Hukum
di Balik Politik Kekuasaan
Benny
Susetyo ; Sekretaris Dewan
Nasional Setara
|
SUARA
MERDEKA, 21 Februari 2014
WAKIL Menteri Kementerian Hukum
dan HAM Denny Indrayana menegaskan pemerintah mendukung pembahasan RUU
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Dia bahkan menjamin substansi
rancangan tersebut tidak ada yang melemahkan komisi antikorupsi. ”Pemerintah tak pernah melakukan upaya
atau mencoba melemahkan KPK,” kata dia di Hotel Bidakara Jakarta
(18/2/14).
Dia juga menegaskan andai
materi RUU KUHP mengarah pada pelemahan pemberantasan korupsi maka dia siap
menghentikan pembahasannya. Ini memang kekhawatiran yang wajar dari publik
tapi Denny memastikan tidak akan ada pelemahan. Karena itu, sekarang ini,
justru penting untuk dibahas dalam konteks kita kritisi bersama-sama.
Di balik semua itu, sesunggunya
justru terbalik mengingat substansi rancangan UU KUHP mengebiri eksistensi
komisi antirasuah. Menghilangkan fungsi penyelidikan KPK misalnya, itu sama
saja dengan menghilangkan kewenangan luar biasa dalam menangani korupsi
sebagai kejahatan luar biasa (extraordinary
crime).
Rancangan regulasi itu
dikahawatirkan banyak mereduksi kewenangan, yang sejatinya merupakan ranah extraordinary KPK, dan kemudian
mengalihkan menjadi kewenangan lembaga penegak hukum hukum lain. Karena itu
publik pesimistis terhadap politic will penguasa
dalam memerangi korupsi.
Yang tumbuh makin kuat justru
kekhawatiran terhadap keseriusan elite negeri ini memberantas korupsi. Begitu
banyak kepentingan bermain, sekaligus ingin menyelamatkan diri lewat berbagai
cara, termasuk berlindung di ruang-ruang yang dianggap aman. Kehidupan
politik makin tidak sehat karena penuh pertarungan yang saling menjebak,
menjegal, bahkan menghancurkan.
Kenyataan ini tentu saja
merupakan langkah mundur bagi tekad memberantas korupsi, bahkan dikhawatirkan
makin menyuburkan praktik korupsi dalam berbagai tingkat, modus, dan model.
Publik mempertanyakan lebih jauh mengingat sejauh ini komitmen kekuasaan
terhadap pemberantasan korupsi acap hanya besar di mulut ketimbang tindakan
nyata.
Pemberantasan korupsi lebih
banyak menjadi pidato manis pejabat. Sementara korupsi terjadi dalam berbagai
tingkat dan bentuk, makin masif dan kuat, menjadi semacam budaya. Semua pihak
perlu menyadari bahwa korupsi merupakan penyakit kronis paling berbahaya bagi
kehidupan. Tanpa dukungan semua pihak, hasil pemberantasan korupsi pun minim.
Pemberantasan korupsi
seharusnya menjadi gerakan bersama seluruh komponen bangsa, termasuk dukungan
dari para elite. Sinyalemen adanya pelemahan dalam usaha pemberantasan
korupsi saat ini merupakan tantangan untuk melihat sejauh mana elite kita
bersungguh-sungguh memberantas korupsi.
Mengingat yang paling dirugikan
oleh korupsi adalah masyarakat, sudah sepatutnya publik terus mengontrol dan
mengingatkan penyelenggara negara akan tugasnya memberantas korupsi. Ikhtiar
itu ibarat memeriksa kerusakan dalam diri kita. Ketika mengobati salah satu
organ, atau bahkan mengamputasi, bisa jadi bagian lain terasa sakit. Tapi
itulah risiko supaya penyakit tidak menjalar dan badan tetap sehat.
Aparatur negara, yang umumnya
dikaitkan dengan kesempatan berbuat korup, seharusnya berdiri depan
memelopori kesadaran masyarakat untuk bersama-sama memerangi korupsi, dari
lingkup terkecil sampai terbesar. Banyak harapan bisa dibangun bahwa
demokrasi bisa ditegakkan dengan membangun sistem yang transparan, kredibel,
dan membawa efek jera bagi koruptor.
Kekuasaan berperan sangat vital
dan bila tidak justru komponen rakyat melalui berbagai pola gerakan akan
melampiaskan berbagai ketidakpuasan tersebut. Sangat jelas dan terang bahwa
pemberantasan korupsi butuh dukungan kekuasaan. Tanpa itu, pemberantasan
korupsi akan berjalan di tempat. Itu semua terjadi karena begitu dekatnya
aroma korupsi dengan kekuasaan.
Politik Citra
Akhir-akhir ini publik gundah,
masih adakah minat kekuasaan untuk memberantas korupsi secara
sungguh-sungguh? Perlu ditegaskan bahwa pemerintahan yang bersih bukan
sekadar citra dan pencitraan. Pemerintahan yang bersih mengandung makna
sangat mendalam dan mendasar. Ini menyangkut substansi dan kita belum sampai
pada proses inti pemerintahan yang bersih.
Korupsi membawa bangsa ini pada
kebangkrutan. Kita harus bersama-sama menyelamatkan bangsa ini karena sudah
berada di ujung tanduk kehancuran akibat gurita korupsi. Ketidakseriusan
memberantas korupsi berarti mengkhianati semangat konstitusi yang di dalamnya
mencita-citakan masyarakat yang adil dan makmur, serta bangsa yang cerdas.
Kita tak memungkiri selalu ada
tarik-menarik dalam perjalanan memberantas korupsi yang sudah mendarah
daging. Terutama aspek penegakan hukum yang mau tidak mau akan berhadapan
dengan kekuasaan. Pengintervensian hukum lewat pola-pola barter politik pada
akhirnya membuat hukum tidak akan pernah bisa membasmi korupsi.
Korupsi begitu dekat dengan
politik sehingga korupsi paling sering dilakukan karena ada dukungan
kekuasaan politik dari pelaku. Sudah seharusnya semua pihak menjauhkan
intervensi politik dalam penanganan kasus korupsi sehingga akan menghasilkan
keputusan hukum berkeadilan. Tentu, aparat penegak hukum tak boleh memiliki
loyalitas dan pemihakan kepada pihak mana pun, terutama penguasa. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar