Membangun
Poros Batik
Ribut Lupiyanto ; Alumnus
Universitas Gadjah Mada, Warga Yogyakarta
|
SUARA
MERDEKA, 12 November 2014
Yogyakarta baru-baru ini
dinobatkan sebagai Kota Batik Dunia oleh Dewan Kerajinan Dunia (World Craft Council/WCC). Penobatan
berlangsung pada peringatan 50 tahun organisasi tersebut di Dongyang Provinsi
Zhejiang Tiongkok. (SM, 18/10/14). Penghargaan diserahkan Presiden WCC, Wang
Shan kepada GKR Pembayun selaku Ketua Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas)
DIY.
Yogyakarta bersaing dengan enam
kota di enam negara Asia Pasifik. Sebelumnya, tim penilai WCC telah meninjau
sentra batik tulis di Dusun Giriloyo Imogiri Kabupaten Bantul DIY (24/08).
Kunjungan ini dilakukan untuk melihat seluruh rangkaian proses pembuatan
batik tulis sebagai bahan penilaian.
Pengakuan batik dalam kategori
Warisan Kemanusiaan untuk Budaya Lisan dan Nonbendawi (Masterpieces of the Oral and Intangible Heritage of Humanity)
diberikan pada 2 Oktober 2009. Pemerintah melalui Keppres Nomor 33 Tahun 2009
selanjutnya mencanang kan Hari Batik Nasional tiap tanggal 2 Oktober .
Penghargaan dari WCC
mengukuhkan pusat kerajinan batik di Indonesia terpusat di Yogyakarta.
Potensi batik Nusantara yang sangat kaya akan membuka peluang kehadiran multiplier effect dari posisi
Yogyakarta sebagai Kota Batik Dunia. Selama ini dalam khazanah batik Jawa
terkenal sebagai sentranya selain Yogya adalah Surakarta dan Pekalongan.
Kedekatan geografis dan kultural membuka potensi besar yang dapat
dioptimalkan yaitu pembentukan poros batik dunia dari tiga daerah tersebut.
Pengembangan poros batik batik
untuk go international penting segera dilakukan guna meningkatkan daya saing
global melalui budaya dan pariwisata. Eksistensi batik dari waktu ke waktu
makin kuat sebagai bagian dari budaya bangsa. Tercatat dari 2008 ñ 2013
ekspor batik dapat ditingkatkan dari 32 juta dolar AS menjadi 300 juta dolar
AS (Kementerian Perindustrian; 2014).
Hal ini menjadi peluang bagi
batik untuk semakin meningkatkan daya saing global melalui budaya dan
pariwisata. Pelantikan Kabinet Kerja Jokowi- JK telah memperlihatkan fenomena
sejarah baru yaitu penggunaan busana batik bagi para menteri. Hal ini
diharapkan dapat menjadi simbol komitmen pemerintah baru terhadap
pengembangan batik.
Namun eksistensi dan daya saing
global batik membutuhkan dukungan berbagai pihak dan sektor. Pertama;
pemerintah pusat penting memfasilitasi Pemprov DIY dan Jawa Tengah untuk
melakukan kerja sama pengembangan poros batik. Selama ini relasi informal
sudah dilakukan para perajin dan pelaku pasar. Yogyakarta dapat menjadi
koordinator bagi Surakarta dan Pekalongan dalam membangun poros batik dunia.
Dukungan Dana
Kedua; dukungan finansial
berupa alokasi dana pengembangan batik. Pemerintah pusat dapat memanfaatkan
sebagian alokasi dana pendidikan untuk tujuan riset dan bimbingan terhadap
perajin batik.
Pemerintah bersama pemerintah
daerah dapat mengoptimalkan APBN dan APBD guna melestarikan batik
tradisional. Ketiga’; dukungan fasilitasi, baik dalam hal peralatan, promosi,
jaringan, dan kegiatan internasional. Konsistensi penggunaan batik dalam tiap
kegiatan di Yogyakata penting dilakukan pemerintah. Pemerintah bahkan dapat
mengeluarkan kewajiban tiap kegiatan di DIY wajib mendayagunakan batik.
Sektor swasta dapat digandeng
dan dijadikan sasaran kebijakan. Keempat; dukungan keterpaduan program. Misal
pengembangan batik penting diintegrasikan dengan pengolahan limbah. Usaha
batik jangan sampai menimbulkan limbah yang mengganggu. Hal ini akan
mendukung iklim penjualan dan terkait kenyamanan sebagai tujuan wisata.
Kelima; dukungan kebijakan khususnya dalam melindungi batik tradisional.
Akhir-akhir ini banyak berkembang batik printing hingga batik impor.
Pemerintah dan legislatif perlu
memberikan perlindungan kebijakan tapi aman dalam hal aturan main perdagangan
internasional. Realisasi poros batik dunia Yogyakarta- Surakarta-Pekalongan
merupakan modal besar mengantarkan Indonesia sebagai destinasi utama
pariwisata dunia. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar