Surat buat Andi
Arief
Karyudi Sutajah Putra ; Warga Pemalang, Kini tinggal di
Jakarta
|
SUARA
MERDEKA, 10 Februari 2014
”Pertahanan terbaik adalah menyerang.” (Sun Tzu, 544-496 SM).
”Hanya ada satu kata: lawan!” (Wiji Thukul, 1963-1998).
BARANGKALI terinspirasi
ungkapan ahli strategi perang asal China dan penyair asal Solo itulah maka
Andi Arief, Staf Khusus Kepresidenan Bidang Bantuan Sosial dan Bencana, menyerang
balik lawan politik demi mempertahankan kekuasaan Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang tersisa delapan bulan.
Termutakhir, serangan Andi
terhadap Adnan Buyung Nasution, advokat senior yang juga mantan anggota Dewan
Pertimbangan Presiden. Pengacara mantan ketua umum Partai Demokrat Anas
Urbaningrum tersebut mendesak KPK memeriksa Edhie Baskoro Yudhoyono alias
Ibas, putra bungsu SBY, terkait korupsi Hambalang. Kepada pers (7/2/14), Andi
mengungkap ìdosaî Buyung dalam menggeluti profesinya.
Terutama ketika si Abang itu
memilih jalan menjadi pembela sejumlah tersangka korupsi, seperti Sjamsul
Nursalim, Gayus Tambunan, Anas, dan Chaeri Wardana alias Wawan. Menjadi
pengacara, kata Andi, adalah jalan legal bernegosiasi untuk koruptor. Andi
juga menganggap Buyung jadi beban permasalahan bangsa, bukan solusi.
Bukan kali ini saja Andi
menyerang balik pihak-pihak yang menyerang SBYatau keluarganya. Sebelumnya,
Mukhammad Misbakhun, politikus PKS yang kini loncat ke Golkar, juga telah
merasakan serangan Andi gara-gara bersuara keras dalam Pansus Bank Century
DPR. Andi waktu itu mengungkap kasus letter
of credit fiktif PT Selalang Prima Internasional senilai 22,5 juta dolar
AS milik Misbakhun di Bank Century.
Misbakhun pun divonis 1 tahun
penjara oleh PN Jakarta Pusat, dan 2 tahun penjara pada tingkat banding oleh
PTDKI Jakarta serta pada tingkat kasasi MA. Namun pada 5 Juli 2012, Majelis
Peninjauan Kembali (PK) MA membebaskannya. Bambang Soesatyo, yang akrab
disapa Bamsoet, anggota Pansus Century dari Golkar menjadi sasaran Andi
berikutnya.
Andi mendesak KPK menetapkan
Bamsoet sebagai tersangka karena diduga menerima suap dari Djoko Susilo dalam
kasus korupsi Simulator SIM. Namun sejauh ini Bamsoet masih aman-aman saja.
Bila Buyung, Misbakhun, dan
Bamsoet jadi anak manis, akankah Andi Arief membeberkan “dosa’’ mereka? Di
DPR, mungkin bukan hanya Misbakhun dan Bamsoet yang bermasalah. Begitu pun di
dunia advokat, bukan hanya Buyung yang suka membela tersangka korupsi.
Tapi mengapa ada kecenderungan
hanya orang-orang yang menyerang dan mengancam kekuasaan SBY yang diungkap
“dosa”-nya oleh Andi? Yang dilakukan Andi itu tentu tidak salah. Bila salah,
pasti ada pihak yang memperkarakannya. Tak juga Misbakhun yang akhirnya dibebaskan
MA.
Kalau Misbakhun menganggap Andi
bersalah pascapembebasannya, tentu ia mengambil langkah hukum. Hanya akan
lebih kesatria bila tidak hanya mereka yang bersuara vokal terhadap Istana
yang diungkap “dosa”-nya oleh Andi.
Sikap Andi membela SBY juga lumrah
dan bukan barang baru. Pada tiap rezim, selalu saja ada punggawa yang
bersikap all out membentengi
Istana. Pada rezim SBY, selain Andi juga ada Sekretaris Kabinet Dipo Alam
yang all out membela SBY, keduanya
sama-sama berlatar aktivis.
Padahal ketika masih di luar
pemerintahan, suara mereka juga kritis, seakan-akan hendak merobohkan
keangkuhan tembok kekuasaan. Lalu, apakah sikap Misbakhun, Bamsoet, dan
Buyung tak wajar? Terlepas dari “dosa” mereka di mata Andi, sikap ketiganya
di mata publik tampaknya wajar-wajar saja. Sebagai anggota Pansus Century,
wajar bila Misbakhun dan Bamsoet bersuara lantang menuntaskan pengusutan
megaskandal senilai Rp 6,7 triliun itu.
Perkara suara keras tersebut
diterjemahkan ‘’mengancam’’ Istana, itu hanya persepsi dan dari sudut mana
kita memandang. Faktanya, Wapres Boediono pun tak luput dari pemeriksaan KPK,
namun sejauh ini aman-aman saja, sehingga staf SBY tak perlu paranoid, karena
belum tentu SBYdihantui perasaan sama.
Hal Lumrah
Sebagai pengacara, desakan
Buyung agar KPK memeriksa Ibas juga hal wajar. Apakah seseorang yang
diperiksa KPK mesti bersalah? Tidak! Yang lain-lain juga diperiksa, apalagi
nama Ibas pernah disebut dalam persidangan perkara Hambalang di Pengadilan
Tipikor. Apa salahnya bila KPK memeriksa Ibas? Putra presiden, bahkan
presiden sendiri, diperiksa aparat penegak hukum, itu hal lumrah di negara
demokrasi.
Apakah pengacara tak boleh
menjadi pembela tersangka korupsi? Undang-undang mana yang melarang? Kalau
tersangka korupsi tak boleh dibela pengacara, bagaimana dengan hak-hak
mereka, apakah dijamin terpenuhi? Para penegak hukum juga manusia biasa, tak
terkecuali penyidik dan pimpinan KPK.
Sepanjang Buyung atau pengacara
lain berpegang teguh pada fungsi profesinya maka mereka tak bisa disalahkan
ketika menjadi pembela koruptor. Bahkan ketika seorang tersangka tidak
menggunakan pengacara karena tak mampu membayar jasanya, negara wajib
menyediakan. Ungkapan Andi, bila benar demikian, bahwa “menjadi pengacara adalah jalan legal bernegosiasi untuk koruptor”,
juga bisa berbuntut panjang.
Surat terbuka ini penulis
tujukan kepada Andi Arief untuk mendapatkan pencerahan seperlunya supaya
tanda tanya di tengah masyarakat tidak berkepanjangan. Bukan untuk membela
Misbakhun, Bamsoet, atau Buyung yang mengenal penulis pun tidak. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar