KPK
di Tengah Pesimisme Publik
Jamal Wiwoho ; Guru Besar Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret(UNS) Solo
|
KORAN
SINDO, 08 Januari 2016
Setelah dibayang-bayangi oleh kekhawatiran akan mundurnya
pemilihan pimpinan KPK sebagai pengganti dari komisioner KPK periode
2011-2015, Komisi III DPR RI pada 17 Desember 2015 telah mengumumkan lima
personel komisioner KPK yang baru sebagai hasil dari pemilihan terhadap 10
personel.
Begitu Aziz Syamsudin sebagai ketua Komisi III DPR RI
mengumumkan lima pimpinan KPK hasil voting tertutup tersebut, cukup beragam
pendapat di masyarakat yang memberikan apresiasi maupun yang ”mencaci”
hasilnya. Pendapat yang setuju memberikan apresiasi atas kecermatan dan
ketepatan batas waktu pengumuman pemilihan komisioner KPK yang awalnya
dibayangi berbagai kekhawatiran karena ada alasan dari DPR yang memandang
bahwa 10 nama yang diajukan panitia seleksi belum menggambarkan tebaran
aparat penegak hukum yang ada (khususnya dari kejaksaan).
Di samping itu, publik juga mengapresiasi Komisi III karena
sebelumnya komisi tersebut diduga akan menambah buruk persepsi publik
terhadap sebagian anggota DPR yang menjalankan tugas sebagai Majelis
Kehormatan Dewan (MKD) untuk menyidangkan kasus pelanggaran etika terhadap
ketua DPR (kala itu) Setya Novanto.
Pada bagian lain, pihak yang kecewa atau pesimistis luar biasa
(terutama para aktivis antikorupsi) atas terpilihnya lima komisioner KPK
tersebut mempunyai alasan bahwa lima komisioner KPK terpilih tidak memiliki
track record sebagai pejuang antikorupsi dan tidak melihat korupsi itu
sebagai perbuatan hina karena telah menyengsarakan jutaan penduduk di
Indonesia. Lima orang tersebut yang berasal dari Lembaga Kebijakan dalam
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP), Polri, Badan Intelijen Nasional
(BIN), hakim, serta dosen dianggap sebagai personal-personal ”pelat merah”
yang mewakili kepentingan pemerintah dan belum teruji dalam pemberantasan
korupsi sebelumnya sehingga mereka dipersepsikan menganggap korupsi bukan
kejahatan yang luar biasa (extra
ordinary crimes).
Di samping itu, tidak masuknya Johan Budi dan Busyro Muqoddas
sebagai Plt komisioner KPK sebelumnya dianggap sebagai bagian dari skenario
DPR untuk mempermudah merevisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK). Seperti banyak diketahui publik bahwa pada saat fit and proper test di hadapan Komisi
III DPR RI kedua orang inilah yang paling tidak setuju atas revisi UU KPK
tersebut, sementara DPR telah merencanakan dan memprioritaskan bahwa pada
2016 akan melakukan revisi UU antirasuah tersebut.
Faktor lainnya disebabkan oleh karena dua orang tersebut saat
wawancara paling lantang menolak upaya pencegahan jika dibandingkan dengan
upaya penindakan sebagai aktivitas utama KPK. Karena ihwal tersebut, DPR
dianggap telah memilih orang-orang yang diduga akan menumpulkan taring KPK
dalam usaha pemberantasan korupsi yang makin marak.
Selain itu, ada juga anggapan mereka memilih komisioner KPK
untuk menjadi ”anak yang baik dan penurut” pada kemauan DPR, kepolisian, dan
kejaksaan sehingga mereka juga dipersepsikan tidak akan mampu mengembalikan
marwah lembaga KPK yang dibentuk untuk melaksanakan pemberantasan korupsi
secara rasional, intensif, independen, dan aktivitas yang berkesinambungan (sustainable activity).
”Menyalahkan” sepenuhnya pada pilihan DPR atas lima orang
komisioner yang baru rupanya bukan merupakan tindakan yang adil, dewasa, dan
tidak memihak karena sebagaimana kita ketahui
bahwa 10 orang yang diajukan oleh tim ”Sembilan Srikandi ”yang terdiri atas
Destri Damayanti, Eny Nurbaningsih, Prof Harkristuti Harkrisnowo, Betty S
Alisyahbana, Yenti Garnasih, Supra Winbarti, Natalia Subagyo, Dani Sadiawati,
dan Meuthia Gani Rahman sebagai tim panitia seleksi (pansel) yang ditunjuk
Presiden Joko Widodo.
Sembilan wanita berlatar belakang sebagai ahli hukum baik hukum
pidana, hukum tata negara dan hukum bisnis, ahli ekonomi dan manajemen
organisasi, psikologi, sosiologi, dan tata kelola pemerintahan ini telah
bekerja keras dengan melibatkan partisipasi publik, Bareskrim, PPATK, BIN,
dan sebagainya untuk menjaring 622 pendaftar dan 194 orang yang lolos seleksi
administrasi pada akhir Juli 2015 kemudian melakukan serangkaian ujian tulis,
ujian lisan atau wawancara, psikologi, kesehatan, dan lainnya. Karena itu,
secara realita DPR hanya diberi opsi untuk memilih lima dari 10 orang yang
diajukan oleh tim pansel yang diketuai Destri Damayanti tersebut.
Harapan Baru
Harus diakui ada yang merasa puas dan merasa tidak puas atas
keterpilihan lima komisioner KPK yang telah diangkat Presiden dengan Keputusan
Presiden Nomor 133/P/2015 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK Periode 2015-2019
dan telah dilantik Presiden Joko Widodo pada 21 Desember lalu.
Kendati demikian, kita akan lebih bijaksana untuk memberi
kesempatan kepada ketua KPK yang baru dan para wakil ketuanya untuk dapat
melakukan konsolidasi secara internal dan melakukan adaptasi agar komisioner
KPK mampu secara cepat dan tepat menetapkan prosedur kerja (SOP) yang lebih
memadahi. Di samping itu, Agus Rahardjo dkk juga diharapkan publik untuk menunjukkan
kinerja nyata untuk menjawab tantangan pesimisme publik dengan meningkatkan
sinergitas antara aparat penegak hukum lainnya seperti kejaksaan dan
kepolisian.
Penulis berpendapat bahwa memvonis lima komisioner KPK sebelum
bekerja membuat serangan melawan ganas dan berkembang biaknya korupsi di
Indonesia akan kian tersendat. Di samping itu, publik juga masih mengontrol
dan meneropong bagaimana sikap, tindakan, dan penanganan terhadap
masalah-masalah megakorupsi di Bumi Pertiwi ini (misalnya kasus Bantuan
Likuiditas Bank Indonesia/ BLBI, Kasus Bank Century, dan sebagainya) yang
menjadikan bangsa ini menderita dengan banyak utang dan pengangguran serta
kemiskinan yang kian nyata bagi rakyat di Indonesia yang telah ”mulai”
ditangani komisioner KPK jilid III.
Masyarakat menunggu janji pimpinan KPK yang dengan gagah berani
akan meningkatkan dan memperluas jangkauan operasi tangkap tangan (OTT)
dengan tidak mengedepankan penindakan semata, namun penindakan terhadap para
koruptor tidak boleh dilemahkan oleh siapa pun atau lembaga mana pun. Semoga
KPK jilid IV mampu menunjukkan kinerja yang lebih baik daripada
komisionerkomisioner sebelumnya. Selamat bekerja KPK.
Di tangan lima komisioner inilah puluhan atau bahkan ratusan
juta rakyat Indonesia menyematkan harapannya dan ingin melihat bahwa ”kau”
adalah pilihan yang terbaik untuk menjadi orang-orang terpilih guna melakukan
pemberantasan korupsi di Indonesia dengan keberanian, kejujuran, dan
profesional serta nyali besar tanpa bergantung oleh siapa pun dan lembaga
mana pun. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar