Imbal
Hasil Program JHT
Taufik Hidayat ; Anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional;
Dosen Program MM UAD Yogyakarta
|
KOMPAS,
13 Februari
2018
Program
Jaminan Hari Tua merupakan suatu program yang dimaksudkan untuk memberikan
jaminan keuangan kepada para pesertanya dalam bentuk uang tunai. Dibayarkan
sekaligus (lumsum) saat peserta memasuki usia pensiun, meninggal dunia,
ataupun mengalami cacat total tetap.
Program
ini diselenggarakan sesuai dengan prinsip asuransi sosial atau menjadi
program tabungan wajib bagi para pekerja di seluruh Indonesia. Oleh karena
itu, nilai manfaat yang akan diberikan kepada para peserta program Jaminan
Hari Tua (JHT) adalah sebesar seluruh nilai akumulasi iuran yang telah
dibayarkan oleh peserta maupun oleh pengusaha selaku pemberi kerja beserta
seluruh hasil pengembangannya.
Sesuai
tujuan pelaksanaan program JHT, hasil pengembangan dana hasil akumulasi iuran
dari semua peserta ataupun imbal hasil investasi menjadi faktor utama yang
akan menentukan besaran nilai manfaat yang akan diterima peserta. Dengan
menggunakan indikator imbal hasil investasi, peserta dapat mengetahui dengan
jelas sejauh mana dana program JHT-nya telah dikelola BPJS Ketenagakerjaan selaku
penyelenggaranya. Jika imbal hasilnya bisa melebihi kinerja pengembangan dana
yang dapat dilakukan oleh para peserta sendiri, atau yang dilakukan oleh
lembaga yang punya aktivitas sejenis, nilai manfaat yang akan diterima oleh
para peserta juga akan semakin optimal. Demikian juga sebaliknya.
Batasan
tingkat imbal hasil yang ditetapkan paling rendah sebesar rata-rata tingkat
suku bunga bank-bank pemerintah selama 12 bulan sebagai acuannya perlu
dievaluasi agar diperoleh nilai acuan imbal hasil investasi yang lebih
obyektif dan menarik serta dapat semakin meningkatkan kesejahteraan peserta.
Hal ini didasarkan pada struktur portofolio maupun pengalokasian dana
investasinya yang lebih condong ke instrumen-instrumen investasi jangka
panjang, baik berupa surat berharga negara (SBN), obligasi korporasi, maupun
dalam bentuk saham-saham perusahaan yang telah go public.
Pada
sisi lain, porsi alokasi dalam bentuk deposito relatif kecil dan umumnya
hanya berfungsi untuk mendukung kebutuhan likuiditas. Pada era tingkat suku
bunga rendah yang telah berlangsung beberapa tahun ini, strategi alokasi
dalam bentuk deposito harus memperoleh pencermatan yang lebih mendalam guna
menghindari terjadinya kekurangoptimalan dalam pengelolaan dana program JHT.
Strategi investasi imbal hasil
Portofolio
program JHT 2017, sebagaimana dipublikasikan BPJS Ketenagakerjaan di Kompas
pada 30 Januari, terdiri dari surat utang, saham, deposito, reksa dana,
properti, dan penyertaan. Proporsi alokasi aset pada tiap-tiap instrumen
investasi itu ialah sebesar 58,70 persen, 18,99 persen, 12,46 persen, 9,13
persen, 0,58 persen, dan 0,13 persen. Secara konsepsi strategic asset
allocation, pemilihan portofolio ataupun penataan aset tersebut sudah cukup
bagus dalam hal diversifikasi, baik untuk tujuan pencapaian imbal hasil yang
optimal maupun dalam hal pengelolaan risiko. Meski demikian, dalam
operasionalisasinya juga diperlukan strategi untuk mengoptimalkan perolehan
hasil sesuai pilihan investasi yang tersedia, atau yang disebut tactical
asset allocation.
Sesuai
sifat kepesertaan program JHT yang dimaksudkan untuk memberikan perlindungan
keuangan kepada para pekerja di masa tuanya, alokasi investasi yang sebagian
besar dalam bentuk surat utang, baik berupa SBN maupun surat utang korporasi,
dimaksudkan untuk menyesuaikan masa jatuh tempo instrumen investasi tersebut
dengan masa jatuh tempo kewajiban untuk membayar hak JHT kepada para peserta.
Melalui strategi pengaturan masa jatuh tempo terhadap portofolio surat utang,
dapat diperoleh suatu ”jaminan” untuk memperoleh suatu tingkat imbal hasil
tertentu.
Metode
ini dikenal dengan istilah imunisasi portofolio surat utang atau obligasi.
Dalam hal ini, untuk memperoleh imbal hasil yang optimal, diperlukan
kedisiplinan dalam pengaturan dan pengukuran tingkat sensitivitas portofolio
surat utang itu terhadap perubahan tingkat suku bunga dan tidak boleh
terganggu oleh kepentingan jangka pendek untuk segera menjual surat utang
itu. Khususnya bagi surat utang yang punya tingkat kupon yang relatif tinggi.
Proporsi
alokasi dalam bentuk instrumen saham dan reksa dana—yang secara keseluruhan
sebesar 31,45 persen—untuk kondisi saat ini bisa mendukung perolehan imbal
hasil investasi yang lebih tinggi. Return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
yang biasa digunakan sebagai acuan dalam perolehan imbal hasil adalah
instrumen saham pada 2016 dan 2017, masing-masing sebesar 15,32 persen dan
19,99 persen. Dengan demikian, imbal hasil yang diharapkan (expected return)
dari instrumen saham pada tahun-tahun itu setidaknya sebesar angka-angka itu.
Melalui
pengelolaan portofolio saham yang efektif dan efisien, baik dalam pemilihan
jenis saham yang masuk dalam portofolio (stock selection) maupun dalam
memanfaatkan momentum terbaik (market timing) untuk melakukan aksi jual-beli
saham, dapat diperoleh peluang untuk memperoleh imbal hasil yang jauh
melebihi nilai acuan tersebut. Meski demikian, kondisi sebaliknya juga dapat
terjadi jika penerapan strateginya tidak sesuai dengan yang diharapkan.
Sebab, instrumen saham selain dapat memberikan imbal hasil yang tinggi juga
mempunyai tingkat risiko yang tinggi juga.
Imbal
hasil instrumen investasi reksa dana relatif mirip dengan gambaran yang
terjadi pada instrumen obligasi untuk jenis reksa dana pendapatan tetap
(fixed income), yang sebagian besar portofolionya dalam bentuk obligasi
maupun indikator yang diperoleh dari bursa saham untuk jenis reksa dana
saham. Selain bertujuan untuk memperoleh imbal hasil yang optimal, strategi
alokasi dalam bentuk reksa dana juga dapat digunakan sebagai tolok ukur yang
bisa diperoleh dari portofolio sahamnya sendiri. Pada sisi lain, dalam era
tingkat bunga yang sangat rendah—yang sudah berjalan beberapa tahun
ini—relatif tidak dapat diandalkan sebagai instrumen yang dapat meningkatkan
sehingga pengalokasiannya harus seminimal mungkin sepanjang dapat digunakan
untuk memenuhi kewajiban jangka pendek program JHT. Kelebihan jumlah alokasi
dalam instrumen deposito mempunyai risiko perolehan imbal hasil portofolio
yang rendah dan cenderung ”idle”.
Sepanjang
tahun 2016 dan 2017, imbal hasil atau yield on investment (YOI) atas
pengelolaan dana program JHT masing-masing sebesar 7,19 persen dan 7,83
persen. Walaupun perolehan imbal hasil tersebut lebih kurang 2 persen di atas
rata-rata suku bunga deposito bank-bank pemerintah, dengan gambaran kinerja
pasar saham sangat bagus serta perolehan imbal hasil surat utang yang lebih
besar daripada deposito, ada potensi dan peluang untuk memperoleh imbal hasil
yang lebih tinggi. Pada sisi lain, industri dana pensiun juga masih
menerapkan bunga teknis sebesar 8,75 persen, yang berarti harus dapat
memperoleh YOI yang lebih besar daripada bunga teknisnya.
Acuan imbal hasil
Selama
ini, pengukuran imbal hasil pengembangan dana program JHT biasanya
dibandingkan dengan rata-rata suku bunga deposito bank-bank pemerintah pada
tahun yang bersangkutan. Dari sisi kepentingan peserta maupun untuk
pengembangan total dana program JHT, maka standar pengukuran kinerja imbal
hasil investasi tersebut kurang optimal.
Instrumen
deposito lebih identik dengan instrumen yang cocok untuk investor individu,
yang sering kali menjadi investor pasif. Dengan jumlah dana yang sangat
besar, pengelolaan dana program JHT punya daya tawar yang sangat besar untuk
memperoleh peluang-peluang investasi dengan potensi imbal hasil yang lebih
besar di pasar uang. Selain itu, dengan kapasitas dan kekuatan dananya yang
sangat besar, BPJS Ketenagakerjaan punya peluang untuk menjadi pemimpin di
pasar modal sehingga lebih mampu untuk memanfaatkan peluang-peluang besar yang
ada dibandingkan dengan para pelaku investasi lainnya.
Dalam
upaya untuk lebih mengoptimalkan perolehan imbal hasil pengelolaan dana, yang
pada akhirnya bertujuan untuk memberikan nilai manfaat program JHT yang lebih
baik kepada para pesertanya, target perolehan imbal hasilnya bukan lagi
didasarkan pada instrumen deposito, melainkan pada imbal hasil surat utang.
Selain didasarkan pada kondisi portofolio yang memang menjadikan surat utang
sebagai penopang utamanya, juga karena adanya tuntutan untuk menjadi investor
aktif.
Dalam
hal ini imbal hasil SBN acuan yang paling layak untuk dijadikan sebagai tolok
ukurnya dengan target margin minimal antara 1,5 persen dan 2 persen di atas
imbal hasil SBN dengan masa jatuh tempo 15 tahun maupun SBN 20 tahun. Sebagai
ilustrasi, imbal hasil SBN 15 tahun dan SBN 20 tahun pada bulan Desember 2017
masing-masing sebesar 6,926 persen dan 7,06 persen. ●
|
Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.
BalasHapusNama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.
Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.
Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.
Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut