Selasa, 11 Februari 2014

Saatnya Membina Kemampuan Kolektif Pribumi Sumbar

Saatnya Membina Kemampuan Kolektif Pribumi Sumbar

Mochtar Naim   ;   Sosiolog
KORAN JAKARTA,  10 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
Ke mana lagi kita akan belajar untuk itu kecuali ke ne­gara leluhur para konglomerat non-pri itu sendiri, yaitu RRC, Tiong­kok, selain Jepang dan Korea. Dan di Asia Teng­gara sendiri, contoh yang sama juga belakangan dilakukan oleh Malaysia, Vietnam dan Thailand. Di sana, di negara-negara tetangga kita itu, dengan mengutamakan pem­ba­ngunan yang berorientasi bottom-up, demi kese­jahteraan rakyat terbanyak, yaitu pribumi sendiri, para pemodal dari luar harus mengikuti ketentuan-keten­tuan yang ditentukan oleh pemerintah setempat.

Bukan sebaliknya seperti yang terjadi di Indonesia dan Filipina selama ini di mana para konglomerat itu yang cenderung mendikte dan bertangan di atas. Yang terjadi di Filipina dan Indonesia itu adalah kerja sama yang saling mengun­tungkan antara kelompok “pengusaha” konglomerat non-pri dengan kelompok “penguasa” pribumi dalam menggenjot pembangunan di semua bidang, di darat, laut dan udara, sehingga orang luar melihat bahwa pemba­ngunan ekonomi di Indonesia khususnya berja­lan lancar dan meningkat setiap tahun.

Rakyat Sumatera Barat dengan para pemimpinnya yang tergabung ke dalam TTS (Tungku nan Tigo Sajarangan, Tali nan Tigo Sapilin), yakni Ninik Ma­mak, Alim Ulama dan Cerdik Pandai, ditambah dan diperkuat oleh Bundo Kanduang dan Pemudanya, mulai saat ini sudah harus menentukan sikap dan seia sekata dalam membangun Sumatera Barat ke masa depan dengan tujuan untuk sebesar-besar kemakmuran dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat , yang sewajarnya dimulai dari bawah, yaitu nagari dalam konteks Sumbar.

Dengan kita menentukan bahwa pembangunan itu harus dimulai di nagari, karena semua rakyat kita ada di nagari, walau seba­gian berusaha di rantau. Bayangkan, kalau semua kita, baik yang di ranah maupun yang di rantau, bersama-sama dan beker­jasama membangun masing-masing nagari, Sumbar secara keseluruhan sendi­rinya akan terbangun. Karena filosofi keminangan kita bersumbu pada ada­gium ABS-SBK, maka corak pembangunan apapun harus kita serasikan dengan adagium itu, dan di bidang ekonomi khususnya kita membangun sistem ekonomi koperasi syari’ah.

Kecuali yang sifatnya individual sendiri-sendiri, maka ekonomi nagari harus­lah merupakan usaha bersa­ma ber­bentuk koperasi sya­riah itu. Nagari di Sumbar kecuali sebagai unit ke­satuan ad­mi­nistratif pe­me­rintahan se­bagai ba­hagian yang integral dari NK­RI, pada wak­tu yang sa­ma nagari ada­lah juga unit kesatuan eko­nomi  yang sifatnya kor­­poratif ber­­badan hu­kum de­ngan bentuk koperasi sya­ri’ah nagari. Apalagi karena sejak se­mula nagari ada, nagari juga me­miliki aset-aset  berharga yang mem­punyai nilai eko­no­mis yang ting­gi, se­perti tanah ulayat, baik berupa hutan-rimba-belukar-per­bukitan dan tanah sa­wah, parak dan pantai dan danau sekalipun. Belum pula yang berupa aset kampung de­ngan segala fasilitas dan kekayaan yang ada, ter­masuk keterampilan bu­di­daya industri rumah tangga yang punya ke­cakapan dan kemahiran da­lam ber­in­dus­tri, seperti sul­aman dan in­dustri pa­ka­ian, ma­ka­nan, pe­ra­botan, dan seba­gianya.  Jika se­mua itu di­ga­rap me­­lalui ben­­tuk usa­ha k­o­­pe­rasi sya­ri’ah itu, maka kerja sama dengan bank-bank syariah dalam usaha permodalan dari bermacam usaha dari in­dustri kecil dan rumah tangga itu, akan bisa kita luncurkan dan giatkan. Dan itulah persisnya yang terjadi di Tiongkok, Jepang dan Korea di mana tidak ada usaha industri kecil dan rumah tangga yang tidak berbentuk koperasi dan yang seluruhnya di support serta dilindungi oleh pemerintah dan negara.

Untuk usaha ekonomi dan industri dalam berbagai bentuk yang berskala menengah ke atas, sendirinya badan usaha berbentuk BUMN dan lain­nya dengan juga melibatkan koperasi syariah kerakyatan, perlu dilakukan. Dan dalam rangka kerja sama dengan pihak luar sekalipun, yakni dengan korporasi multi­nasional, usaha koperasi syariah di nagari harus juga diikutsertakan manakala asset ekonomi kerakyatan seperti tanah, air, sungai, danau, pantai, dsb, juga termasuk yang di­perlukan dalam usaha kor­porasi bersama itu.

Sebuah konsep pem­ba­ngunan ekonomi yang ber­­­­­orien­tasi kerakyatan di bumi Mi­nangkabau-Suma­tera Ba­rat yang berbasiskan na­­gari itu dari sekarang sudah harus digagaskan se­cara ber­sama dari unsur ke­p­e­­­mim­pinan TTS dengan pemerintah dan perguruan ting­gi. Tahun 2014 ini ada­lah tahun yang baik untuk memulainya. Mari secara ber­sama dan sendiri-sendiri kita memutar otak kita untuk memikirkan dan meng­garapnya. Kiranya Allah membukakan jalan dan peluang bagi kita dalam mem­bangun kampung hala­man pemberian Allah ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar