Minggu, 08 Agustus 2021

 

Anak-anak Lapar Perlindungan

Sutrisno ;  Pendidik, Alumnus Pascasarjana Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS)

KOMPAS, 7 Agustus 2021

 

 

                                                           

Peringatan Hari Anak Nasional (HAN) pada 23 Juli 2021 masih dipayungi awan kelabu pandemi Covid-19. Anak-anak Indonesia di tengah amukan virus korona yang mematikan. Varian baru Covid-19 membuat anak-anak rentan terpapar dan bisa merenggut jiwa. Maka, perlindungan terhadap anak-anak sangat penting dan harus menjadi fokus utama.

 

Tema HAN 2021, ”Anak Terlindungi, Indonesia Maju”, sangat relevan dengan situasi yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini. Anak adalah masa depan sehingga penting untuk melindungi anak-anak dari ancaman Covid-19.

 

Menurut Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) Aman B Pulungan, setiap satu minggu setidaknya terdapat dua anak yang meninggal karena Covid-19 di Nusantara. Hingga kini, jumlah anak yang terinfeksi Covid-19 sebanyak 12,3 persen dari kasus kumulatif nasional. Sebanyak 2,5 persen di antaranya merupakan anak usia 0-5 tahun, sementara 9,5 persen lainnya merupakan anak usia 6-18 tahun. Adapun case fatality rate-nya 3-5 persen. Dengan demikian, Indonesia menjadi negara dengan kematian anak karena Covid-19 yang tertinggi atau terbanyak di dunia.

 

Sejak virus korona baru masuk Indonesia, anak-anak kehilangan dunianya. Dunia bermain tak lagi bebas dengan teman sebaya di luar rumah atau lingkungan masyarakat. Kegembiraan bersekolah di ruang hilang karena pembelajaran tatap muka dihentikan dan diganti dengan sistem pembelajaran jarak jauh dengan metode dalam jaringan (daring).

 

Anak-anak tidak leluasa beraktivitas di luar untuk memperluas cakrawala pengetahuan dan keterampilannya. Anak-anak diharuskan bermain, belajar, dan berativitas di rumah dengan mematuhi aturan protokol kesehatan (prokes). Muncul kekhawatiran dampak pandemi Covid-19 pada anak terjadinya hilangnya minat belajar (lost learning) dan yang berbahaya adalah hilangnya generasi penerus (lost generation).

 

Penyair Lebanon, Kahlil Gibran, dalam bukunya, Sang Nabi, mengingatkan kita bahwa ”anakmu bukanlah anakmu”. Ungkapan Gibran di atas sebenarnya adalah untuk menyadarkan kita untuk menjaga anak sebagai titipan Tuhan dan betapa penting peranan anak di masa depan.

 

Masa depan anak erat kaitannya dengan perlindungan anak. Artinya, perlindungan anak menjamin anak berkembang secara optimal sehingga secara otomatis masa depan anak menjadi terjamin. Perlindungan anak adalah segala kegiatan untuk menjamin, melindungi, dan memenuhi hak anak agar hidup dan tumbuh berkembang secara optimal, berpartisipasi serta mendapatkan perlindungan dari bermacam bentuk kekerasan dan penelantaran. Maraknya anak-anak menjadi korban Covid-19 seharusnya menggugah perhatian masyarakat bahwa perlindungan pada anak-anak adalah persoalan serius bagi bangsa ini.

 

Anak-anak lapar akan perlindungan dari orangtua, masyarakat, sekolah, dan negara. Bentuk tanggung jawab orangtua terhadap anak dapat diwujudkan dengan pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan fisik dan kejahatan seksual, pemberian pendidikan, pengenalan etika dan sopan santun, pemberian bekal agama yang baik dan perlindungan jiwa raganya. Dalam masa pandemi, keluarga ialah benteng utama dan pertama dalam melawan pandemi Covid-19 melalui tindakan nyata penerapan prokes sebagai harga dan pengawasan yang ketat pada anak. Memastikan anak usia 12-17 mendapat vaksin Covid-19 untuk melindungi serta mencegah anak-anak menularkan kepada orang dewasa yang rentan.

 

Tanggung jawab masyarakat adalah menciptakan lingkungan interaksi sosial yang positif sehingga anak bisa bersosialisasi dengan baik bersama dengan teman-temannya maupun lingkungan sekitarnya. Ciptakan lingkungan masyarakat yang sehat, bersih, ramah, peduli, dan memberdayakan anak sehingga mampu tumbuh kembang dalam meraih cita-citanya.

 

Masyarakat juga punya kewajiban memberikan perlindungan dan keselamatan anak dengan berbagai upaya dan program sesuai kemampuan serta sumber daya yang ada. Karena dalam masyarakat, ada anak yang ikut isolasi mandiri, anak yang kehilangan orang terdekat karena Covid-19, anak yang kehilangan hak akibat keluarga (orangtua) terdampak Covid-19. Memperbanyak lembaga atau komunitas yang berkonsentrasi pada penegakan hak anak karena dampak psikologis dan sosial pada anak pada masa pandemi akan lama.

 

Negara harus lebih serius

 

Sementara negara harus lebih serius memberikan jaminan dan merealisasikan program perlindungan anak Indonesia sebagai amanat Konvensi Hak Anak, pelaksanaan UU Perlindungan Anak dan Pasal 28B Ayat (2) UUD 1945. Selanjutnya, mengeluarkan kebijakan negara yang bersifat teknis dalam melindungi anak dari segala bentuk tindak pelanggaran hak anak seperti bunuh diri, penyiksaan anak berujung maut, tindak kekerasan (child abuse), kekerasan/komersialisasi seksual, diskriminasi, trafficking, dan perlakuan salah lainnya.

 

Pembiaran dan impunitas atas pelanggaran hak-hak anak adalah refleksi rendahnya derajat keberadaan dan lemahnya empati kemanusiaan oleh negara. Presiden Joko Widodo perlu membuat gerakan nasional peduli akan perlindungan dan terpenuhinya hak-hak anak terlebih di masa pandemi Covid-19 khususnya anak perempuan, anak penyandang disabilitas, anak dalam keluarga ekonomi lemah, dan anak di wilayah terpencil yang sulit akses logistik dan infrastruktur.

 

Anak-anak tidak hanya diteror bahaya Covid-19, tetapi juga ancaman berbagai bentuk kekerasan anak. Di sinilah pentingnya strategis advokasi keras dan penegakan hukum dengan menerapkan ancaman sanksi hukum maksimal yang berat dan konsisten terhadap pelaku kekerasan anak. Hal ini untuk memberikan efek jera kepada pelaku.

 

Selanjutnya, perlu partisipasi lintas sektoral dan program dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementerian Sosial, Kemendikbudristek, Polri, KPAI, Komnas PA, pemprov, pemkab/pemkot dan masyarakat baik LSM/NGO serta organisasi masyarakat sipil lainnya untuk memenuhi hak anak mendapatkan pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, hidup yang layak, rasa aman, dan tempat tinggal yang memadai. Kemitraan yang sejajar dan kondusif merupakan syarat suksesnya sebuah agenda.

 

Peringatan HAN kiranya menjadi pengingat bahwa masih banyak hal yang harus dilakukan pemerintah dan semua elemen bangsa untuk lebih memedulikan kepentingan anak-anak. Paling tidak, suara anak-anak dari berbagai latar belakang didengar oleh negara dan dijadikan pertimbangan dalam membuat program serta kebijakan terkait pemenuhan hak dan perlindungan dalam situasi pandemi Covid-19. Jika anak terlindungi, masa depan anak menjadi cerah dan terjamin bangsa pun mengalami kemajuan. Indonesia Layak Anak 2030 dan Generasi Emas 2045 akan bisa terwujud. ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar