HPP Gabah dan Beras
M Husein Sawit ;
Senior Advisor Perum Bulog 2003-2010; Tim
Ahli Kepala Bulog 1996-2002; Mantan Ketua Forum Komunikasi Profesor Riset
Kementan
|
KOMPAS,
13 Januari 2016
Pemerintah sedang mempertimbangkan kenaikan harga pembelian
pemerintah untuk gabah dan beras. Banyak usul agar harga pembelian
pemerintahan (HPP) dinaikkan, terutama dari sejumlah organisasi
kemasyarakatan. Sejumlah pakar melihat sebaliknya, HPP (apalagi kualitas
rendah) yang terus dinaikkan tanpa mengindahkan harga internasional membuat
daya saing beras Indonesia merosot, mempercepat substitusi dengan gandum.
Dalam beberapa pertemuan, Bulog mengusulkan agar pemerintah
menetapkan kebijakan harga dasar (HD) dan HPP pada 2016.Pada saat Bulog tak
mampu ”mengumpulkan” pengadaan dalam negeri dalam jumlah besar, seperti yang
ditargetkan dengan patokan HD serta petani sudah terlindungi, instrumen HPP
dipakai untuk memperbesar tambahan pengadaan dalam negeri.
Dengan instrumen itu, mampukah Bulog mencapai target tanpa
membuat harga gabah/beras instabil dan naik? Untuk siapa HPP itu: Bulog,
petani, atau keduanya? Pada 2015, petani sangat menikmati harga gabah yang
tinggi, sejak awal tahun hingga sekarang, harga gabah kering panen tingkat
petani berada lebih dari20 persen di atas HPP gabah.
Selama setahun pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla banyak
pertanyaan tentang kebijakan perberasan nasional yang belum terjawab.Salah
satu target pengadaan dalam negeri oleh Bulog tinggi: 4 juta ton beras/tahun
dan penyaluran beras untuk masyarakat miskin (raskin) lebih dari 3 juta ton.
Padahal, rata-rata pengadaan dalam negeri dalam lima tahun terakhir sekitar
2,6 juta ton/tahun.
Pada 2015, Bulog hanya mampu memperoleh beras pengadaan
separuhdari target 4 juta ton.Di pihak lain, penyaluran raskin 2015 telah
melampaui 66 persen, di atas kemampuan pengadaan dalam negeri. Padahal,
rata-rata lima tahun sebelumnya hanya 25 persen. Bulog juga ditargetkan
menguasai ”stok besi” 2 juta ton beras.
Dukungan harga
Dukungan harga untuk komoditas serealia, khususnya gabah/ beras,
masih banyak dilakukan di negara-negara importir atau eksportir beras di
Asia.Dukungan politiknya sangat tinggi.Tujuan utama dukungan harga itu untuk
petani, sebagai rangsangan dalam berproduksi dan penggunaan teknologi. Dengan
adanya kepastian harga, petani terlindung, risiko dalam berusaha tani menjadi
rendah.
Banyak ragam dukungan harga tersebut disesuaikan dengan
”kemampuan” pemerintah. Filipina, Tiongkok, dan Vietnam menerapkan harga
dasar untuk beras. Thailand merancang harga jaminan beras. India menggunakan
dukungan harga minimum untuk beras.Di Indonesia, sejak 2002, harga dasar
gabah/beras diganti dengan HPP.Pemerintah ”merasa lebih nyaman” dengan HPP,
terhindar dari ”tuntutanmasyarakat” yang mewabah di era awal reformasi.
India dan Tiongkok menerapkan dukungan harga masing- masing dua
dan tiga komoditas, salah satunya padi. India mampu melakukan pengadaan beras
lebih dari 15 juta ton, Tiongkok diperkirakan lebih dari 40 juta ton/tahun.
India mewajibkan (ketentuan UU) penggilingan padi menjual beras dalam
proporsi tertentu ke Food Corporation
of India, Bulog-nya India.
Pemerintah India memberikan bonus di atas harga dukungan minimum
manakala harga beras di pasar internasional naik, dikoreksi kalau harga
internasional turun. Dengan cara ini India mampu memperoleh pengadaan tinggi
serta harga gabah/beras kompetitif di pasar internasional. COFCO, Bulog-nya
Tiongkok, juga tidak mengalami kesulitan memperoleh gabah/beras dari petani
karena pemerintah mewajibkannya, bukan hanya insentif harga.
Pemerintah perlu mempertimbangkan sejumlah instrumen pendukung
agar target pengadaan dalam negeri terealisasi dan penyaluran Bulog
terkelola. Pertama, menerapkan HD dan menaikkan HPP (apalagi HPP tunggal,
kualitas medium) tak menjamin pengadaan dalam negeri akan tinggi. Manakala
HPP atau HD dinaikkan, akan jadi referensi kenaikan harga gabah/beras untuk
semua jenis kualitas, memicu instabilitas harga,dan harga beras sulit turun
pada tingkat yang wajar.Peralihan konsumsi ke gandum semakin pesat.
Kedua, instrumen HPP jangan digunakan sebagai satu-satunya
instrumen untuk menambah pengadaan dalam negeri oleh Bulog. Pemerintah perlu
membuat peraturan/UU sehinggaperusahaan penggilingan padi berkewajiban
menyetor beras ke Bulog dalam proporsi tertentu. Banyak contoh berhasil
diterapkan pada korporasi, misalnya Telkom diwajibkan pemerintah (melalui UU
dan PP) membangun jaringan telekomunikasi di daerah tidak untung, seperti
desa dan daerah perbatasan.
Ketiga, sudah saatnya pemerintah memperkuat volume dan kualitas
beras cadangan pemerintah, dinaikkan bertahap 1,3 juta ton untuk 15 hari
ketahanan stok beras nasional, dengan beras kualitas premium serta penyaluran
raskin dinormalkan tak lebih 1,8 juta ton.
Keempat, keuntungan usaha tani padi jangan terlalu terfokus pada
insentif harga, tetapi harus banyak berasal dari peningkatan produktivitas,
pengurangan biaya usaha tani, serta pengurangan kehilangan hasil tahap panen
dan pasca panen. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar