Memo
kepada PM Jepang Shinzo Abe
Rene L Pattiradjawane ; Wartawan Senior
Kompas
|
KOMPAS,
05 Februari 2014
Dari: Sahabat negara Anda
Yang Mulia
Perdana Menteri Abe, kami di Jakarta ingin memberikan selamat kepada
”Abenomics” yang mulai menunjukkan tanda kehidupan kembali sesuai janji Anda
Desember 2012 setelah terpilih kembali menjadi perdana menteri. Deflasi di
Jepang selama dua dekade berhenti dan pertumbuhan pun memanas mencari
akselerasi momentumnya.
Kebijakan
”Abenomics” melalui penguasaan Partai Demokrat Liberal (LDP) di dua kamar
parlemen memastikan kebijakan Anda bergerak seperti yang diinginkan mencapai
target pertumbuhan 1,8 persen tahun ini. Program memudahkan moneter secara
kuantitatif dan kualitatif bank sentral Jepang menyebabkan inflasi sesuai
jalur yang diharapkan.
Namun, YM PM
Abe, kami perlu menyampaikan memo ini karena secara bersamaan kami khawatir
percaya diri melalui slogan Anda ”Jepang Telah Kembali” yang disampaikan di
Washington tahun lalu memunculkan perilaku nasionalisme yang menurut kita
berbahaya untuk diperankan dan diperluas melalui gagasan ”kontribusi proaktif
bagi perdamaian” yang membahayakan semangat pasifisme Jepang sendiri.
”Politik
penghinaan” melalui dendam nasionalisme antara Tokyo dan Beijing atas tiga
pulau karang kosong yang disebut Kepulauan Senkaku, walaupun persoalan ini
adalah refleksi ratusan tahun hubungan Jepang-Tiongkok, mencemaskan banyak
negara Asia dan kekuatan-kekuatan luar kawasan. Semua khawatir, retorika
rivalitas nasionalisme akan menyebabkan terganggunya stabilitas dan keamanan
kawasan ini.
Ada dua faktor
yang ingin kami sampaikan dan menjadi pertimbangan YM PM Abe. Pertama,
kunjungan Anda ke Kuil Yasukuni bulan Desember lalu tidak perlu diberikan
embel-embel penjelasan karena menjadi kontraproduktif dalam menata hubungan
diplomasi dengan banyak negara. Penghormatan para arwah adalah bagian
kepercayaan suatu bangsa sehingga memberikan argumentasi arti kunjungan ke
negara-bangsa lain (apalagi penganut ateis) akan memberikan perspektif
keliru.
Kedua, kami
tidak ingin melihat Jepang seperti peribahasa kishi kaisei (bangkit dari kematian kembali ke
kehidupan), menjadi samurai tanpa majikan menjadi ronin menganut semangat feodal militer
Bushido. Diaktifkannya kapal perusak kelas Izumo yang dianggap menjadi kapal
induk samaran (pseudo-carrier)
diluncurkan dari galangan kapal Yokohama, mengikuti semangat ”kontribusi
proaktif” akan memacu perlombaan senjata baru di kawasan dimulai dengan
meningkatkan biaya anggaran pertahanan banyak negara.
Kalau kita
bicara perdamaian, YM PM Abe, tidak harus melulu diartikan dengan membangun
perangkat militer persenjataan bertujuan penggentar (deterrent) atau menambah persentase anggaran pertahanan terhadap
produk domestik bruto (PDB). Kalau ”kontribusi proaktif” tanpa pedoman dasar
rumusan, ditujukan pada kebangkitan Tiongkok mengantisipasi kekuatan laut
birunya, itu pun tidak perlu dicemaskan.
Kekuatan
militer Tiongkok memang besar dan masif dalam gelar peralatannya, tetapi
belum pernah teruji di medan pertempuran dan usang kalau melihat penggunaan
kapal induk ”bekas” yang sekarang disebut Laioning. Semoga memo kepada YM PM
Abe menjadi pertimbangan kebijakan internasional Jepang, bagaimana bersaing
dengan kebangkitan Tiongkok tanpa merusak tatanan stabilitas dan perdamaian
di kawasan Asia kita ini.
Salam dari sahabat negara Anda. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar