Senin, 18 Januari 2016

Negara (Tidak) Boleh Kalah

Negara (Tidak) Boleh Kalah

Abdul Mu’ti  ;   Sekretaris Umum PP Muhammadiyah,
Dosen FITK UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta
                                                  KORAN SINDO, 15 Januari 2016

                                                                                                                                                           
                                                                                                                                                           

Rasa aman terasa semakin mahal. Sepekan terakhir Indonesia gusar oleh ormas Gafatar. Puluhan orang dilaporkan hilang tak tentu rimbanya. Belum selesai masalah Gafatar, Kamis (14/1) Indonesia gempar oleh teror di jantung Ibu Kota.

Sebuah pos polisi dan pusat perbelanjaan di jalan protokol dihantam serangan bom bunuh diri. Model penyerangan ini sangat ”klasik”. Menyerang objek vital dan fasilitas yang lekat dengan Barat. Starbucks adalah simbol Amerika. Selain pelaku dan aparat keamanan, dua warga asing juga menjadi korban. Jumlahnya tidak banyak, tetapi pesannya kepada dunia begitu kuat. Misi terorisme berhasil.

Ancaman Negara

Dilihat dari jumlah korban dan kerusakan yang ditimbulkan, serangan di siang bolong itu tidaklah besar. Tapi pesan, dampak, dan kerusakan sosial, ekonomi, dan politik yang ditimbulkannya begitu besar. Secara sosial, serangan bom Sarinah membawa pesan bahwa Indonesia yang selama ini disanjung dunia sebagai negeri dan bangsa yang harmonis ternyata menjadi sarang teroris.

Jumlah mereka memang sangat kecil. Tapi tidak mudah bagi negara untuk melumpuhkannya. Aparatur keamanan berulang kali mengingatkan akan bahaya terorisme, tetapi gagal mencegah kejahatan mereka. Penyerangan kantor polisi dan pusat perbelanjaan Sarinah dan Gedung Skyline adalah penyerangan dan perlawanan kepada negara.

Pelaku pengeboman menampar muka Indonesia di mata dunia. Secara ekonomi, bom Sarinah- Thamrin merupakan ancaman usaha pemerintah mengundang pelancong mancanegara berkunjung ke Nusantara. Keamanan dan kenyamanan adalah faktor utama yang mendukung keberhasilan pariwisata.

Serangan bom memaksa wisatawan berhitung untuk tidak menyabung nyawa di Indonesia. Hal ini akan berdampak langsung terhadap kempesnya devisa. Dampak yang serius adalah menurunnya kepercayaan masyarakat kepada pemerintah, khususnya aparatur keamanan. Ada sinyal kuat bahwa keadaan negara seakan gawat.

Tidak Boleh Kalah

Beberapa saat setelah aksi terorisme di Sarinah-Thamrin, Presiden Joko Widodo menyatakan negara tidak boleh kalah. Presiden juga meyakinkan agar rakyat tetap tenang. Pernyataan Presiden Jokowi sangatlah normatif. Sesuai dengan Pembukaan UUD 1945, negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.

Dalam konteks ini, pemerintah dan aparatur keamanan dinilai sukses jika rakyat dapat tidur nyenyak dan makan enak. Dalam hitungan jam, aparatur keamanan berhasil mengatasi keadaan. Beberapa pelaku baik yang tertangkap atau buron sudah teridentifikasi. Walau demikian masalah belum terselesaikan.

Kepolisian tetap harus memastikan siapa dalang dan motif pengeboman. Benarkah mereka adalah jaringan gerakan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS)? Seharusnya aparat keamanan tidak gegabah membuat kesimpulan sebelum investigasi menyeluruh, jujur, dan profesional. ”Lagu lama” polisi tersebut mulai menuai kritik yang mengesankan ada pembiaran, rekayasa, atau pengalihan isu.

Polisi perlu mengerahkan kemampuan untuk menepis dan mementahkan keraguan. Kita yakin polisi bisa. Tantangan berikutnya adalah mencegah agar aksi terorisme tidak terulang. Potensinya terbuka. Di tengah himpitan kesulitan hidup, terorisme selalu memberikan harapan dan impian surga. Bagi mereka yang tersia- sia dan terpinggirkan, bunuh diri adalah jalan indah meraih makna hidup.

Kemiskinan yang terus bertambah adalah pupuk radikalisme. Memang, radikalisme tidak selalu identik dengan terorisme. Tapi hubungan keduanya begitu dekat seperti eratnya kaitan kemiskinan dengan kefakiran. Nestapa hidup terlihat di manamana. Derita semakin kasatmata. Kesenjangan kaya-papa semakin menganga.

Walau ekonomi tidak kunjung membaik, rakyat masih bersabar. Terorisme tidak membuat warga kehilangan kepercayaan kepada pemimpinnya. Rakyat melihat presidennya tampak bekerja keras dan tulus. Itulah modal politik yang menentukan kemenangan.

Jika kepercayaan telah tiada, ketimpangan kian terbuka, kesejahteraan tak kunjung tiba, dan kriminalitas meraja, maka bom berikutnya tinggal hitungan masa. Negara bisa kalah jika keadaan tidak segera berubah. ●

Tidak ada komentar:

Posting Komentar