye pemilu.

Untuk fungsi kedua, parpol melakukan kaderisasi anggota menjadi kader partai, menugaskan kader partai melakukan berbagai jenis kegiatan partai, seperti mendampingi anggota DPR atau DPRD, mendampingi kader partai yang menjadi kepala daerah atau menteri, memimpin kepanitiaan kegiatan partai, mendengarkan dan merumuskan suara rakyat, dan menominasikan kader partai yang telah teruji menjadi calon berbagai jenis pemilu.

Dan ketiga, merumuskan pola dan arah kebijakan publik dalam berbagai bidang isu publik dan kemudian menawarkannya kepada rakyat pada kampanye pemilu. Untuk fungsi ini, parpol melakukan tiga hal: berinteraksi dengan dan mendengarkan aspirasi berbagai lapisan masyarakat, menjabarkan ideologi partai menjadi preskripsi yang berfungsi sebagai penuntun kebijakan partai, dan merumuskan pola dan arah kebijakan publik.

Dengan demikian, parpol melakukan tiga hal dalam menggerakkan rakyat pemilik kedaulatan untuk berperan serta dalam pemilu: membuat warga negara peduli politik, menyiapkan dan menyederhanakan alternatif pilihan calon, dan menyiapkan dan menyederhanakan alternatif pilihan pola dan arah kebijakan publik. Dengan fungsi seperti ini, parpol memang sangat membantu rakyat menyatakan kedaulatannya.

Parpol akan dapat melaksanakan ketiga fungsi ini bila parpol dikelola berdasarkan tiga karakteristik berikut. Pertama, parpol sebagai pengorganisasian warga negara dikelola secara demokratis berdasarkan prinsip "kedaulatan partai berada di tangan anggota". Pengelolaan parpol secara demokratis berarti pengambilan keputusan partai dilakukan secara inklusif (melibatkan semua anggota dan semua unsur partai) dan desentralisasi (pengambilan keputusan untuk sebagian persoalan partai diserahkan kepada cabang/daerah, tetapi cabang juga harus inklusif).

Pengambilan keputusan yang harus inklusif dan desentralisasi tersebut menyangkut tiga isu: penentuan ketua partai dari tingkat lokal sampai nasional, penentuan calon atau pasangan calon partai untuk berbagai jenis pemilu, dan pembahasan dan penetapan kebijakan partai baik untuk internal partai maupun untuk rencana kebijakan publik.

Kedua, untuk melaksanakan berbagai fungsi partai itu diperlukan dana tidak sedikit. Untuk itu parpol perlu memiliki sumber dana yang memadai dari tiga sumber yang relatif seimbang: Negara, internal partai (iuran anggota, sumbangan kader, dan usaha partai dalam bidang komoditas yang tak menimbulkan konflik kepentingan dengan kedudukan kader partai dalam pemerintahan dan lembaga legislatif), dan dari masyarakat (individu, kelompok, dan dunia usaha swasta). Agar tak tergantung kepada negara, jumlah pengeluaraan partai tak boleh lebih dari 30 persen dari total pengeluaran partai.

Sumber penerimaan dari negara diperlukan tak hanya karena partai melaksanakan tugas yang diberikan konstitusi, tetapi juga untuk mencegah kontrol penyandang dana dari masyarakat terhadap partai. Sumber dana dari partai tetap diperlukan tak hanya agar elite partai akuntabel kepada anggota, tetapi juga untuk mencegah dominasi negara dan masyarakat terhadap partai. Sumber dana dari masyarakat diperlukan tidak saja untuk mencegah ketergantungan kepada negara, tetapi juga agar elite partai peduli kepada masyarakat. Singkat kata, ketiga sumber penerimaan ini diperlukan demi menjaga kemandirian partai.

Dan ketiga, parpol dibentuk dan digerakkan oleh suatu cita-cita politik tentang suatu negara-bangsa dan individu warga negara yang dianggap ideal. Cita-cita politik atau preskripsi tentang negara-bangsa ini merupakan penjabaran dari tujuan negara dan UUD. Preskripsi tentang negara-bangsa seperti inilah yang dalam ilmu politik disebut ideologi. Setiap parpol memiliki ideologi sebagai inspirasi, semangat dan tujuan perjuangan partai. Ideologi dalam partai tak hanya berfungsi sebagai "tontonan" sebagaimana ditunjukkan oleh tanda gambar, warna, bendera, jargon, dan tokoh, tetapi terutama berfungsi sebagai "tuntunan" bagi tindakan partai sebagaimana diperlihatkan oleh visi, misi, dan program partai.

Sebagai tuntunan, ideologi berfungsi sebagai garis perjuangan partai: menjadi pedoman dan pegangan bagi setiap anggota dan kader partai dalam mengelola partai dan terutama dalam merumuskan pola dan arah kebijakan publik dalam berbagai bidang isu publik. Karena peran ideologi dalam partai seperti ini, maka parpol lebih dikenal dari pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkan daripada figur dan pesona ketua partai.

Dengan demikian, parpol akan dapat disimpulkan sebagai penggerak demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis bila telah mencapai kelima indikator berikut. Pertama, pengambilan keputusan partai dilakukan secara inklusif dan desentralisasi. Pengambilan keputusan partai tak diletakkan pada ketua umum atau pengurus pusat melainkan pada semua anggota dan semua unsur dalam partai.

Kedua, mandiri dari segi penerimaan keuangan karena memperoleh dana dari tiga sumber penerimaan (negara, internal partai, dan masyarakat) yang relatif berimbang. Ketiga, semua kader partai yang duduk di lembaga legislatif dan/atau pemerintahan taat kebijakan partai (disiplin partai). Kebijakan partai yang harus ditaati itu penjabaran visi, misi, dan program partai yang dijanjikan kepada rakyat pada masa kampanye pemilu. Kebijakan itu dirumuskan secara tertulis dan ditegakkan oleh pimpinan fraksi di DPR dan DPRD. Kader yang bertindak "liar" alias di luar garis partai dikenai sanksi mulai dari peringatan sampai pemberhentian (recall).

Keempat, parpol lebih dikenal dari pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkannya daripada figur dan ketokohan ketuanya. Karena itu, memilih suatu parpol pada hari pemungutan suara pada dasarnya bukan memilih kucing dalam karung melainkan memilih pola dan arah kebijakan publik tertentu. Kelima, jumlah pemilih yang mengidentifikasi diri dengan suatu parpol mencapai persentase yang signifikan (party identification/PI). Jumlah PI seperti ini menggambarkan jumlah anggota yang loyal kepada partai, dan menggambarkan jumlah pemilih yang bukan swing voter dalam pemilu.

Belum ada yang memenuhi

Tampaknya belum ada parpol peserta pemilu di Indonesia yang telah mencapai kelima indikator ini. Tak ada parpol yang dikelola secara demokratis melainkan secara oligarki, bahkan personalistik. Sumber penerimaan utama partai berasal dari kalangan elite internal partai sehingga kurang peduli kepada anggota. Partai lebih dikenal dari figur dan pesona ketuanya daripada pola dan arah kebijakan publik yang diperjuangkan. Disiplin partai sangat rendah, bahkan kader partai pendukung pemerintah lebih "gaduh" daripada kader dari partai oposisi. Tidak ada parpol yang mencapai PI secara signifikan, dan jumlah swing voters mencapai sekitar 40 persen.

Singkat kata parpol peserta pemilu di Indonesia umumnya belum mampu berperan sebagai penggerak demokrasi perwakilan dan pemerintahan demokratis.

Satu-satunya parpol di Brasil yang telah mencapai kelima faktor adalah Partai Pekerja (Partido dos Trabalhadores) yang dalam bahasa Portugis disingkat PT). PT dibentuk tahun 1980 untuk melawan pemerintahan militer sehingga banyak tokohnya yang meringkuk di penjara dan mengalami penyiksaan, termasuk Presiden Dilma Rousseff. PT dibentuk oleh tiga kalangan: kelompok buruh yang berseberangan dengan organisasi buruh yang dikooptasi pemerintahan militer, kelompok seniman dan intelektual kiri, dan kelompok Katolik yang berorientasi pada teologi pembebasan, dengan ideologi sosialis-demokrat. Sejak 2002 sampai saat ini, PT secara berturut-turut memimpin Brasil: Presiden Lula da Silva dua periode (2002-2010), dan Presiden Dilma tengah memimpin untuk masa jabatan kedua (2010-2014 dan 2014-2018).

PT dapat kepercayaan dari rakyat Brasil karena tampil dengan program pembangunan ekonomi dengan ideologi sosial demokrat, partai ini lebih ditandai ideologi partai yang diterjemahkan pada berbagai kebijakan publik daripada popularitas dan pesona ketuanya, kader partai yang duduk di pemerintahan dan lembaga legislatif terkenal sangat disiplin mengikuti kebijakan partai (disiplin partai yang tinggi), dan satu-satunya partai di Brasil yang mencapai PI sekitar 38 persen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar