Senin, 23 Agustus 2021

 

Mempertanyakan Kewenangan Ombudsman

Alamsyah Saragih ;  Anggota Ombudsman RI Periode 2016-2021

KOMPAS, 21 Agustus 2021

 

 

                                                           

Pernyataan bahwa Ombudsman RI tak berwenang memeriksa proses alih status pegawai KPK mulai mencuat setelah Ombudsman RI menyelesaikan Laporan Akhir Hasil Pemeriksaan (LAHP) alih status pegawai KPK. Penyampaian hasil temuan, pendapat, dan tindakan korektif kepada publik merupakan bagian dari akuntabilitas Ombudsman RI agar publik dapat mengawasi Ombudsman RI.

 

Keberatan pada dasarnya merupakan hal yang telah diatur melalui Peraturan Ombudsman RI Nomor 48 Tahun 2021. Salah satu keberatan KPK adalah mengenai kewenangan Ombudsman. Memang terasa janggal ketika KPK baru menyampaikan keberatan tentang kewenangan Ombudsman setelah pemeriksaan selesai. Sejak awal KPK mengikuti semua proses, bahkan menandatangani semua berita acara pemeriksaan. Wajar jika akal sehat publik terganggu.

 

Polemik mengenai kewenangan Ombudsman dalam mengawasi proses alih status pegawai KPK terkait tiga hal. Pertama, Ombudsman dinyatakan telah mencampuri kebebasan hakim dalam memutus karena pokok perkara yang sama sedang menjadi obyek gugatan ke PTUN. Kedua, alih status pegawai KPK dipandang beberapa pihak bukan merupakan domain pelayanan publik. Kedua, Ombudsman telah mencampuri kewenangan pengadilan karena melakukan uji materi terhadap peraturan KPK No 1/2020 yang merupakan kewenangan absolut Mahkamah Agung.

 

Ombudsman mencampuri PTUN?

 

Ombudsman telah mengatur prosedur penyelesaian laporan melalui Peraturan Ombudsman No 48/2021. Semua laporan selalu diverifikasi apakah telah dan sedang menjadi obyek gugatan di pengadilan. Ini untuk memastikan ketentuan pada Pasal 8 Ayat (1) Huruf g Undang-Undang Ombudsman RI yang mengatur bahwa dalam melaksanakan kewenangannya, Ombudsman dilarang mencampuri kebebasan hakim dalam memberikan putusan.

 

Sebetulnya sebelum menindaklanjuti laporan, Ombudsman telah melakukan verifikasi langsung apakah dan tidak ditemukan ada gugatan ke PTUN. Pendapat pertama yang disampaikan melalui media online oleh dua guru besar ternyata hoaks belaka. Mungkin pernyataan dua guru besar didasarkan atas feeder informasi yang keliru.

 

Bukan pelayanan publik?

 

Undang-Undang No 25/2009 tentang Pelayanan Publik telah mengatur tentang lingkup pelayanan publik. Di ketentuan umum telah diatur bahwa pelayanan publik mencakup barang, jasa, dan pelayanan administratif. Pada Pasal 5 Ayat (2) undang-undang ini diatur bahwa pekerjaan merupakan bagian dari pelayanan publik. Ini yang menyebabkan Ombudsman memandang bahwa proses alih status pegawai KPK merupakan bagian dari pelayanan administratif.

 

Pasal 5 Ayat (7) UU Pelayanan Publik bahkan mengatur bahwa pelayanan administratif juga menyangkut tindakan administratif pemerintah yang diwajibkan oleh negara dan diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam rangka mewujudkan perlindungan pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan harta benda warga negara. Ombudsman berpandangan bahwa tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam alih status pegawai KPK merupakan lingkup pelayanan administratif yang terkait dengan perlindungan kehormatan dan martabat pelapor.

 

Ombudsman adalah lembaga negara yang telah memiliki pengalaman panjang dalam mengawasi pelayanan kepegawaian mulai dari rekrutmen CPNS hingga menangani proses mutasi yang meniadakan hak-hak prosedural pegawai manakala rekomendasi Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) atau putusan PTUN tak dilaksanakan. Tak jarang pula rekomendasi KASN atau putusan PTUN yang tak dijalankan oleh terlapor akhirnya dilaksanakan eksekusinya setelah dilaporkan ke Ombudsman.

 

Ombudsman melakukan uji materi?

 

Ombudsman memang melakukan penelusuran apakah malaadministrasi dalam prosedur pembentukan suatu peraturan perundang-undangan berpotensi menyebabkan terjadinya malaadministrasi dalam pelaksanaan pelayanan publik. Ini penting untuk mengetahui konteks. Ketentuan ini diatur pada Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Ombudsman RI. Hal ini berbeda sama sekali dengan uji materi yang menghasilkan putusan membatalkan atau memperkuat suatu peraturan perundang-undangan.

 

Rangkaian penelusuran prosedur pembentukan peraturan oleh Ombudsman RI akan menghasilkan saran untuk perbaikan suatu peraturan perundang-undangan oleh penyelenggara pelayanan publik. Baik untuk penyempurnaan organisasi maupun prosedur agar tak terjadi malaadministrasi dalam pelaksanaan peraturan tersebut. Jadi, bukan menyangkut keabsahan suatu norma dalam peraturan perundang-undangan.

 

Suatu peraturan yang sah tetap dapat menjadi penyebab malaadministrasi dalam pelaksanaannya. Sebagai contoh adalah Peraturan Menteri PAN-RB No 61/2018 yang mengatur tentang rekrutmen CPNS pada 2018. Semula rekrutmen tak menerapkan masa sanggah sehingga berpotensi merugikan peserta karena tak ada kesempatan untuk menyampaikan sanggahan atas hasil yang mereka terima. Atas saran Ombudsman dilakukan perbaikan dengan menerapkan masa sanggah yang diterapkan hingga 2021.

 

Dalam peristiwa alih status pegawai KPK, Ombudsman menemukan beberapa malaadministrasi dalam pembentukan peraturan KPK No 1/2021 yang menyebabkan terjadinya pelaksanaan TWK yang merugikan pegawai KPK yang sedang menjalani proses alih status. Salah satunya adalah penyisipan ketentuan TWK dalam rancangan peraturan KPK tersebut yang dilakukan pada akhir masa pembentukan rancangan peraturan dan tak diumumkan melalui situs internal KPK sesuai SOP.

 

Dalam penyisipan tersebut peraturan KPK yang dibentuk tidak mengatur konsekuensi dari TWK. Ombudsman juga menemukan ketidaksiapan BKN dalam menjalankan asesmen sehingga TWK terpaksa dilaksanakan dengan memanfaatkan instrumen yang tidak digunakan untuk asesmen aparatur sipil. Alhasil, alih status dinilai tak sesuai dengan arahan Presiden sebagai atasan tertinggi dalam administrasi pemerintahan.

 

Oleh karena itu, Ombudsman meminta dilakukan tindakan korektif yang pada intinya menyangkut dua hal. Pertama, menyarankan perbaikan pengaturan tentang konsekuensi dari pelaksanaan TWK agar masalah serupa tidak berulang. Kedua, merehabilitasi hak-hak pegawai yang telah mengalami kerugian akibat rangkaian malaadministrasi dalam pelaksanaan peraturan tersebut.

 

Sebagaimana biasa, Ombudsman akan membahas secara saksama bersama pelapor atau terlapor yang menyampaikan keberatan, mengoreksi hal-hal yang relevan, dan membahas cara-cara menjalankan tindakan korektif. Terkait alih status pegawai KPK, tahapan ini penting agar arahan Presiden Jokowi selaku pimpinan administratif tertinggi dapat dijalankan.

 

Presiden telah menyampaikan bahwa hasil tes wawasan kebangsaan terhadap pegawai KPK hendaknya menjadi masukan untuk langkah-langkah perbaikan KPK, baik terhadap individu-individu maupun institusi KPK dan tidak serta-merta dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. ●

 

Sumber :  https://www.kompas.id/baca/opini/2021/08/21/mempertanyakan-kewenangan-ombudsman/

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar