Jumat, 02 Januari 2015

Menimbang Gagasan Penurunan Deviden BUMN

Menimbang Gagasan Penurunan Deviden BUMN

Ryan Kiryanto  ;  Kepala Ekonom BNI
MEDIA INDONESIA, 30 Desember 2014
                                                
                                                                                                                       


WACANA pemerintah melalui Kementerian BUMN untuk mengurangi setoran dividen disambut gembira kalangan BUMN. Maklum, efek kebijakan tersebut bakal berdampak pada rencana ekspansi usaha yang makin agresif. Konon, Kementerian BUMN tengah menghitung berapa pengurangan kontribusi laba BUMN terhadap pemerintah dalam pembahasan APBN-P 2015 bersama Kemenkeu dan kementerian terkait. Yang jelas bukan penghapusan dividen, melainkan pengurangan.

Dividen ialah pembagian laba kepada para pemegang saham berdasarkan banyaknya saham yang dimiliki. Pembagian itu akan mengurangi laba ditahan dan kas yang tersedia bagi perusahaan, tetapi distribusi keuntungan kepada para pemilik memang ialah tujuan utama suatu entitas bisnis didirikan. Dividen dapat dibagi menjadi 4 jenis. Pertama, dividen tunai, yakni merupakan metode paling umum untuk pembagian keuntungan, dibayarkan dalam bentuk tunai, dan dikenai pajak pada tahun pengeluarannya. Kedua, dividen saham, yakni cukup umum dilakukan dan dibayarkan dalam bentuk saham tambahan. Ketiga, dividen properti, yakni dibayarkan dalam bentuk aset. Namun cara ini jarang dilakukan. Keempat, dividen interim, yakni dibagikan sebelum tahun buku perseroan berakhir.

Biasanya, dividen dibagikan dengan interval waktu yang tetap, tetapi kadang-kadang diadakan pembagian dividen tambahan pada waktu yang bukan biasanya. Dividen akan diterima pemegang saham hanya apabila ada usaha yang akan menghasilkan cukup uang untuk membagi dividen tersebut dan apabila direksi menganggap layak bagi perusahaan untuk mengumumkan pembagian dividen.

Dividen merupakan hak pemegang saham (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perseroan. Jika perseroan memutuskan membagi keuntungan dalam bentuk dividen, semua pemegang saham bakal mendapatkan haknya yang sama. Namun, pembagian dividen untuk pemegang saham preferen lebih diutamakan dari pembagian dividen pemegang saham biasa.

Kebijakan dividen

Secara definisi, kebijakan dividen ialah keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah dan memperkuat modal perseroan, guna pembiayaan investasi serta mendukung kegiatan operasional di masa yang akan datang.

Disitulah pengurus BUMN harus menetapkan kebijakan dividend payout ratio, yaitu suatu persentase tertentu dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang saham sebagai cash dividend. Dengan kata lain, dividend payout ratio merupakan perbandingan antara dividend per share dan earning per share pada periode yang bersangkutan.

Di dalam komponen dividend per share terkandung unsur dividen sehingga jika semakin besar dividen yang dibagikan, semakin besar pula dividend payout ratio. Pembagian dividen yang besar bukannya tidak diinginkan investor, tetapi jika dividend payout ratio lebih besar dari persentase tertentu (misalnya 25%) dikhawatirkan akan terjadi kesulitan likuiditas, permodalan, atau keuangan perseroan di masa yang akan datang.

Pengurangan porsi dividen diperkirakan diterapkan kepada perseroan yang memiliki potensi perkembangan bisnis yang tinggi di masa depan, terutama BUMN sektor perbankan dan konstruksi yang karakternya padat modal. Merujuk pada APBN 2015, pemerintah menetapkan bagian laba BUMN Rp44 triliun. Target tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan yang dipatok pada APBN-P 2014, yaitu Rp40 triliun.Setoran dividen BUMN itu naik bila dikomparasikan dengan 2013 dan 2012 yang Rp34 triliun dan Rp30,8 triliun. Kendati naik setiap tahun, namun pertumbuhan setoran cukup volatile.Setoran dividen untuk APBN 2015 hanya tumbuh 10% atau lebih rendah ketimbang target APBN-P 2014 yang dipatok 17,65% dari 2013. Sementara itu, penerimaan 2013 naik 10,39% jika dibandingkan 2012 yang tumbuh 9,22%.

Target setoran dividen BUMN pada 2015 bervariasi. Misalnya, Pertamina merupakan penyetor terbesar sekitar Rp9,6 triliun, Telkom Rp5,2 triliun, BRI Rp4,4 triliun, dan Mandiri Rp 3,1 triliun. Dikabarkan bahwa guna mengembangkan aksi korporasi dan ikut andil di dalam pembangunan nasional, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berencana menghapus -tepat nya mungkin menurunkan- setoran bagi hasil keuntungan atau dividen bagi BUMN.

Dasar pertimbangannya pun sungguh masuk akal, yakni supaya BUMN bisa berkembang cepat untuk melakukan berbagai program-program pembangunan infrastruktur dan lain-lain. Selama ini tidak semua BUMN mendapatkan keuntungan dalam pengelolaan bisnisnya. Presiden Jokowi berpendapat bahwa jauh lebih efisien kalau dividen itu tetap di BUMN sehingga BUMN bisa melakukan investasi dan ekspansi yang banyak di sektor infrastruktur yang padat modal sekaligus padat karya. Tentu ada konsekuensi langsung jika pemerintah melalui Kementerian BUMN berketetapan menurunkan besaran porsi dividen BUMN. Di sinilah Ditjen Pajak harus berpikir keras untuk mengupayakan penerimaan negara ketika setiran dividen BUMN dipangkas.

Salah satu cara untuk meng antisipasi pengurangan setoran dividen BUMN ialah melalui peningkatan penerimaan pajak, baik melalui ekstensifikasi maupun intensifikasi wajib pajak dan objek pajaknya. Pemerintah juga tidak perlu berkecil hati bahwa setoran pajak tidak bakal tumbuh. Dengan realokasi pemanfaatan dividen untuk mendukung kegiatan ekspansi perseroan, maka berkurangnya kontribusi dividen BUMN bakal `dikompensasi' penerimaan pajak yang lebih besar.

Pada 2015 pemerintah menargetkan penerimaan negara Rp1.793,6 triliun dengan sumber terbesar dari pajak yang mencapai Rp1.201,7 triliun. Kemudian, kepabeanan dan cukai serta hibah yang masingmasing Rp178,3 triliun dan Rp3,3 triliun, sedangkan PNPB berperan cukup signifikan, yaitu Rp410 triliun.
Jangan sampai karena devidend payout ratio diturunkan, pengurus BUMN bekerja layaknya business as usual. Seolah tidak ada target keuangan yang hendak dicapai. Pasalnya, BUMN sebagai agent of profit dan juga agent of development harus memberikan value yang maksimal bagi seluruh stakeholder-nya. Oleh karena itu, tolok ukur kinerja BUMN tak lagi hanya bertumpu pada aspek kinerja keuangan, tetapi juga seberapa besar BUMN telah mendorong perkembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM), seberapa banyak BUMN mendampingi dan mengembangkan UMKM binaannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar