Selasa, 04 Februari 2014

Menghitung Dampak Ekonomi Banjir

Menghitung Dampak Ekonomi Banjir

Junanto Herdiawan   ;  Kepala Divisi Asesmen Ekonomi dan Keuangan Bank Indonesia Wilayah IV Jawa Timur
JAWA POS,  03 Februari 2014
                                                                                                                        
                                                                                         
                                                      
AWAL 2014, negeri kita diwarnai bencana alam di berbagai daerah, mulai erupsi gunung berapi, gempa bumi, hingga banjir dan tanah longsor. Bencana alam selalu membawa dampak pada kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Bencana juga berdampak negatif pada pembangunan ekonomi karena berkurangnya kapasitas produksi yang pada gilirannya mengakibatkan kerugian finansial. 

Apabila dilihat secara global, bencana alam banyak mengakibatkan kerugian finansial dari tahun ke tahun. Laporan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menunjukkan bahwa bencana alam global telah mengakibatkan kerugian finansial rata-rata setiap tahun lebih dari USD 250 hingga USD 300 miliar. Bencana tsunami di Jepang pada 2011 mengakibatkan kerugian lebih dari USD 200 miliar. Sementara itu, Badai Katrina di Amerika Serikat mengakibatkan kerugian lebih dari 100 miliar dolar AS.

Di dalam negeri, kita juga berkali-kali mengalami bencana alam yang telah membawa kerugian besar. Data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menunjukkan bahwa bencana tsunami Aceh (2004) mengakibatkan kerugian finansial hingga Rp 39 triliun. Bencana gempa bumi Jogjakarta dan Jawa Tengah pada 2006 (Rp 27 triliun) dan banjir Jakarta 2007 (Rp 4,8 triliun). 

Bandingkan misalnya dengan biaya pembangunan jalan tol di atas laut Bali (Nusa Dua-Ngurah Rai-Benoa) senilai Rp 2,4 triliun atau pembangunan Jembatan Suramadu senilai Rp 4,5 triliun. Di sini terlihat bahwa kerugian finansial akibat bencana alam dapat mengganggu kapasitas pembangunan ekonomi.

Kalau dilihat dari komposisi, banjir dan tanah longsor menempati posisi tertinggi bencana di tanah air. Oleh sebab itu, terjadinya banjir hampir di seluruh wilayah Indonesia pada awal 2014 diperkirakan membawa dampak pada ekonomi nasional.

Dampak pertama banjir pada ekonomi adalah terganggunya produksi, khususnya produksi pangan. Dampak kedua adalah terganggunya distribusi. Keduanya berujung pada meningkatnya harga atau inflasi dan tekanan pada kapasitas produksi yang berujung pada hambatan pertumbuhan ekonomi. 

Kalau kita cermati, sebagian besar lahan produksi yang terendam banjir merupakan lahan siap panen dan siap tanam. Di wilayah Sumatera, sekitar 2.000 hektare sawah siap panen terendam banjir. Sementara itu, di Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi, puluhan ribu hektare sawah siap tanam terendam. Perkiraan dari Kementerian Pertanian, lebih dari 100 ribu hektare lahan terkena dampak banjir.

Masalah distribusi dapat mengakibatkan terjadinya kelangkaan produk pangan yang berdampak pada meningkatnya harga. Pada minggu terakhir Januari 2014, terjadi tekanan kenaikan harga, khususnya beras, sayuran, dan buah, pada beberapa pasar di Jakarta. Tekanan inflasi yang lebih tinggi juga diindikasikan terjadi di sebagian besar Sumatera, Kalimantan, dan Jawa Tengah.

Inflasi pada Januari 2014 diperkirakan sedikit meningkat. Namun, peningkatan tersebut masih berada dalam kisaran yang diperkirakan. Secara keseluruhan tahun, inflasi nasional diperkirakan masih berkisar 4,5 persen plus minus 1 persen. Hal tersebut disebabkan banjir terjadi saat awal musim tanam sehingga dampaknya masih relatif minimal jika dibandingkan dengan musim tanam. Di sisi lain, stok pangan nasional, termasuk Jakarta, masih relatif aman sehingga tekanan harga bisa dikendalikan.

Bencana banjir di negeri kita tidak hanya disebabkan sepenuhnya oleh faktor alam, tetapi juga akibat ulah manusia. Oleh karena itu, upaya edukasi, pembenahan pola pikir, dan langkah penanggulangan banjir tentu harus dilakukan dan didukung segenap masyarakat. Beberapa daerah, seperti Kota Surabaya atau Provinsi Jawa Timur misalnya, telah membuktikan mampu mengurangi, walau belum sepenuhnya, bencana banjir dengan baik. Hal itu berdampak pada meningkatnya efisiensi ekonomi.

Tahun 2014 adalah tahun penyesuaian bagi ekonomi Indonesia. Ekonomi diperkirakan tumbuh moderat. Meski inflasi tidak akan berdampak terlalu tinggi akibat bencana banjir, secara ekonomi banjir tetap menghambat proses produksi maupun distribusi. 

Kiranya kita tetap harus berhati-hati dan cermat dalam melihat berbagai situasi perekonomian yang muncul di tahun politik ini. Sikap business as usual atau menganggap banjir sebagai bencana musiman awal tahun, yang sifatnya rutin, tentu bukan sebuah sikap yang tepat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar