"Quo
Vadis" BPPT di Era Ekonomi Inovasi Hammam Riza ; Kepala Badan Pengkajian dan Penerapan
Teknologi (BPPT) |
KOMPAS, 21 Agustus 2021
Pada
21 Agustus 2021 Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi genap 43 tahun.
Momentum ini merupakan saat yang tepat untuk melakukan refleksi dalam upaya
mencari peta jalan ke masa depan, meraih teknologi maju untuk Indonesia 100
tahun merdeka pada 2045. Mampukah badan ini terus berinovasi tiada henti? Bisakah
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sebagai lembaga kaji terap
teknologi mengawal transformasi ekonomi berbasis inovasi, mencapai visi NKRI
yang berdaulat, mandiri, maju, dan berdaya saing? Berdirinya
BPPT tak lepas dari peran Prof Ing BJ Habibie, tokoh teknokrat yang tidak
hanya terkenal di kalangan nasional, tetapi juga dunia. Gagasan besarnya
adalah mengejar peradaban teknologi untuk kemandirian bangsa. Pembangunan
teknologi perlu dipersiapkan untuk menyongsong masa depan. Untuk itu, BPPT
dibutuhkan sebagai satu wahana yang mengkaji masalah-masalah teknologi secara
mendalam dan menyeluruh agar kehadiran dan penerapannya benar-benar
mendatangkan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan bangsa, khususnya
dalam rangka mengembangkan industri dan produksi nasional yang dapat
memperkuat ketahanan nasional. BPPT
mengimbangi tugas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Jika
Bappenas merancang kebijakan makro, BPPT memastikan kebijakan itu terealisasi
dengan mengawalnya dengan kajian kebijakan dan penerapan teknologinya.
Demikian strategisnya peran dan keberadaan BPPT, sudah banyak sumbangsih yang
diberikan, mulai dari capaian teknologi untuk ketahanan pangan hingga
kedaulatan industri pertahanan. Dalam
situasi yang sangat mendesak dan diperlukan kecepatan yang luar biasa, BPPT
juga mampu melahirkan karya inovasi untuk penanganan pandemi Covid-19. Dalam
waktu kurang dari tiga bulan sejak Maret 2020, BPPT bersama ekosistem inovasi
TFRIC-19 mampu menghasilkan produk yang sangat dibutuhkan untuk keperluan 3T
(testing, tracing, treatment). Produk
tersebut mulai dari tes cepat antibodi, reagen PCR, mobile BSL-2, hingga
ventilator. Tidak terhitung produk inovasi karya BPPT yang dihasilkan selama
kurun waktu empat dekade keberadaannya. Inovasi
menjadi kata kunci untuk meningkatkan kemandirian dan daya saing bangsa.
Romer (1990), Eaton dan Kortum (1995), Rosenberg (2004), Aghion dan Akcigit
(2015), Soerawidjaja (2017), dan sejumlah pakar ekonomi lain juga menekankan
pentingnya inovasi teknologi sebagai mesin atau motor pertumbuhan ekonomi. Artinya,
BPPT berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi. Selain menghasilkan inovasi,
sejak awal berdiri, BPPT berperan sebagai pengawal di garda terdepan terhadap
teknologi kunci yang akan digunakan di Indonesia. BPPT menjadi technology
clearing house, di mana peran akuisisi teknologi dijalankan. BPPT
juga menjadi pusat pelayanan teknologi, yang meliputi rekomendasi, advokasi,
audit teknologi, alih teknologi, konsultasi, pengujian, hingga proyek
percontohan, sejalan dengan fungsi BPPT sebagai pusat kecerdasan teknologi
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat. Inovasi dan ekonomi Bicara
ekonomi, sangat erat hubungannya dengan inovasi. Apalagi jika Indonesia ingin
mengatasi ketertinggalan dan menjadi negara lima besar dunia dalam kekuatan
ekonomi. Mengacu
pada Bank Dunia, pertumbuhan ekonomi 8 persen per tahun dibutuhkan untuk
menjadi negara maju. Untuk bisa mencapai itu, porsi sektor industri
manufaktur dalam produk domestik bruto (PDB) harus ditingkatkan. Peningkatan
industri manufaktur hanya bisa dilakukan dengan memperkuat dan memperbanyak
pasokan inovasi pada industri. Inovasi meningkatkan technology readiness
level (TRL), manufacturing readiness level (MRL), dan pada akhirnya
meningkatkan total factor productivity (TFP) yang menjadi ciri ekonomi
berbasis inovasi. Artinya,
jika ingin pertumbuhan ekonomi melompat dengan capaian per tahun di atas 8
persen, pembangunan nasional harus dilakukan dengan pertumbuhan ekonomi
berbasis pada inovasi. Kita
harus belajar dari apa yang dilakukan Korea yang, seperti Indonesia,
sama-sama terlepas dari pendudukan Jepang tahun 1945. Saat ini Indonesia jauh
tertinggal dari Korea dalam perekonomian. Pertumbuhan ekonomi Korea dimulai
tahun 1962, dengan kebijakan teknologi yang diusung adalah ”from imitation to
innovation”. Dengan
kebijakan iptek tersebut, ekonomi Korea telah tumbuh menjadi salah satu yang
tercepat di dunia. Transformasi ekonomi Korea dalam waktu kurang dari 30
tahun maju pesat dari sebuah negara pertanian menjadi negara industri. Indeks
daya saing Korea jauh meninggalkan Indonesia, Korea di peringkat ke-13,
sedangkan Indonesia ke-50 (WEF, 2020). Ada
dua hal penting yang harus ada dalam upaya menciptakan lompatan ekonomi,
yaitu adanya kelembagaan yang menghasilkan inovasi dan perlunya penguatan
regulasi terkait iptek. Indonesia memiliki keduanya. Pertama,
BPPT merupakan lembaga yang menghasilkan inovasi. Kedua, baru dua tahun ini
diberlakuan UU No 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi, dalam rangka memperkuat peran iptek di pembangunan nasional. BPPT dan implementasi UU No 11 Tahun
2019 UU
No 11 Tahun 2019 dirancang untuk memperkuat kelembagaan iptek yang akan
menyelenggarakan iptek dengan orientasi keluaran inovasi yang dapat langsung
berkontribusi pada pembangunan nasional. Untuk
itu, dalam UU No 11 Tahun 2019 telah diposisikan adanya kelembagaan iptek dan
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) dengan peran, fungsi, dan kewenangan
masing-masing. Kelembagaan iptek (Pasal 42) dan BRIN (Pasal 48) merupakan
satu ekosistem invensi dan inovasi yang ada dalam Sistem Nasional Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Keberadaan
kelembagaan iptek yang terdiri atas lima unsur haruslah eksis dalam Sisnas
Iptek. Fungsi dan kewenangan kelembagaan iptek ditegaskan dalam Pasal
43-Pasal 47. Keberadaan
BRIN dalam Sisnas Iptek, sesuai Pasal 48 dan Penjelasannya, hanya untuk
”mengarahkan” dan ”menyinergikan”, serta melakukan orkestrasi penyelenggaraan
iptek oleh kelembagaan iptek. Desain
Sisnas Iptek dalam UU ini yang memosisikan dua entitas penting tersebut—jika
berjalan sesuai dengan pengaturan yang ada dalam UU ini—akan memberikan
manfaat yang besar terhadap peran iptek bagi pembangunan nasional. BPPT
sebagai salah satu unsur kelembagaan iptek sangatlah siap dengan peran dan
posisi yang telah didesain dalam pengaturan Sisnas Iptek. BPPT selama ini
telah memainkan peran sesuai UU No 11 Tahun 2019. Presiden
Joko Widodo pada Pembukaan Rapat Kerja Nasional BPPT 8 Maret 2021 menekankan,
BPPT harus berburu inovasi dan teknologi, menjadi lembaga akuisisi teknologi
maju dari mana pun, dan menjadi pusat kecerdasan teknologi di Indonesia.
Ketiga peran tersebut sebenarnya sudah menjadi karakteristik dan ciri (DNA)
BPPT sejak saat didirikan. Pengalaman,
struktur organisasi, dan kapasitas SDM yang dimiliki saat ini seharusnya bisa
semakin memperkuat kemampuan BPPT untuk menjalankan tiga peran yang
diinginkan Presiden, dalam rangka mendukung percepatan dan lompatan pertumbuhan
ekonomi. Artinya,
jika keberadaan BPPT dipertahankan seperti amanah UU No 11 Tahun 2019, maka,
menurut Presiden, BRIN harus mampu mengorkestrasi SDM, infrastruktur, program
dan anggaran, agar menjadi kekuatan besar untuk menghasilkan karya nyata yang
menyejahterakan rakyat. Selain
itu, BRIN harus segera menyinergikan peneliti di lembaga-lembaga pemerintah
dan swasta, start up teknologi, talenta diaspora, dan anak-anak muda yang
sangat militan. BPPT
akan berperan membantu BRIN dalam upaya bersama mencapai lompatan pertumbuhan
ekonomi, melalui penguasaan teknologi, pendayagunaan teknologi, dan menjamin
keberhasilan penerapannya. Kerja
sama dalam satu kesatuan sistem antara BPPT sebagai salah satu unsur
kelembagaan iptek dan BRIN sebagai dirigen akan memaksimalkan hasil
penyelenggaraan iptek. Namun,
jika keliru dalam penafsiran kata integrasi, dengan menerjemahkan sebagai
peleburan, akan terjadi ketidakpastian capaian dan pasokan inovasi, yang
artinya terjadi pembekuan peran iptek, sehingga akan berakibat terjadi
stagnasi pertumbuhan ekonomi dan bahkan kemunduran. Quo
vadis BPPT. ● Sumber : https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/21/quo-vadis-bppt-di-era-ekonomi-inovasi/ |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar