Saatnya
Silent Majority Bicara
Nasaruddin Umar ; Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 15 Februari 2018
SETELAH
aktivitas bom yang dilakukan kelompok radikal, akhir-akhir ini muncul
peristiwa 'kebetulan' yang menewaskan sejumlah ulama kita. Para pelakunya
teridentifikasi sebagai 'orang gila'. Sama dengan pelaku pengeboman, mereka
sering dibahasakan dengan segelintir kelompok lama yang mengklaim diri paling
Islam.
Kelompok
yang tegas dan tidak setengah hati menyerang ideologi terorisme ialah
kelompok kecil yang sering diklaim sebagai kelompok pemikir liberal. Di mana
posisi mainstream muslim yang sering disebut silent majority? Mengapa mereka
seperti tidak berani speak out
menyatakan terorisme itu ajaran sesat? Mengapa mereka membiarkan diri diklaim
kelompok-kelompok kecil? Kesemuanya ini perlu dijawab dengan penuh kearifan.
Fenomena
yang sudah lazim terjadi ialah sekelompok minoritas 'menyandera' Islam, dan
secara ahistori menerapkan ayat dan hadis untuk membenarkan tujuan dan
gerakan mereka. Akibatnya, tanpa rasa berdosa mereka melayangkan nyawa orang
tak berdosa. Mereka seenaknya berbuat anarkistis yang sesungguhnya
kontraproduktif dengan Islam itu sendiri.
Sekelompok
lain lagi memahami ayat dan hadis sekehendak hatinya. Bebas mereduksi
sejumlah ayat dan hadis dengan mendramatisasi sedemikian rupa sabab nuzul
ayat dan sabab wurud hadis untuk mengakomodasi tren pemikiran yang katanya
humanistik.
Akibatnya
antara lain, lahirlah gagasan 'indahnya perkawinan sejenis' yang seakan
melegalkan kehidupan lesbi dan homoseksual. Belum lagi kelompok ideologi
transnasional dan kelompok politik praktis yang berusaha mengambil kaveling
di dalam kelompok silent majority ini.
Okelah
kalau tidak mau terlibat dengan pertarungan kepentingan di antara umat. Akan
tetapi, mengapa kelompok silent majority juga diam terhadap ancaman global
kemanusiaan, semisal pemanasan global, kerusakan alam, maraknya narkoba dan
HIV/AIDS, serta meningkatnya kriminalitas dan musuh-musuh kemanusiaan
lainnya? Bukankah ini semua ancaman terhadap dlaruriyat al-khamsah dan tidak
sejalan dengan maqashi al-syari’ah?
Sehubungan
dengan ini, menarik untuk disimak temuan survei Gallup Poll News Service
belum lama ini yang mengambil sampel 35 negara mayoritas muslim, termasuk
Indonesia. Puluhan ribu responden secara acak dengan metodologi khusus
digunakan. Poll ini menunjukkan kelompok silent majority lebih mengharapkan
kehidupan masa depan yang lebih tenang, terutama untuk mendapatkan
job/pekerjaan yang layak.
Disusul
kemudian dengan suasana demokratis dan dengan tetap mengharapkan agama
menjadi nilai-nilai sosial yang hidup. Dalam poll ini juga terungkap kelompok
mainstream muslim mengharapkan ulama lebih fokus membimbing umat, tidak perlu
terlibat langsung dalam dunia politik, meskipun pada satu sisi pemimpin
pemerintahan diharapkan mengedepankan moral dan etika agama.
Jihad
dalam Islam agar diarahkan kepada hal-hal yang konstruktif, tidak setuju
dengan cara-cara kekerasan apalagi teroris. Jika harus terjadi perang, jangan
sampai penduduk sivil jadi korban. Kaum perempuan muslim mengharapkan
kesetaraan gender. Dunia Barat pun agar lebih membuka diri dan respek
terhadap dunia Islam. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar