MEA
dan Kesiapan Profesi
Menaldi Rasmin ; Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;
Alumnus Lemhannas PPRA-43
|
KOMPAS,
08 Januari 2016
Tahun 2016 telah mulai dijalani dan semua tantangan yang ada di
dalamnya, tentu saja, harus dihadapi dan diselesaikan. Bagi negara-negara di
kawasan ASEAN, khususnya Indonesia, salah satu tantangan nyata adalah
pemberlakuan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). Indonesia adalah salah satu
negara penggagas berdirinya Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara pada
1967. Latar belakang politik yang dikembangkan menjadi ekonomi dan
kesejahteraan jadi falsafah utama pembentukannya.
Dalam bidang politik, ASEAN jelas membuat kawasan ini relatif
kompak bahkan kuat serta "aman" dari gangguan negara- negara adidaya. Kenyamanan itu segera dilanjutkan pada
sektor ekonomi dengan sasaran besar: kesejahteraan masyarakat sekawasan.
Hal ini karena kesadaran bahwa kawasan seluas 4,4 juta kilometer
persegi atau sekitar 3 persen dari luas dunia, memiliki lebih dari 625 juta
penduduk atau sekitar 8,8 persen dari total jumlah penduduk dunia. Hal lain
adalah kesuburan alam sebagai aset yang membuat kawasan ini memang merupakan
sebuah kekuatan besar jika dikelola dengan baik.
Para kepala negara anggota ASEAN segera bersepakat untuk
mewujudkan transformasi ASEAN menjadi kawasan yang bebas untuk pergerakan
barang, layanan, investasi, tenaga kerja terlatih serta kebebasan arus modal.
Semua itu disusun dalam bentuk kerja sama berbagai bidang:
pembangunan serta penguatan kemampuan sumber daya manusia, pengakuan terhadap
kualifikasi profesional, konsultasi yang erat
pada kebijakan finansial dan makroekonomi, pengukuran pembiayaan
perdagangan, meningkatkan keterkaitan komunikasi dan infrastruktur,
mengembangkan transaksi elektronik, pengintegrasian industri sekawasan untuk
memajukan sumber daya kawasan, serta meningkatkan keterlibatan sektor swasta.
Ragu dan
gamang
Target dua tahunan telah dimulai sejak 2010 dan diselesaikan
pada 2015. Beberapa sektor yang telah dirasakan antara lain pariwisata,
transportasi udara, layanan kargo, pergudangan bahkan layanan kesehatan.
Pengaturan terhadap pengakuan kerja sama telah ditandatangani
pada tujuh sektor, yaitu layanan rekayasa, layanan arsitektural, layanan
perawatan kesehatan, layanan kedokteran, layanan kedokteran gigi, layanan
akuntansi, serta layanan penilik.
Pasokan semua layanan tadi dilakukan dalam empat tahapan, dan
kita telah sampai pada tahapan terakhir: pergerakan serta kehadiran tenaga
kerja antarnegara ASEAN. Dalam rangka penyebaran tenaga kerja inilah Malaysia
menujukkan keunggulannya dalam ketersediaan tenaga spesialis, pakar, serta
profesional. Negara lain umumnya baru terbiasa dengan kunjungan bisnis atau
penempatan tenaga kerja korporat, dan belum siap dalam pengiriman maupun
menerima tenaga kerja berbasis individu.
Tantangan bagi setiap negara ASEAN menghadapi MEA adalah terkait
kesiapan mental setiap warga negara berbasis latar belakang pendidikan dan
kesehatan, serta kondisi tiap negara berbasis kepemimpinan, situasi politik,
stabilitas ekonomi, kesenjangan antardaerah dalam satu negara serta sosok
integritas bernegara yang tumbuh.
Tidak pula dapat dilepaskan pengaruh umum yang terjadi di dunia,
seperti ketidakpastian politik, terorisme, ragam penyakit yang semakin berat
serta berbagai kasus penyelundupan, termasuk penyelundupan manusia. Semua ini
membuat keraguan, bahkan kegamangan. Bukan hanya bagi individu setiap negara
sebagai aset tenaga kerja, juga yang dirasakan oleh setiap negara meskipun
para kepala negara terus memberikan dorongan.
Vokasional dan
profesional
Ditinjau dari sudut tenaga kerja, maka Indonesia baru siap pada
tenaga kerja vokasional. Selama ini biasa terdengar pergerakan warga
Indonesia bekerja di negara lain. Pada tenaga kerja profesional, meskipun
ada, jumlahnya amat kecil, menunjukkan kemampuan berkompetisi di luar negara
sendiri masih rendah.
Sementara itu, jumlah tenaga profesional berbasis rasio dengan
jumlah penduduk belum pula mencukupi. Penyikapan terhadap hal ini harus jelas
serta terarah. Pergerakan tenaga kerja antarnegara ASEAN sudah memiliki
pengaturan untuk dimulai.
Tenaga kerja profesional selain untuk kepentingan dirinya, juga
harus menjadi bagian dari ketahanan nasional. Agar profesionalisme mereka
berjalan benar, sesuai dengan kaidah universalisme serta menjadi bagian dari
ketahanan nasional, maka pelibatan profesi dalam penapisan, pengawasan serta
pembinaan akan amat membantu, bahkan menghidupkan tanggung jawab kelompok
profesi terhadap negara serta masyarakat.
Kedokteran sebagai profesi tertua, juga di Indonesia, telah
menunjukkan hal ini dengan baik melalui keberadaan Konsil Kedokteran
Indonesia produk Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran. Model seperti ini secara bertahap telah pula diikuti oleh profesi
lain, seperti hukum dan teknik.
Bagi profesi lain yang belum cukup berpengalaman memang dapat
dilakukan secara bertahap, di bawah pemerintah, sebelum dilepaskan secara mandiri. Kemandirian ini
justru membuat setiap profesi menjadi tenaga strategis. Selain bertanggung
jawab, juga memiliki daya saing yang diperlukan untuk sebuah pembangunan
"negara" kawasan, seperti ASEAN dengan MEA ini. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar