Kebenaran,
Kejujuran, dan Keadilan Sebagai Tujuan Pendidikan Elias Situmorang ; Direktur Rumah Pendidikan Fransiskan,
Nagahuta-Simalungun, Sumatera Utara |
KOMPAS, 21 Agustus 2021
Seorang
anak yang duduk di bangku kelas V sekolah dasar menangis, menjerit dan
memberontak sebagai bentuk protes karena peringkatnya turun. Padahal sejak
kelas satu hingga kelas IV dia selalu juara kelas. Namun pembalajaran daring
akibat Covid-19 membuat anak yang peringkatnya jauh di bawahnya menjadi juara
kelas. Selidik punya selidik ternyata si anak yang dinobatkan juara kelas V
saat ujian, bapaknya yang mengerjakan semua soal dan juga tugas-tugas dari
sekolah. Tangisan
anak sebagai protes atas ketidakjujuran, kebenaran, dan keadilan merupakan
persoalan jiwa yang pada akhirnya dapat mengarah pada minderwaardigheids
(habis jiwanya). Jika jiwa tidak sehat maka akan berpengaruh pada tubuh juga.
Minimal orang yang kejiwaannya seimbang dan cerah, tidak terlalu peduli akan
penyakit badan, dan selalu hidup gembira dan bersemangat. Maka
kalau hidup seseorang tidak cerah mungkin hampir pasti ada yang tidak beres
dalam jiwanya. Jiwa yang kuat dan sehat mengarahkan seseorang pada tindakan
jujur, adil, berbelas kasih, punya integritas, pelopor perdamaian, dan mencintai
kehidupan. Semuanya ini hampir pasti dimulai dari pendidikan keluarga. Si
anak yang mendapat nilai hebat, tetapi bukan karena usahanya akan tumbuh
menjadi manusia liar tindakannya dan tidak akan punya integritas. Manusia
seperti itu akan sangat berbahaya bagi kelangsungan hidup suatu bangsa dan
negara. Jadi
secara positif orangtua yang ingin membimbing anak menghadapi dunia
persekolahan harus tegas, yang dapat dan perlu dituntut harus dituntut. Anak pintar
yang malas belajar jangan dibiarkan malas. Kalau tetap malas, orangtua harus
berani menghubungi seorang ahli bimbingan dan konseling guna mengetahui ada
masalah apa pada anak. Jangan malah orangtua yang mengambil alih tugas dan
ujian anak. Seharusnya
setiap orangtua harus memikirkan apa yang sebaiknya diberikan kepada
anak-anak untuk berkembang menjadi pribadi-pribadi tangguh, berwatak, dan
mandiri. Dalam pendidikan dasar setiap orangtua harus punya nada dasar dalam
mendidik anak, yakni kejujuran, kebenaran, dan keadilan. Kalau tidak perlu,
tak perlu ada interfere (campur tangan) pada kehidupan pribadi anak-anak. Agar
anak dapat melewati masa ini dengan baik dan benar sejak dini perlu diajarkan
nilai-nilai etika secara tegas dan konsisten seperti misalnya jujur,
bertanggung jawab, disiplin, mencintai kebenaran, membela keadilan, dan
berbuat kasih, serta tidak mencari kepentingan sendiri. Orangtua perlu
mendidik anak-anak dengan disiplin dan diajari tanggung jawab. Maksud
pendidikan ini bukan untuk membangun ketakutan anak pada orangtua melainkan
kepatuhan anak terhadap rasa tanggungjawab, disiplin, dan kerajinan. Orangtua
juga harus mendidik tinggi-tinggi cita-cita luhur bagi sang anak yaitu anak
ini harus menjadi anak kebenaran, anak-anak kasih, beriman, rela berkorban,
pemberani dalam membela keadilan. "Veritas",
"Probitas", dan "Iustitia" Pendidikan
itu berbeda dengan persekolahan. Memang tidak selalu dua yang bertentangan.
Namun dua benda ini memang harus dibedakan karena banyak orang dibingungkan
oleh keduanya. Banyak orang beranggapan dia sedang menerangkan topik
pendidikan, ternyata yang dimaksud adalah sekolah atau persekolahan. Pendidikan
adalah substansi dan isi pengetahuan sementara persekolahan adalah sistem,
sarana, dan gedung. Cukup sering sarana memberikan bantuan. Tetapi dalam
beberapa dekade ini, dalam banyak kasus, sekolah dengan segala sepatu, buku,
administrasi, uang gedung, ijazah, dan masih banyak aksesori lain lebih
banyak mengganggu pendidikan daripada membantu. Tujuan
utama pendidikan adalah untuk menyingkapkan kebenaran, kejujuran, dan
keadilan (veritas, probitas, dan iustitia) serta untuk menyelamatkan umat
manusia dari kesesatan (the darkness of error) dan berhala (idolatry). Untuk
mendapatkan pendidikan yang benar dan baik bagi anak bangsa maka yang pertama
yang mesti diperhatikan adalah pendidikan dalam keluarga, masyarakat, dan
sekolah. Inilah
urutan yang benar dan dengan urutan ini untuk menghapus anggapan keliru
tentang persekolahan yang seakan-akan mereka mampu mengatasi dan menangani
berbagai hal yang muncul dalam pendidikan anak. Biarlah sekolah hanya fokus
pada tugas utama, yaitu mendidik melalui pengajaran. Sekolah harus berani
turun takhta dari satu-satunya pendidik menjadi pembantu utama orangtua dan
masyarakat dalam melaksanakan tugas mendidik generasi baru. Kemudian
para calon pendidik harus bermental pendidik. Persiapan itu penting agar
mereka pantas dan layak sebagai guru. Kelayakan dan kepantasan sangat
diperlukan mengingat tugas guru memiliki ukuran multi dimensional yang sangat
kompleks terkait dengan penyiapan generasi penerus yang lebih baik dalam
segala hal. Ketidaklayakan
guru dapat berakibat terjadinya kecacatan dalam proses pembentukan pola
pikir, pengasahan mata hati dan perilaku sosial dari peserta didik. Hal ini
akan menjadi beban berat baik bagi diri peserta didik maupun bagi masyarakat.
Sebagai jembatan ke masa depan, guru harus memastikan bahwa bahwa peserta
didiknya adalah jembatan bagi masa depan mereka menuju ke masa depan berikutnya. Pendidikan
dan pengajaran membantu anak menjadi orang dewasa mandiri dalam kehidupan
bermasyarakat; melalu pengajaran para pendidik anak mencapai kematangan baik
intelektual maupun emosional untuk dapat menempuh studi akademis atau
profesional. Teras
dari kematangan itu adalah kemampuan bernalar dan bertutur yang telah
terbentuk. Mampu menilai kesimpulan-kesimpulan tanpa terbawa oleh perasaan.
Dapat menjadi orang yang berkomitmen dan berani melibatkan diri dalam
kehidupan bermasyarakat. Hal ini hanya mungkin kalau tercipta relasi yang
baik antara pendidik dan anak didik. Relasi
guru dan murid dapat ditinjau dari berbagai segi. Menurut Earl V Pullias dan
James D Young dalam bukunya A Teacher Is Many Things, hubungan itu sebaiknya
adalah hubungan saling percaya. Murid percaya dan hormat pada gurunya karena
mereka yakin guru mempunyai budi dan pengetahuan yang jauh lebih tinggi dari
mereka, sebaliknya guru pun percaya bahwa muridnya mempunyai kemampuan untuk
menyerap dan meyakini apa yang diajarkan ibarat seorang ibu menuntun anaknya
yang baru pandai berjalan. Di
bawah naungan guru yang berwibawa murid merasa aman seperti anak ayam merasa
nyaman di bawah sayap induknya. Karena itu guru perlu menyadari bahwa sebagai
manusia, murid mempunyai potensi untuk berbagai kemungkinan. Murid belum
tentu menyadari potensi yang mereka miliki. Gurulah sebagai penilai yang
memberi penilaian kepada murid, bukan untuk mengadilinya. Guru
harus bertindak adil dan hati-hati untuk membantu murid menyadari apa yang
telah dicapainya dan apa yang belum. Penilaian yang tepat hanya bisa didapat
dalam dan melalui relasi yang baik, mendalam dan terukur. Karena itu dalam
konteks pendidikan mesti disadari bahwa guru harus mampu mengembangkan
kemampuan akal budi peserta didik untuk sampai pada kebenaran. Peran
guru sebagai pendidik dalam dunia pendidikan dapat dianalogikan seperti
jantung bagi manusia. Jantung merupakan salah satu organ yang paling penting
bagi manusia karena diperlukan untuk memompa darah ke seluruh tubuh sehingga
tubuh mendapatkan oksigen dan sari makanan yang diperlukan untuk metabolisme
tubuh. Guru harus memompakan semangat kepada peserta didik agar mereka
memiliki kualifikasi ilmu dan akhirnya menjadi manusia berpendidikan. Manusia
berpendidikan dengan sendirinya akan mengembangkan kemampuannya untuk
mengatasi kesulitan, merealisasikan diri, dan menyesuaikan hidup dengan
kehendak Sang pencipta. Manusia atau seseorang akan terbentuk oleh pendidikan
yang dia peroleh. Pendidikan
memudahkan dia mendapat pekerjaan maka atas dasar inilah kerja menjadi bagian
budaya. Sedangkan nilai kerja membuat manusia survive dalam dunia yang
menantang. Orang harus bekerja untuk memenangkan perjuangan dalam hidup
keseharianya. Untuk
menggapai pendidikan yang baik, orang mesti dilatih teratur dalam bentuk
disiplin sama dengan orang, apabila ia ingin hidup maka jantungnya harus
dijaga dengan dengan baik. Jantung yang terjaga dengan baik didapat melalui
latihan dan kemauan untuk hidup dalam disiplin misalnya makan teratur, olahraga,
istirahat, dan berelasi secara sehat dengan sesama. Orang yang sehat
jantungnya akan membuat dia dapat melakukan segala bentuk aktivitas.
Sebaliknya orang yang jantungnya sakit membutuhkan biaya sangat besar dan
perawatan intensif serta akan mengurangi produktivitas. Dengan
disiplin yang baik dalam pendidikan maka akan tercipta manusia berkarakter.
Untuk itu perlu sejak awal dalam pendidikan perlu menyadarkan setiap anak
didik bahwa dirinya harus menjadi pribadi yang berdaya guna karena memiliki
pengetahuan, berempati kepada sesama manusia dalam bentuk tugas dan pekerjaan
apapun yang dia ampu kelak serta memiliki kesadaran moral berupa integritas
yang tinggi. Menurut
Ernest Hull, seorang Jesuit pendidik dari abad lalu, pembentukan karakter
dimulai dengan “tujuan yang hendak dicapai.” Menurut Ernest Hull akal budi di
satu sisi adalah tanda kemuliaan Allah, tetapi sekaligus potensial menjadi
sumber penderitaan manusia yang tak terperikan. Karena itu manusia melalui
pendidikan perlu menebus budi namun tidak menggusurnya. Manusia perlu
memerangi kejahatan yang disebabkan akal budi memalui pendidikan karakter. Untuk
itu guru perlu berfantasi, membayangkan karakter yang hendak dibangun pada
siswa. Agar berkarakter maka setiap anak didik perlu didorong untuk disiplin,
dikondisikan untuk tidak mencontek, bermental juara, dan bahkan jiwa seni
mereka pun perlu dikembangkan. Pendidikan karakter adalah bagian integral
upaya mendampingi peserta didik untuk mengembangkan potensi manusiawi mereka.
Maka tanggung jawab sekolah adalah membantu peserta didik untuk mengubah
potensi manusiawi menjadi tindakan konkret. Pendidikan
karakter ini juga untuk memberikan visi etis kepada peserta didik. Visi etis
diharapkan menempatkan diri mereka pada horizon yang lebih luas. Pendidikan
yang mengabaikan pembentukan visi etis dikhawatirkan hanya akan menjadi
proses pemindahan pengetahuan yang tidak berakar berpijak pada nilai-nilai
kemanusiaan. Pendidikan karakter dengan demikian diharapkan dapat membantu
peserta didik untuk menjadi pribadi yang semakin manusiawi yang mengagunkan
kebenaran, kejujuran, dan keadilan. ● |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar