Kamis, 14 Januari 2016

HPP Gabah dan Beras

HPP Gabah dan Beras

M Husein Sawit  ;   Senior Advisor Perum Bulog 2003-2010; Tim Ahli Kepala Bulog 1996-2002; Mantan Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset Kementan
                                                       KOMPAS, 13 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Pemerintah sedang mempertimbangkan kenaikan harga pembelian pemerintah untuk gabah dan beras. Banyak usul agar harga pembelian pemerintahan (HPP) dinaikkan, terutama dari sejumlah organisasi kemasyarakatan. Sejumlah pakar melihat sebaliknya, HPP (apalagi kualitas rendah) yang terus dinaikkan tanpa mengindahkan harga internasional membuat daya saing beras Indonesia merosot, mempercepat substitusi dengan gandum.

Dalam beberapa pertemuan, Bulog mengusulkan agar pemerintah menetapkan kebijakan harga dasar (HD) dan HPP pada 2016.Pada saat Bulog tak mampu ”mengumpulkan” pengadaan dalam negeri dalam jumlah besar, seperti yang ditargetkan dengan patokan HD serta petani sudah terlindungi, instrumen HPP dipakai untuk memperbesar tambahan pengadaan dalam negeri.

Dengan instrumen itu, mampukah Bulog mencapai target tanpa membuat harga gabah/beras instabil dan naik? Untuk siapa HPP itu: Bulog, petani, atau keduanya? Pada 2015, petani sangat menikmati harga gabah yang tinggi, sejak awal tahun hingga sekarang, harga gabah kering panen tingkat petani berada lebih dari20 persen di atas HPP gabah.

Selama setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla banyak pertanyaan tentang kebijakan perberasan nasional yang belum terjawab.Salah satu target pengadaan dalam negeri oleh Bulog tinggi: 4 juta ton beras/tahun dan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) lebih dari 3 juta ton. Padahal, rata-rata pengadaan dalam negeri dalam lima tahun terakhir sekitar 2,6 juta ton/tahun.

Pada 2015, Bulog hanya mampu memperoleh beras pengadaan separuhdari target 4 juta ton.Di pihak lain, penyaluran raskin 2015 telah melampaui 66 persen, di atas kemampuan pengadaan dalam negeri. Padahal, rata-rata lima tahun sebelumnya hanya 25 persen. Bulog juga ditargetkan menguasai ”stok besi” 2 juta ton beras.

Dukungan harga

Dukungan harga untuk komoditas serealia, khususnya gabah/ beras, masih banyak dilakukan di negara-negara importir atau eksportir beras di Asia.Dukungan politiknya sangat tinggi.Tujuan utama dukungan harga itu untuk petani, sebagai rangsangan dalam berproduksi dan penggunaan teknologi. Dengan adanya kepastian harga, petani terlindung, risiko dalam berusaha tani menjadi rendah.

Banyak ragam dukungan harga tersebut disesuaikan dengan ”kemampuan” pemerintah. Filipina, Tiongkok, dan Vietnam menerapkan harga dasar untuk beras. Thailand merancang harga jaminan beras. India menggunakan dukungan harga minimum untuk beras.Di Indonesia, sejak 2002, harga dasar gabah/beras diganti dengan HPP.Pemerintah ”merasa lebih nyaman” dengan HPP, terhindar dari ”tuntutanmasyarakat” yang mewabah di era awal reformasi.

India dan Tiongkok menerapkan dukungan harga masing- masing dua dan tiga komoditas, salah satunya padi. India mampu melakukan pengadaan beras lebih dari 15 juta ton, Tiongkok diperkirakan lebih dari 40 juta ton/tahun. India mewajibkan (ketentuan UU) penggilingan padi menjual beras dalam proporsi tertentu ke Food Corporation of India, Bulog-nya India.

Pemerintah India memberikan bonus di atas harga dukungan minimum manakala harga beras di pasar internasional naik, dikoreksi kalau harga internasional turun. Dengan cara ini India mampu memperoleh pengadaan tinggi serta harga gabah/beras kompetitif di pasar internasional. COFCO, Bulog-nya Tiongkok, juga tidak mengalami kesulitan memperoleh gabah/beras dari petani karena pemerintah mewajibkannya, bukan hanya insentif harga.

Pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah instrumen pendukung agar target pengadaan dalam negeri terealisasi dan penyaluran Bulog terkelola. Pertama, menerapkan HD dan menaikkan HPP (apalagi HPP tunggal, kualitas medium) tak menjamin pengadaan dalam negeri akan tinggi. Manakala HPP atau HD dinaikkan, akan jadi referensi kenaikan harga gabah/beras untuk semua jenis kualitas, memicu instabilitas harga,dan harga beras sulit turun pada tingkat yang wajar.Peralihan konsumsi ke gandum semakin pesat.

Kedua, instrumen HPP jangan digunakan sebagai satu-satunya instrumen untuk menambah pengadaan dalam negeri oleh Bulog. Pemerintah perlu membuat peraturan/UU sehinggaperusahaan penggilingan padi berkewajiban menyetor beras ke Bulog dalam proporsi tertentu. Banyak contoh berhasil diterapkan pada korporasi, misalnya Telkom diwajibkan pemerintah (melalui UU dan PP) membangun jaringan telekomunikasi di daerah tidak untung, seperti desa dan daerah perbatasan.

Ketiga, sudah saatnya pemerintah memperkuat volume dan kualitas beras cadangan pemerintah, dinaikkan bertahap 1,3 juta ton untuk 15 hari ketahanan stok beras nasional, dengan beras kualitas premium serta penyaluran raskin dinormalkan tak lebih 1,8 juta ton.

Keempat, keuntungan usaha tani padi jangan terlalu terfokus pada insentif harga, tetapi harus banyak berasal dari peningkatan produktivitas, pengurangan biaya usaha tani, serta pengurangan kehilangan hasil tahap panen dan pasca panen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar