Kamis, 13 November 2014

Kohesi DPR dan Harmonisasi

Kohesi DPR dan Harmonisasi

Petrus Suryadi Sutrisno  ;  Pengajar Senior dan Penguji Kompetensi Wartawan Utama Lembaga Pers Dr Soetomo (LPDS) Jakarta;
Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Informasi
SUARA MERDEKA, 12 November 2014
                                                
                                                                                                                       


KETEGANGAN dan perseteruan politik di DPR selama lebih dari 40 hari, pada Senin (10/11/14) berakhir dengan kemunculan kesepakatan damai antara kubu Koalisi Merah Putih (KMP) dan Koalisi Indonesia Hebat (KIH). Media massa menyebut ketegangan dan perseteruan itu membuat parlemen terbelah dua.

Tontonan politik yang mengesankan DPR tidak bersatu. Dimulai dari kubu KMP yang menguasai 353 kursi di DPR melancarkan operasi sapu bersih semua pimpinan alat kelengkapan dewan (AKD). Disusul keputusan sepihak mengambil semua jatah pimpinan komisi plus Mahkamah Kehormatan, Komisi V, XI, dan Badan Legislasi, Badan Kerjasama Antar Parlemen, serta Badan Urusan Rumah Tangga.

Terkecuali pimpinan Banggar yang penetapannya harus menunggu kelengkapan penetapan komisikomisi (alat kelengkapan dewan). Kubu KIH, sesuai hasil Pileg 2014, memperoleh 109 kursi bahkan membuat semacam DPR tandingan guna mengimbangi kubu KMP. Bahkan menggelar rapat paripurna plus adegan membalikkan meja yang dilakukan anggota FPPP DPR, partai pendukung pemerintah. Adapun KMP menguasai 353 kursi DPR.

Kubu KIH sebenarnya hanya ingin mengisi 16 kursi pimpinan komisi dan alat kelengkapan dewan yang seluruhnya berjumlah 64 kursi. Namun kubu KMP menolak permintaan itu karena mereka ingin menguasai mayoritas suara di semua lini kursi pimpinan DPR, sebagai obsesi pihak yang menguasai arena legislatif akibat gagal meraih kursi eksekutif serelah kalah dalam Pilpres 2014.

Meredanya ketegangan dan perseteruan antara KMP dan KIH ini sedikit banyak mencerminkan efektifnya komunikasi politik dua kubu itu, yang tidak terlepas dari peran Hatta Rajasa dan Pramono Anung. Komunikasi politik bisa memadukan perubahan sikap KMP yang kemudian lebih membuka diri, seiring dengan perubahan sikap KIH yang jadi lebih realistis. Termasuk merelakan kekuasaan pimpinan legislatif berada di kubu KMP, dengan menerima komitmen perolehan 21 kursi pimpinan alat kelengkapan dewan.

Bisa dibayangkan apa jadinya sistem politik di Indonesia jika KIH dan KMP tidak mencapai kesepakatan politik. Kubu KMP yang menguasai legislatif akan berada pada posisi berhadap-hadapan untuk mematahkan upaya KIH mendukung eksekutif. Rivalitas politik berkait peran legislatif dan eksekutif bagaimanapun berujung pada klimaks politik, yang tidak terlepas dari kepentingan politik masing-masing lembaga itu.

Obama-McConnell

Fenomena politik di DPR kita juga dialami negara lain. Sewaktu kubu KMP dan KIH terlibat dalam ketegangan selama 40 hari, pada Rabu (4/11/14) Presiden AS Barack Obama melakukan langkah politik mengundang Mitch McConnell, calon ketua mayoritas Senat AS dari Partai Republik untuk berbicara di Gedung Putih.

Kemenangan kubu Partai Republik yang dalam pemberitaan media sering disebut Grand Old Party (GOP) dalam pemilu sela cukup membuat Obama prihatin dan merasa perlu bicara dengan McConnell, senator negara bagian Kentucky.

Keduanya membahas agenda politik masing-masing yang jelas berbeda. Obama menangkap fenomena bahwa pemilihan sela yang hampir secara keseluruhan dimenangi Partai Republik dalam hitungan waktu ke depan akan mengubah arena politik AS. Hal itu karena per Januari 2015, GOP akan mulai ìmenguasaiî Kongres AS (Senat dan DPR/House of Representative). Obama mencoba membahas agenda politik dan agenda kerjanya bersama dengan McConnell.

Obama rupanya menyadari nantinya tak mudah bagi Presiden AS menjalin harmonisasi politik dengan partai lawan, dan demikian juga sebaliknya. Dalam pemikiran Obama: sulit bagi presiden untuk bisa meratifikasi beberapa rancangan UU yang kemungkinan diajukan Kongres yang mayoritasnya dari Partai Republik. Ia juga menyadari adanya berbagai kebijakan dan program pemerintah yang tak disukai dan tak disetujui mayoritas anggota Kongres AS.

Atas dasar pemikiran itulah, Obama mengajak McConnell bertemu untuk mempersempit jurang perbedaan antara Partai Demokrat dan Partai Republik, atau antara kepentingan nasional dan prorakyat. Obama dan McConnell bersepakat melanjutkan pembangunan infrastruktur, yaitu beberapa jalan raya dan jembatan. Rencana pemerintahan Obama mendapat respons relatif cukup positif dari kubu Partai Republik. Bahkan McConnell berjanji memuluskan rencana pembangunan tersebut.

Selain Keduanya juga menyepakati beberapa hal seperti ekspansi perdagangan, pakta perdagangan, reformasi pajak, pemakaian alat-alat kesehatan, regulasi lingkungan hidup dan yang terkait denga karbondioksida undang-undang imigrasi baru. Obama telah menunjukkan bahwa ia mampu mengesampingkan hak vetonya dan tidak ingin bertentangan dengan kubu GOP/Partai Republik dalam menggolkan kebijakan pemerintahannya. Adapun McConnell juga menunjukkan sikap positifnya dalam merespons sisa dua tahun terakhir masa pemerintahan Obama.

Kohesi-Harmonisasi

Ada beberapa hal yang bisa dicatat dari fenomena politik kita di DPR dan pendekatan Obama-Mc Connell di AS. Pertama; ada upaya dan terobosan politik yang dilakukan untuk menyelesaikan ketegangan dan perseteruan politik di DPR. Obama-McConnell juga melakukan terobosan guna menghindari keberlanjutan kemungkinan ketegangan dan perseteruan pemerintah dengan Kongres.

Kedua; KMP dan KIH mampu membuat suatu kohesi politik, dengan menghadirkan keserasian hubungan antarunsur yang satu dan unsur yang lain dalam wacana pengisian kursi pimpinan alat kelengkapan dewan. Adapun Obama dan McConnell dapat menjalin harmonisasi politik lewat Partai Demokrat dan Partai Republik yang sebenarnya berlawanan.

Betapapun berat dan tegangnya perseteruan antara partai yang berkuasa di lembaga eksekutif dan partai yang menguasai lembaga legislatif, komunikasi politik tetap dapat dibangun melalui suatu sinergi politik. Apakah dengan membangun kohesi politik sebagaimana dilakukan DPR kita atau menjalin harmonisasi politik seperti Obama dari Partai Demokrat dan McConnell dari Partai Republik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar