Minggu, 02 Februari 2014

Disefisiensi PLN

Disefisiensi PLN

Adry Gracio Manurung  ;   Pemerhati Masalah-Masalah Ekonomi
KORAN SINDO,  01 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
“Ambilkan bulan bu, untuk menerangi tidurku yang lelap di malam gelap” Penggalan lirik tersebut mungkin sudah cukup familier di telinga masyarakat Indonesia. Lagu Ambilkan Bulan Bu ini kerap dipergunakan sebagai lullaby. Namun, lagu tersebut sudah jarang kita dengar belakangan ini. Salah satu penyebabnya mungkin karena sudah semakin sedikit orang Indonesia yang tidur lelap di malam gelap. 

Seiring perkembangan zaman, semakin banyak orang Indonesia yang tidak tidur di malam hari demi mengerjakan tugasnya yang menumpuk. Karena itu, banyak masyarakat yang tidak lagi menginginkan malam gelap, melainkan malam terang agar dapat mengerjakan tugas-tugasnya. Akibat itu, permintaan listrik sejak 2009 sampai 2012 terus meningkat. Ini terlihat dari beban puncak (beban listrik tertinggi) setiap tahun. Pada 2009 beban puncak PLN sebesar 23.437,59 MW.

Angka itu terus meningkat ke tingkat 24.917,42 MW pada 2010, 26.664,56 MW pada 2011, dan 28.881,87 MW pada 2012. Selain beban puncak, jumlah pelanggan PLN juga terus mengalami kenaikan sejak 2009 sampai 2012. Pada 2009 pelanggan PLN sebanyak 40.117.685 orang, kemudian mengalami kenaikan menjadi 42.435.387 orang pada 2010, 45.895.145 orang pada 2011, dan 49.795.249 orang pada 2012. 

Sayangnya, tingginya permintaan listrik masyarakat Indonesia masih belum dapat sepenuhnya terpenuhi oleh PLN sampai saat ini. Ini tercermin dari fakta bahwa daya mampu PLN masih lebih rendah dari beban puncak yang dihadapi PLN setiap tahun sejak 2009 sampai 2012. Pada 2009, saat beban puncak sebesar 23.437,59 MW, daya mampu PLN hanya 22.047,63 MW. Pada 2010 daya mampu PLN sebesar 94,48% beban puncaknya yaitu 23.540,85 MW. Pada tahun berikutnya, PLN memiliki daya mampu 25.449,92 MW saat beban puncaknya sebesar 26.664,56 MW. 

Data terakhir mengungkapkan bahwa tahun 2012 PLN memiliki daya mampu 28.085,86 MW. Dapat dilihat bahwa selama empat tahun terakhir daya mampu PLN masih belum pernah memenuhi beban puncak dari masyarakat Indonesia. Akibat itu, terjadilah power shortage yang mengakibatkan pemadaman listrik bergilir yang empat tahun terakhir sering terjadi. Namun, jika kita membagi daya mampu dan beban puncak berdasarkan daerah, ada beberapa daerah yang beban puncaknya dapat terpenuhi. 

Dalam neraca daya PLN pada 2012, wilayah Aceh, Sumatera Selatan, Jambi, Lampung, Kalimantan Timur, Sulawesi Barat, dan Banten memiliki beban puncak di bawah daya mampu mereka. Ini berarti, wilayah-wilayah tersebut tidak akan mengalami power shortage, dengan asumsi listrik yang dihasilkan daerah tersebut dibagikan ke daerah tersebut kembali sampai terpenuhi, dan tidak dialirkan ke wilayah lain terlebih dahulu, serta tidak terjadi ihwal yang menurunkan produksi listrik seperti kerusakan turbin, kebakaran pada pembangkit listrik, dan gempa bumi. 

Pertanyaannya sekarang, bagaimana cara agar power shortage bisa tidak terjadi di Indonesia? Secara umumadadua jenis cara yang dapat kita lakukan untuk menghindari power shortage; menurunkan beban puncak dan menaikkan daya mampu PLN. Cara pertama, menurunkan beban puncak, telah dicoba oleh PLN selama empat tahun terakhir. Cara ini memang memungkinkan, tetapi cukup sulit untuk dilakukan. Keberhasilan dari cara ini sangat bergantung partisipasi masyarakat Indonesia, apakah mau mengurangi konsumsi listrik yang kurang efisien. 

Menaikkan daya mampu PLN mungkin menjadi solusi yang lebih mudah untuk dikontrol PLN kesuksesannya karena PLN mempunyai kontrol penuh dalam meningkatkan daya mampu. Secara umum kita dapat meningkatkan daya mampu PLN dengan dua cara; memperbanyak jumlah pembangkit listrik dan meningkatkan efisiensi. Membangun pembangkit listrik tentu memerlukan dana yang tidak kecil. Selain itu, mencari lahan pembangkit listrik juga cukup merepotkan. 

Cara kedua, meningkatkan efisiensi, tentu lebih hemat untuk dilakukan. Berdasarkan laporan statistik tahunan PLN, kapasitas terpasang selalu lebih besar dari beban puncak. Kapasitas terpasang PLN sejak 2009 sampai 2012 secara berurutan sebesar 25.636,70 MW, 26.894,98 MW, 29.268,16 MW, dan 32.901,48 MW, sementara beban puncak setiap tahun sejak 2009 sampai 2012 secara berurutan sebesar 23.437,59 MW, 24.917,42 MW, 26.664,56 MW, dan 28.881,87 MW. 

Ini berarti, jika PLN bekerja pada efisiensi maksimum yaitu saat daya mampu PLN sebesar kapasitas terpasang, Indonesia tidak perlu lagi mengalami power shortage dengan asumsi tidak terjadi ihwal yang dapat menurunkan produktivitas seperti gempa bumi dan kebakaran.
Pertanyaannya sekarang, mengapa bisa terjadi disefisiensi pada PLN saat ini? Salah satu jawabannya, karena PLN masih menjadi badan usaha milik negara (BUMN) saat ini. Selama PLN masih memegang status BUMN, sulit bagi PLN untuk berproduksi pada tingkat paling efisien karena ada constrain yang menahan PLN untuk berproduksi secara efektif yaitu tanggung jawab pada masyarakat. 

Bila constrain ini dilepas, tentu PLN dapat lebih mudah mencapai efisiensi maksimum. Cara untuk melepas constrain tersebut adalah melalui privatisasi PLN. Dengan menjadikan PLN sebagai perusahaan swasta, PLN tidak lagi wajib menaruh tanggung jawab pada masyarakat pada prioritas. PLN dapat menaruh efisiensi dan efektivitas pada prioritas dan tentu sebagai perusahaan swasta, efisiensi dan efektivitas merupakan hal utama yang dikejar karena kedua hal tersebut dapat memaksimalkan keuntungan mereka dan perusahaan swasta memiliki orientasi memaksimalkan keuntungan. 

Bila ini terjadi, Indonesia dapat mengucapkan selamat tinggal pada power shortage. Salah satu cara privatisasi yang dapat digunakan PLN adalah melakukan penawaran umum atau yang lebih sering dikenal dengan istilah go public. Melalui proses ini, PLN dapat menjadi sebuah perusahaan yang transparan dan memiliki akuntabilitas yang lebih tinggi karena PLN tidak hanya akan memberikan laporan pertanggungjawaban kepada negara, tetapi juga kepada publik karena menjadi sebuah perusahaan publik. 

Akuntabilitas meningkat juga disebabkan oleh pengawasan yang meningkat setelah menjadi perusahaan publik dilakukan oleh masyarakat luas. Lebih dari itu, PLN juga dapat memperoleh tambahan modal melalui proses ini sehingga dapat membangun pembangkit listrik lebih banyak lagi untuk dapat memenuhi permintaan energi di Indonesia. Jika langkah serius ini diambil, saya percaya kita akan memenuhi kebutuhan listrik Indonesia dalam waktu singkat karena bulan saja tidak akan cukup untuk menerangi malam gelap menjadi malam yang cukup terang untuk masyarakat Indonesia bekerja. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar