Minggu, 08 Agustus 2021

 

Mendukung Ibu Menyusui secara Eksklusif

FX Wikan Indrarto ;  Dokter Spesialis Anak di RS Panti Rapih, Lektor di FK UKDW Yogyakarta, Alumnus S-3 UGM

KOMPAS, 7 Agustus 2021

 

 

                                                           

Pekan Menyusui Sedunia (The World Breastfeeding Week) 2021 dimulai Minggu, 1 Agustus dan berakhir pada Sabtu, 7 Agustus. Tema peringatan tahun 2021 adalah Dukungan Menyusui (Protect Breastfeeding) karena meskipun dukungan pada ibu sangat penting, menyusui harus dianggap sebagai masalah kesehatan masyarakat yang membutuhkan investasi di semua tingkatan, mencakup sistem kesehatan, tempat kerja, dan komunitas di semua lapisan masyarakat.

 

Tulisan Prof Cesar G Victora, MD pada the Lancet berjudul Menyusui di Abad Ke-21: Epidemiologi, Mekanisme, dan Efek Seumur Hidup, menjelaskan pentingnya menyusui di semua negara. Di negara berpenghasilan rendah dan menengah, hanya 37 persen bayi di bawah usia enam bulan yang disusui secara eksklusif. Durasi menyusui lebih pendek di negara berpenghasilan tinggi daripada di negara miskin sumber daya.

 

Meta-analisis menunjukkan perlindungan terhadap infeksi anak dan maloklusi gigi, mendukung peningkatan kecerdasan, pengurangan kelebihan berat badan dan diabetes. Tidak ditemukan hubungan menyususi dengan alergi seperti asma, dengan tekanan darah tinggi, atau peningkatan kadar kolesterol, dan peningkatan kerusakan gigi berkaitan dengan periode menyusui yang lebih lama.

 

Bagi ibu menyusui, menyusui memberikan perlindungan terhadap kanker payudara, kanker ovarium, dan diabetes melitus tipe 2, juga meningkatkan jarak kelahiran. Peningkatan cakupan pemberian air susu ibu (ASI) eksklusif ke tingkat yang hampir universal dapat mencegah 823.000 kematian tahunan pada anak balita dan 20.000 kematian perempuan tahunan akibat kanker payudara. Selain itu, Lancet pada 30 Januari 2016 juga menyimpulan bahwa ASI membuat dunia lebih sehat, lebih pintar, dan lebih setara, bahkan penghematan ekonomi sebesar 300 miliar dollar AS.

 

Tingkat menyusui sangat bervariasi, terkait pola hidup sehat yang lebih umum di negara miskin daripada negara kaya. Di negara berpenghasilan rendah, sebagian besar bayi masih disusui pada usia satu tahun, dibandingkan dengan kurang dari 20 persen di banyak negara berpenghasilan tinggi dan kurang dari 1 persen di Inggris. Alasan mengapa ibu menghindari atau berhenti menyusui berkisar dari medis, budaya, dan psikologis, hingga ketidaknyamanan. Hal ini tidak boleh dianggap sepele, karena banyak ibu tanpa dukungan menyusui yang memadai beralih ke susu formula.

 

Dukungan menyusui secara politis dapat berupa ketentuan baru tentang cuti hamil dan menyusui, juga adanya polis asuransi untuk kesulitan menyusui yang diprediksi dapat meningkatkan cakupan menyusui sebesar 25 persen. Namun,  yang lebih penting adalah dukungan komitmen yang tulus dan mendesak dari pemerintah dan otoritas kesehatan di mana pun, untuk membangun norma baru di mana setiap ibu dapat menyusui dan mampu menerima setiap dukungan yang dia butuhkan untuk melakukannya.

 

Penelitian perilaku ibu menyusui selama masa pandemi Covid-19 di Indonesia oleh tim peneliti Health Collaborative Center (HCC) menunjukkan bahwa prevalensi keberhasilan pemberian ASI eksklusif di Indonesia pada tahun 2020 mencapai sebesar 89,4 persen. Dijelaskan oleh Ketua Tim Peneliti, Dr dr Ray Wagiu Basrowi bahwa hasil penelitian terbaru ini merupakan suatu keberhasilan yang terjadi di tengah keterbatasan akibat pandemi Covid-19. Pasalnya, pada tahun-tahun sebelum pandemi Covid-19 melanda, Indonesia tergolong negara yang rendah keberhasilan program ASI eksklusif di dunia, dengan prevalensi sekitar 30-50 persen saja secara nasional.

 

Namun, semakin banyak ibu menyusui yang terkonfirmasi Covid-19, dapat menurunkan cakupan pemberian ASI eksklusif, karena kekawatiran ibu untuk menularkan penyakitnya kepada bayi. Dukungan menyusui saat pandemi Covid-19 diperlukan oleh semua ibu yang positif Covid-19.

 

Ibu perlu diyakinkan bahwa menyusui dan memberikan ASI aman bagi bayi dari risiko penularan Covid-19, asalkan menerapkan protokol kesehatan secara ketat. Ibu harus selalu memakai masker saat menyusui dan merawat bayi, mencuci tangan sebelum dan sesudah memegang bayi, dan membersihkan dengan cairan disfeksi permukaan dan benda yang sering disentuh ibu dan bayi.

 

Untuk ibu dengan gejala klinis sedang dan tidak mampu menyusui secara langsung, dapat melakukan pemberian ASI perah (ASIP). Ibu haruslah memastikan kebersihan saat memerah ASI. Gunakan cangkir bermulut lebar untuk memberikan ASIP pada bayi dan gunakan wadah dengan tutup untuk menyimpan ASIP.

 

ASIP dapat disimpan dengan beberapa cara, yaitu di freezer dengan suhu minus 18 hingga minus 20 derajat celsius, ASIP dapat bertahan selama empat bulan. Di lemari pendingin bawah dengan suhu 4-5 derajat celsius, ASI dapat bertahan 3-4 hari. Di kotak ice pack dengan suhu 15 derajat celcius, ASI dapat bertahan selama 24 jam, sedangkan di ruangan dengan suhu kamar, ASI dapat bertahan selama 3-4 jam.

 

Momentum Pekan Menyusui Dunia juga mengingatkan kita akan pentingnya memberikan Dukungan Menyusui bagi semua ibu untuk menyusui bayinya secara eksklusif, meskipun ibu terkonfirmasi Covid-19.

 

Apakah kita sudah bertindak bijak? ●

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar