Gunung
Agung Sehat Bali Kuat
Agus Pambagio ; Pemerhati Kebijakan Publik dan Perlindungan
Konsumen
|
DETIKNEWS,
12 Februari
2018
Pulau
Dewata atau Pulau Bali merupakan destinasi pariwisata utama di Indonesia.
Pulau seluas 5.634,40 hektar yang dikelilingi oleh pantai nan indah sepanjang
529 km itu memiliki paduan yang unik antara alam nan cantik dan budaya nan
eksotis. Belum lagi hamparan sawah hijau berundak-undak berpadu dengan nyiur
melambai berlatar belakang langit biru di daerah Ubud, banyaknya pusat
kebudayaan dan seni yang tinggi nilainya, hutan nan asri pusat penangkaran
burung jalak bali nan eksotis dan bernilai tinggi di Taman Nasional Bali
Barat dan laut biru dengan buih putih berkejaran di pantai membuat Bali layak
jadi pusat wisata Indonesia bahkan dunia.
Data
yang direkam Badan Pusat Statistik Provinsi Bali mengungkap, jumlah wisatawan
yang datang ke Pulau Dewata pada 2016 mencapai angka 13,57 juta orang. Dari
jumlah ini, sebanyak 36,25% di antaranya atau sebanyak 4,92 juta adalah
wisman. Sedangkan untuk Januari-November 2017, jumlah wisman yang menyambangi
Bali mencapai 5,35 juta orang. Peningkatan kunjungan wisman pada 2017
terganggu karena meletusnya Gunung Agung pada akhir Nopember 2017 di saat
kunjungan wisman di akhir tahun seharusnya meningkat.
Namun
ulah Gunung Agung tidak separah Gunung Sinabung di Sumatera Utara yang terus
berulah sejak 2010 hingga hari ini. Dari beberapa kali kunjungan saya ke
Bali, khususnya ke Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) Pos
Pengamatan Gunungapi Agung di Desa Rendang, Kecamatan Rendang, Kabupaten
Karangasem, sejak akhir Januari 2018 lalu Gunung Agung sudah tampak mulai
tenang. Tidak ada lagi letusan dan gempa tektonik di seputar 8–10 Km dari
kawah.
Puncaknya
Sabtu 10 Februari 2018, pukul 09.10 menit lalu, melalui Rapat Koordinasi yang
dipimpin oleh Menteri ESDM dan dihadiri oleh Kepala BNPB, Kepala Badan
Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Pemda dan aparat
keamanan Kabupaten Karangasem telah diputuskan bahwa status Gunung Agung
diturunkan dari "awas" (level 4) menjadi "siaga" (level
3). Dengan diturunkannya status Gunung Agung, maka pengungsi dapat kembali ke
rumahnya masing-masing, tentunya dengan harapan Gunung Agung tidak lagi
berulah dalam waktu dekat, meskipun masih aktif.
Jika
kondisi Gunung Agung terus tenang dan aman, maka persiapan dan pelaksanaan
sidang Dana Moneter Internasional (IMF) yang rencananya akan diselenggarakan
pada Oktober 2018 dapat berjalan dengan baik dan lancar. Gunung Agung sehat
maka Bali akan kuat untuk menjadi pusat pariwisata dunia.
Arti
Perubahan Status dari Sisi Kebijakan dan Implementasi
Diturunkannya
status Gunung Agung dari level "awas" (level 4) ke level siaga
berdampak pada perubahan radius/zona berbahaya bagi manusia dan ternak yang
semula 8 – 10 Km dari kawah menjadi sekitar 4 Km dari kawah. Pemukiman
terdekat dengan kawah memang berada dalam jarak sekitar 4 Km, artinya
penduduk berada di zona aman dan 100% aman untuk kembali.
Dari
23 desa terdampak letusan Gunung Agung (sumber BNPB) sudah dapat kembali ke
desa masing-masing. Tentunya sebelum warga kembali ke pemukiman, pemerintah
(Daerah dan Pusat) harus merehabilitasi infrastruktur di desa-desa yang rusak
karena letusan Gunung Agung. Memang ada desa yang tidak dapat dihuni kembali
atau sudah terkubur lahar, untuk ini maka pemerintah harus mencarikan jalan
keluarnya.
Dari
Rapat Koordinasi di PVMBG Pos Pengamatan Gunungapi Agung di Desa Rendang yang
juga dihadiri oleh penulis, Kepala BNPB (Willem Rampangilei) menyatakan bahwa
mekanisme pengembalian pengungsi ke rumah masing-masing akan ditangani
langsung oleh BNPB setelah infrastruktur, seperti jalan dan jembatan, air
bersih, listrik, rumah dan lain lain sudah diperbaiki. BNPB juga akan
mengantisipasi sisa lahar melalui pembuatan jalur lahar dingin dan jalur
evakuasi untuk mengantisipasi jika Gunung Agung kembali berulah.
Perubahan
status ini terbilang cepat dibandingkan dengan letusan gunung api lainnya.
Hal ini patut diapresiasi oleh publik berkat baiknya koordinasi dan kerja
sama di lapangan antara PVMBG Badan Geologi, Kementerian ESDM, dengan BNPB,
Pemerintah Daerah, TNI/Kepolisian, kalangan pemantau independen dari berbagai
media di Pulau Bali (Media Pantau Gunung Agung) dan masyarakat Bali.
Penanganan bencana Gunung Agung ini di komandani langsung oleh Menteri ESDM,
Ignasius Jonan.
Bencana
alam memang tidak dapat diprediksi secara akurat oleh manusia dan teknologi
tetapi dampak bencana alam dapat diantisipasi dengan akal manusia, teknologi,
kebijakan publik, perencanaan dan koordinasi yang baik. Supaya dapat
mengurangi korban dan kerusakan akibat bencana alam.
Langkah Pemerintah
Dalam
kasus Gunung Agung, pemerintah akan segera memperbaiki seluruh permukiman
terdampak letusan sehingga layak huni secara bergotong royong, baik tenaga
kerja maupun dana. Libatkan berbagai kalangan, seperti pengelola pariwisata
di Bali, BUMN yang beroperasi di Pulau Bali, masyarakat dan berbagai kalangan
lain untuk membantu karena pulihnya Gunung Agung pasti membawa berkah untuk
kita semua, tidak saja masyarakat Bali tetapi juga masyarakat Indonesia.
Kedua,
dalam melakukan pembangunan pemulihan infrastruktur jangan sampai ada korupsi
seperti yang sudah sering dilakukan saat normalisasi dampak bencana.
Normalisasi bencana di Bali harus menjadi contoh penanganan bencana-bencana
lain di seluruh Indonesia.
Ketiga,
pemerintah perlu memberikan apresiasi kepada pemantau independen dari
kalangan teman-teman media yang siaga terus selama 24 jam memantau dan
memberitakan perkembangan Gunung Agung secara real time. Tanpa mereka sulit
pemerintah dan publik dapat mengetahui perkembangan terkini Gunung Agung.
Keempat,
Pemerintah Daerah Provinsi Bali, aparat keamanan dan BNPB Bali harus tetap
siaga dan terus bersiaga termasuk memonitor masyarakat supaya tidak masuk ke
kawasan kurang dari radius 4 Km, mengingat masih adanya aktivitas Gunung
Agung yang sewaktu waktu dapat kembali bergolak.
Semoga
koordinasi yang baik dalam menangani bencana Gunung Agung ini dapat dijadikan
contoh untuk menangani berbagai bencana alam lain di berbagai daerah,
mengingat secara geografis Indonesia memang berada dalam patahan bumi maupun
ring of fire dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar