Perjanjian
Investasi dan Gugatan Investor
Muhammad Iqbal Hasan ; Pemerhati Hukum Investasi Internasional;
Kandidat Doktor Ilmu Hukum UPH
|
KOMPAS,
15 Februari
2018
Akhir-akhir
ini muncul kekhawatiran dari sebagian masyarakat mengenai gugatan investor
asing melalui perjanjian investasi internasional, baik yang berbentuk
perjanjian investasi bilateral maupun bab investasi pada kesepakatan
perdagangan bebas (FTA)/Kesepakatan Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA).
Lebih khusus mereka menolak pasal yang memungkinkan investor menggugat
pemerintah di arbitrase internasional, yaitu pasal Investor State Dispute
Settlement (ISDS).
Perlindungan investor
Saya
tidak tahu persis apakah mereka memahami bahwa ISDS sudah diatur dalam UU No
25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal? Tepatnya Pasal 32 Ayat 4.
Pertanyaannya, kenapa pasal perjanjian dikritisi, tetapi pasal pada
undang-undang tidak?
ISDS
memang menjadi masalah dan kekhawatiran bagi negara tuan rumah di mana pun.
Namun, di saat yang sama, ISDS merupakan salah satu fitur utama perlindungan
investor asing dalam perjanjian investasi. Jumlah pasal pengaturan ISDS
bahkan bisa sampai separuh dari isi keseluruhan bab investasi. ISDS bukan
hanya vital dalam pelaksanaan, melainkan juga sering jadi penentu dalam
proses perundingan perjanjian investasi.
ISDS
diyakini dapat memberikan rasa aman kepada investor asing. Lalu, apakah
perjanjian investasi bisa atraktif tanpa ISDS? Jawabannya, bisa, jika yang
membuat perjanjian adalah dua negara yang hukum nasionalnya sudah sama-sama
baik dan bisa dipercaya investor. Contohnya, Australia-Japan FTA. Sebaliknya,
rasanya sulit mengharapkan ada negara pengekspor modal yang mau membuat
perjanjian investasi dengan Indonesia tanpa pasal ISDS mengingat hukum di
negeri ini masih tanda tanya (kalau tak mau dibilang buruk).
Sebenarnya
yang paling perlu dikhawatirkan bukanlah pasal ISDS, melainkan penyebab utama
terjadinya suatu gugatan. Gugatan bisa terjadi karena dua keadaan. Pertama,
karena kesalahan pemerintah. Jika pemerintah melakukan hal yang secara nyata
mencurangi hak investor, gugatan akan sangat mungkin terjadi. Kedua, itikad
buruk investor dalam menggugat pemerintah. Termasuk dalam gugatan ini adalah
frivolous claim (gugatan tanpa dasar), di mana Indonesia sudah beberapa kali
mengalaminya.
Harus
juga dipahami bahwa ISDS adalah salah satu bagian atau konten dari
perjanjian. Bagian lainnya yang sama pentingnya adalah kewajiban substantif,
baik terkait nasionalisasi, repatriasi, nondiskriminasi, atau lainnya.
Prinsipnya, pelanggaran atas kewajiban substantif inilah yang membawa kepada
ISDS.
Berdasarkan
statistik, pasal yang paling sering digugat dan dimenangi investor asing
adalah pasal terkait perlakuan fair dan adil (fair and equitable treatment),
diikuti pengambilalihan tak langsung (indirect expropriation). Maka,
pasal-pasal itu harus dirumuskan dengan cermat dan hati-hati untuk mengurangi
kemungkinan pelanggaran oleh pemerintah yang berujung ke ISDS. Memiliki
banyak investor dari negara maju pun tak otomatis membuat Indonesia rentan
digugat. Faktanya, negara-negara juara realisasi investasi di Indonesia,
seperti Jepang dan Singapura, ternyata bukan negara yang investornya dikenal
suka menggugat negara tuan rumah.
Berdasarkan
data UNCTAD, Jepang dan Singapura hanya pernah menggugat negara tuan rumah
masing-masing dua dan empat kali. Namun, harus diwaspadai, dua gugatan Jepang
itu terjadi pada 2015 dan 2016. Artinya, bisa jadi ini tren baru investor
Jepang. Perhatikan juga, dua dari empat gugatan Singapura ditujukan ke
Indonesia.
Potensi gugatan
Gugatan
investor asing tak hanya dihadapi negara berkembang atau pengimpor modal.
Negara seperti AS dan Kanada termasuk banyak digugat, masing-masing sudah 26
dan 16 kali digugat. Bandingkan dengan
Indonesia yang baru tujuh kali digugat. Hal ini menunjukkan banyak sekali
variabel yang menyebabkan suatu negara digugat oleh investor yang beroperasi
di wilayahnya.
Berhati-hati
dengan ISDS memang sangat perlu, tetapi jangan sampai menjadi kekhawatiran
tak berdasar. Setiap negara mitra dan setiap perjanjian memiliki keunikan,
risiko, dan masalah berbeda. Maka, analisis untung rugi pembuatan perjanjian
harus dilakukan kasus per kasus sehingga pemerintah bisa menilai perlu atau
tidaknya mengatur ISDS. Australia telah melakukan ini dengan mengatur ISDS
pada perjanjian dengan Korea Selatan, tetapi tidak dengan Jepang.
Saat
ini sudah banyak contoh atau alternatif cara perumusan ISDS yang lebih aman,
termasuk untuk menghadapi frivolous claim. Dalam kondisi tertentu, ISDS
bahkan lebih baik diatur dengan detail daripada tidak diatur sama sekali.
Maka, hendaknya kita tak serta-merta alergi dengan ISDS sebelum kita lihat
dahulu isinya pasal per pasal secara detail.
Pada
akhirnya, mulailah juga berpikir bagaimana caranya membuat ISDS menjadi
sesuatu yang bermanfaat bagi Indonesia. Sebagai contoh, saat ini pelaku usaha
Indonesia sudah mulai ekspansi ke luar negeri, baik berupa investasi langsung
maupun investasi portofolio. Dalam hal ini ISDS menjadi nyata manfaatnya bagi
Indonesia, yaitu untuk melindungi investor Indonesia yang berinvestasi di
luar negeri. ●
|
Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi jagung
BalasHapusArtikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Ayam Jago
BalasHapusApakah kamu sudah tau prediksi togel mbah jambrong yang terbaru? bila belum baca Prediksi Togel Mekong
BalasHapus