Kata Ganti Orang Kedua
Ajip Rosidi ;
Budayawan
|
REPUBLIKA,
05 Januari 2016
Pada 1958 melalui surat kabar Pedoman yang dipimpinnya, H Rosihan Anwar menyatakan keinginannya
agar dalam bahasa Indonesia digunakan satu kata ganti orang kedua, seperti
kata you dalam bahasa Inggris yang
digunakan kepada siapa saja dan kapan saja.
Sebagai seorang yang bersekolah di HIS, MULO, dan AMS yang
menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar, ia agaknya menjadi kagok
ketika menggunakan bahasa Indonesia karena dalam bahasa Indonesia terdapat
banyak sekali kata ganti orang kedua. Ada saudara, tuan, bapak, ibu, kamu,
engkau, bung, dan lain-lain ditambah dengan sebutan karena adanya hubungan
kekeluargaan, seperti kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek, ananda, ibunda,
kakanda, dan entah apa lagi.
Agaknya, H Rosihan Anwar tidak sadar, kenyataan itu menunjukkan
betapa kayanya bahasa Indonesia (dan juga bahasa-bahasa daerah karena dalam
bahasa daerah itu pun kata ganti orang kedua tidak hanya satu). Kata ganti
orang kedua yang kita gunakan dalam bahasa Indonesia bergantung kepada siapa
orang kedua yang kita hadapi dan bagaimana hubungannya dengan kita.
Kalau dia ayah kita atau sebaya maka kita menggunakan kata ganti
ayah atau bapak. Kalau orang yang kita ajak bicara itu perempuan lebih tua
dari kita maka kita akan gunakan kata ganti kakak atau kakanda. Kalau sebaya
dengan ibu kita, kita panggil ibu atau bibi.
Terkadang, kita menggunakan sebutan dari bahasa daerah, seperti
mas, ayu, akang, teteh, dan lainnya. Hal itu menunjukkan betapa kayanya
masyarakat kita karena hubungan orang-orangnya sangat beragam, bergantung
kepada hubungan masing-masing.
Kata tuan (yang sekarang jarang digunakan) dipakai untuk
berbicara dengan orang yang kita hormati dan tidak begitu akrab karena
hubungan kita dengan dia, terutama atau terbatas dalam urusan dinas atau
formal saja. Dengan orang itu, kita tidak dapat menggunakan kata bapak
apalagi ayah walaupun usianya sebaya dengan ayah kita dan kedua kata itu pun
mengandung penghormatan.
Sebaliknya, kalau kita menggunakan kata tuan kepada ayah kita,
niscaya beliau akan murka besar. Kepada sahabat akrab, kita menggunakan kata
engkau atau kamu, bahkan kata lu
atau elo dari bahasa Jakarta.
Apabilla kepada sahabat akrab itu tiba-tiba saja kita mengganti kata ganti
yang biasa kita gunakan dengan kata tuan atau bahkan saudara, tidak mustahil
menimbulkan tanda tanya--bahkan amarah--pada diri sahabat kita; "Mengapa
dia marah pada saya? Apa salah saya?" niscaya pikirnya.
Pendeknya, bahasa Indonesia dan bahasa-bahasa daerah itu sangat
konkret karena perkataan yang dapat kita gunakan kepada seseorang tidak dapat
diucapkan kepada orang lain yang berbeda hubungannya dengan kita.
Pada waktu itu banyak orang mengusulkan kepada H Rosihan Anwar
kata-kata yang dianggapnya cocok untuk menyamai kata you dalam bahasa Inggris. Entah berapa banyak kata-kata yang
diusulkan para pembaca Pedoman,
tapi akhirnya H Rosihan Anwar menerima usul seorang perwira AURI dari
Palembang untuk menggunakan kata anda.
Sejak itu, kata anda digunakan dalam bahasa Indonesia sebagai kata ganti
orang kedua.
Kian lama penggunaan kata tersebut kian luas, tapi ternyata
tidak digunakan oleh seseorang kepada setiap orang. Kata anda ternyata tidak
menggantikan semua kata ganti orang kedua yang lain yang tadinya digunakan
dalam bahasa Indonesia. Kata anda tidak dapat digunakan kepada semua orang.
Kepada ibu dan bapak kandungnya, orang masih enggan menggunakan
kata anda. Kalau kita perhatikan, kata anda terutama digunakan antara orang
yang belum akrab, seperti wartawan yang mewawancarai seseorang atau digunakan
oleh para pemasang iklan kepada kliennya.
Sementara itu, pemakaian kata saudara, bapak, ibu, paman, bahkan
tuan masih juga digunakan orang. Artinya, masyarakat Indonesia masih
menganggap pemakaian kata ganti orang kedua itu tetap bergantung pada
hubungan si pembicara dengan orang yang diajak bicara.
Prof Dr S Takdir Alisjahbana pernah melontarkan pendapat, kalau
semua orang Indonesia menggunakan kata anda
maka bangsa Indonesia menjadi bangsa yang demokratis. Namun, beliau tidak
dapat mengajukan argumentasi logis dan dapat diterima akal sehat. Beliau tidak
mau melihat kenyataan sejarah bahwa paham demokrasi itu tidak terdapat dalam
masyarakat Indonesia sepanjang sejarahnya dan sesuatu paham kemasyarakatan
tidak dapat begitu saja dicekokkan ke dalam masyarakat lain hanya dengan
menukar kata gantinya saja.
Sedangkan, anak-anak muda, terutama kaum selebritas, menyukai
pemakaian kata ganti lu atau elo dan gua yang diambil dari bahasa Jakarta.
Memang, pada 1950-an para seniman dan pengarang, terutama yang tinggal di
Jakarta, banyak yang menggunakan kata ganti lu dan gua dalam percakapan akrab
mereka, tapi tidak pernah menggunakannya di depan umum.
Namun, para selebritas sekarang menggunakan kata ganti lu dan
gua bukan hanya dalam percakapan akrab, melainkan juga di acara publik yang
disiarkan melalui televisi. Kata ganti lu
dan gua seakan diakui pemakaiannya
dalam bahasa Indonesia.
Pemakaian kata lu dan elo, sepanjang digunakan terhadap sahabat
karib atau kawan akrab, niscaya tidak menjadi masalah. Demikian juga
pemakaian kata kamu terhadap kawan karib atau orang yang lebih muda, juga
dapat kita terima. Namun, sekarang ini perkataan kamu kita dengar dan kita
baca digunakan oleh petugas perusahaan HP kepada pelanggannya. Artinya, tidak
peduli siapa dan berapa usianya.
Mungkin bagi anak-anak muda hal itu tidak menjadi masalah.
Namun, bagi orang tua seperti saya, dipanggil kamu oleh (kedengaran dari
suaranya) anak perempuan muda yang tidak saya kenal, terus terang saja merasa
tersinggung. Karena itu, setelah sekian lama saya merasa lebih baik untuk
pindah perusahaan HP, tapi ternyata sama saja.
Pemakaian kata ganti kamu digunakan juga oleh perusahaan HP yang
lain. Perusahaan HP semuanya tidak memperhatikan, apalagi membanggakan
kekayaan bahasa kita sendiri.
Saya tidak keberatan atas digunakannya kata ganti orang kedua
yang bemacam-macam dalam bahasa kita, termasuk kamu karena itu menunjukkan
kekayaan bahasa kita. Namun, hendaknya diperhatikan bahwa dalam bahasa kita,
baik bahasa nasional maupun bahasa daerah atau bahasa ibu, pemakaian kata
ganti orang kedua (dan kata ganti orang pertama juga) ditentukan oleh
hubungan si pembicara dengan yang diajak bicara.
Tidak ada kata ganti yang dapat digunakan terhadap siapa saja.
Artinya, tidak ada kata ganti orang pertama atau kedua yang dapat digunakan
dalam forum seperti HP karena yang diajak bicara bermacan-macam usianya.
Menghormati orang yang tidak kita kenal secara pribadi dengan
menggunakan kata ganti yang cocok dengannya merupakan bagian dari kehalusan
"budaya timur" kita. Adalah menjadi kewajiban kita semua untuk mempertahankannya.
Pendapat yang menganggap bahwa penggunaan kata ganti orang kedua
itu terpisah dari sifat atau sistem masyarakatnya hanya menunjukkan bahwa ia
tidak sadar bahasa itu bagian dari kebudayaan dan kebudayaan itu merupakan
cara hidup kita. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar