Sabtu, 09 Januari 2016

OPEC, Amerika Serikat, dan Harga Minyak 2016

OPEC, Amerika Serikat, dan Harga Minyak 2016

Sunarsip  ;  Ekonom Kepala The Indonesia Economic Intelligence (IEI)
                                                  KORAN SINDO, 07 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Dunia perminyakan sedang “dihebohkan” dengan laporan IMF yang dikeluarkan pada 21 Desember 2015 lalu. Dalam laporannya, “IMF Executive Board Concludes 2015 Article IV Consultation with Iran“, IMF membuat perkiraan bahwa harga minyak dapat menyentuh di level USD5-15 per barel.

Dalam laporan tersebut IMF tidak menyebutkan bahwa perkiraan harga tersebut berlaku untuk 2016. Namun, sejumlah media asing menginterpretasikan bahwa estimasi harga tersebut berlaku untuk 2016. Sedangkan dalam proyeksinya terhadap ekonomi Iran, IMF menggunakan asumsi harga minyakdilevelUSD50,7perbarel (2015/2016). Menurut IMF, harga minyak dunia akan tertekan seiring dengan dicabutnya sanksi ekonomi atas Iran.

Dengan dicabutnya sanksi ekonomi, terdapat peluang bagi Iran untuk menaikkan produksi minyaknya. Bila produksi minyak Iran meningkat, pasar minyak dunia diperkirakan akan semakin dibanjiri pasokan minyak. Situasi inilah yang menjadi dasar bagi IMF dalam memperkirakan harga minyak ke depan. Pada akhir penutupan perdagangan minyak tahun 2015, harga minyak Brent di tutup di level USD36,50 per barel dan WTI di level USD37,85 per barel.

Berdasarkan catatan dari Wall Street Journal (31 Desember 2015), selama 2015 harga minyak Brent turun 35% dan WTI turun 30%. Perlu dicatat, pelemahan harga minyak selama 2015 ini bukan disebabkan oleh melemahnya permintaan (demand) minyak dunia. Penurunan harga minyak selama 2015 lebih disebabkan oleh suplai yang terlalu besar (oversupply), terutama pascadieksploitasinya secara massif shale oil di AS.

Tentunya tidak mudah untuk memproyeksikan harga minyak secara tepat. Harga minyak akan sangat dipengaruhi oleh dinamika demand dan supply-nya. Sementara, faktor-faktor yang memengaruhi demand dan supply minyak juga beragam, seperti kondisi ekonomi, reaksi yang diambil dari setiap negara produsen minyak, faktor politik dan keamanan khususnya di negara produsen minyak, dan lain-lain.

Melalui analisis ini, saya akan memberikan analisis faktor-faktor yang dapat membentuk harga minyak dunia pada 2016. Namun, analisis ini tentunya didasarkan pada perkembangan terkini, bukan didasarkan pada situasi yang akan terjadi di masa mendatang.

OPEC dan Arab Saudi

Salah satu faktor penting yang akan memengaruhi pasar minyak dunia adalah OPEC, terutama Arab Saudi. Tahun 2015 produksi minyak OPEC diperkirakan sekitar 31 juta bph, naik 1,1 juta bph dibanding 2014. Menurut Wood McKenzei, pada 2016 ini produksi minyak OPEC diperkirakan mencapai sekitar 31,3 juta bph atau naik sekitar 0,3 juta bph dibanding 2015.

Pertemuan OPEC pada 4 Desember 2015 lalu berakhir tanpa ada keputusan untuk memangkas produksi dan tanpa ada kesepakatan untuk menaikkan batas atas produksi minyak. Batas atas produksi minyak OPEC masihsepertisaat iniyaitu31,2juta bph. OPEC juga tidak memiliki kuota produksi minyak per anggota. Sementara, Arab Saudi sejak November 2014 telah membuat pernyataan yang jelas bahwa mereka tidak akan memangkas produksi minyaknya, kecuali bila Iran, Irak, dan Rusia bersedia mengurangi produksinya.

Arab Saudi berkepentingan dengan penguasaan pasar (market share) minyak dunia, khususnya di Asia Pasifik. Berdasarkan data dari Wood McKenzei, pada 2014 pangsa pasar penjualan minyak Arab Saudi di Asia Pasifik tinggal sekitar 23%, turun dibandingkan posisi pada 2006 yang di kisaran 26% dan 2010 sekitar 25%. Penurunan ini terutama disebabkan oleh penetrasi pasar yang dilakukan oleh Irak dan Rusia yang dalam beberapa tahun terakhir mengalami peningkatan signifikan.

Dengan harga minyak seperti saat ini, sekitar USD35-37 perbarel, sebenarnya ArabSaudi masih untung. Biaya produksi minyak Arab Saudi sangat murah, sekitar USD5 per barel. Karena itulah, Arab Saudi berkeras tidak mau memangkas produksi minyaknya. Di sisi lain, berharap Irak dan Rusia mengurangi produksinya, peluangnya juga kecil. Irak dan Rusia berkepentingan dengan produksi minyaknya untuk membiayai anggarannya. Iran juga menyatakan tidak akan memangkas produksi minyaknya, yaitu sekitar 4 juta bph, setelah hak tersebut didapatnya kembali pascadicabutnya sanksi ekonomi.

Minyak Amerika Serikat

Selain faktor OPEC, minyak Amerika Serikat (AS) juga memainkan peran penting dalam pasar minyak dunia. Saat ini AS merupakan produsen minyak terbesar di dunia bersama Arab Saudi. Posisi ini dapat diraih AS berkait keberhasilannya dalam mengembangkan shale oil . Selama ini Pemerintah AS memberlakukan larangan ekspor minyak yang dihasilkan dari ladang-ladang minyak di AS. Produksi minyak AS hanya dipergunakan untuk kebutuhan energi di dalam negeri, diolah melalui kilang-kilang minyak domestik.

Perlu dicatat, meskipun AS kini menjadi salah satu produsen minyak terbesar di dunia, AS bersama Tiongkok juga merupakan negara konsumen (dan pengimpor) minyak terbesar di dunia. Sejak ditemukannya shale oil secara massif di AS, supply minyak AS berlimpah. Pasokan shale oil tersebut kemudian menjadi substitusi impor minyak AS. Artinya, kebutuhan minyak AS yang sebelumnya dipenuhi oleh impor, kini digantikan oleh produksi sendiri dari shale oil.

Kondisi ini berarti impor minyak AS berkurang, dan supply minyak secara global bertambah. Minyak-minyak asal Timur Tengah, Amerika Latin, Asia, Afrika, dan lain-lain yang tadinya memasok kebutuhan minyak AS menjadi tak terjual. Kondisi inilah yang mendorong terjadinya penurunan harga minyak secara global dalam kurun waktu 1,5 tahun terakhir. Penurunan harga minyak dunia tersebut berimbas pada turunnya harga minyak AS.

Akibatnya, produsen minyak AS merugi. Padahal, minyak domestik AS semestinya dihargai tinggi karena jenisnya bersulfur rendah, yaitu light dan sweet crude. Selain itu, juga tidak terlalu cocok dengan kilang minyak AS yang konfigurasinya untuk mengolah minyak bersulfur lebih tinggi (sour crude) yang biasanya cocok dengan minyak impor dari Timur Tengah. Melihat kondisi tersebut, pada 15Desember2015Kongres AS menyepakati untuk mencabut larangan ekspor minyak asal AS.

Melalui kebijakan ini, diharapkan ada peluang bagi produsen AS untuk mendapatkan harga yang lebih baik. Dengan konstelasi seperti ini, berarti akan ada minyak yang keluar dari AS dan minyak yang masuk ke AS sebagai penggantinya. Akibatnya, persaingan pasar minyak dunia semakin ramai karena semakin banyak pemain yang memasok pasar minyak dunia.

Dengan analisis tersebut, akankah harga minyak akan bergerak ke level USD5-15 per barel? Jawabannya: fifty-fifty. Harga minyak di 2016 akan sangat ditentukan oleh langkahlangkah yang diambil oleh para pemain besar seperti OPEC, AS, Rusia, tingkat permintaan minyak dunia, termasuk pula oleh faktor nonekonomi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar