Rabu, 19 November 2014

Tak Cukup dengan Kerja Saja

Tak Cukup dengan Kerja Saja

Fadel Muhammad  ; Ketua Komisi XI DPR RI
KORAN TEMPO, 18 November 2014

                                                                                                                       

                                                                  
Pembentukan Kabinet Kerja Jokowi-Jusuf Kalla layak diapresiasi. Segera setelah dilantik mulai berlari kencang, dan dunia mengapresiasi langkah Jokowi. Tampak beberapa gebrakan dan perdebatan, salah satunya tentang kenaikan harga BBM. Kerja keras dan cepat itu penting dan bagus. Namun harus mempunyai sasaran. Parlemen berkewajiban mengawal program pemerintah agar selain cepat, juga tepat sasaran.

Berdasarkan pengamatan saya, terdapat tiga program penting pemerintah dan parlemen yang harus menjadi fokus untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia, yaitu pertama, pengurangan kemiskinan; kedua, pengurangan ketimpangan; ketiga, perluasan kesempatan kerja.

Program pemerintah tahun 2015 harus melaksanakan UU Nomor 27 Tahun 2014 tentang APBN 2015. Hal yang paling berat adalah memenuhi amanat Pasal 32 dengan menciptakan program dan kegiatan agar kemiskinan turun tinggal 9-10 persen, tingkat pengangguran menurun menjadi sekitar 5,5-5,7 persen, pertumbuhan ekonomi setiap 1 persen harus dapat menyerap sekitar 250 ribu tenaga kerja. Ketimpangan harus diturunkan. Saat ini indeks gini nasional 0,413. Ini tentu bukan pekerjaan mudah. Ini adalah pekerjaan besar yang membutuhkan sinergi antara pemerintah dan parlemen.

Dalam sepuluh tahun terakhir, terjadi transformasi ekonomi yang menuju ke arah melebarnya ketimpangan. Ini konsekuensi terintegrasinya ekonomi Indonesia ke ekonomi global, terutama pasar uang. Ekonom Prancis, Thomas Pikety, melalui serangkaian risetnya, menjelaskan bahwa ketimpangan menjadi sesuatu yang tak terhindarkan karena rate of return on capital jauh lebih besar daripada pertumbuhan ekonomi sektor riil. Kebijakan liberalisasi yang dipaksakan oleh IMF telah menjadikan sistem ekonomi kita menjadi sangat kapitalistis, maka tak terhindarkan ketimpangan yang terus melebar.

Berdasarkan data BPS, indeks gini meningkat sangat signifikan. Pada 2005, indeks masih di angka 0,363. Pada 2013, naik menjadi 0,413. Ada delapan provinsi dengan indeks gini di atas indeks gini nasional. Ini harus diatasi dengan memberikan peranan negara secara terbatas.

Ketimpangan ini akan menjadi lebih buruk jika kita tidak mampu mengendalikan laju pertumbuhan penduduk. Hampir dua pertiga provinsi memiliki tingkat pertumbuhan penduduk di atas rata-rata nasional. Pertumbuhan penduduk nasional saat ini 1,49 persen. Pengurangan kemiskinan terasa kurang signifikan. Lajunya relatif lambat. Pada 2004, penduduk miskin adalah 16,66 persen dari jumlah penduduk total. Pada Maret 2013, persentase penduduk miskin turun menjadi 11.37 persen. Dalam kurun sembilan tahun, kemiskinan hanya turun 5,29 persen atau rata-rata turun 0,59 persen per tahun.

Mesin penggerak ekonomi dan pencipta lapangan kerja juga mengalami penurunan kinerja. Hal ini tampak pada menurunnya kontribusi dua sektor ekonomi andalan, yaitu pertanian dan manufaktur terhadap PDB. Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB pada 2014 adalah 14,92 persen dan sektor manufaktur 28,37 persen. Sedangkan pada 2013, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB tinggal 12,27 persen. Untuk sektor manufaktur kontribusinya tinggal 25,54 persen. Kedua sektor ini yang memiliki kemampuan menampung tenaga kerja relatif tinggi, sangat berpengaruh terhadap penciptaan dan perluasan lapangan kerja. Sedangkan kita masih menghadapi tingginya tingkat pengangguran yang pada 2004 mencapai 9,86 persen dan pada 2013 sebesar 6,83 persen. Dengan kata lain, selama sepuluh tahun, tingkat pengangguran hanya bisa diturunkan 2,03 persen.

Dengan demikian, agenda penting yang harus dijalankan pemerintah adalah membuat perencanaan dan pembelanjaan yang difokuskan pada tiga program utama, yaitu pengurangan kemiskinan, pengurangan ketimpangan, serta perluasan kesempatan kerja dan berusaha.

Sementara DPR, khususnya Komisi XI, akan menilai kembali (review) undang-undang, apakah sudah sesuai dengan Pancasila dan UUD 1945, terutama apakah sudah menjalankan amanat Pasal 33 dan 34 tentang perekonomian dan kesejahteraan sosial. UU yang menjadi prioritas antara lain adalah UU Perbankan dan UU Lalu Lintas Devisa. Kedua UU tersebut sangat liberal dan kapitalistis. Kita pernah, saat mengalami krisis, dipaksa untuk meminta bantuan kepada IMF dan lembaga internasional. Pertolongan itu menggerogoti kemandirian kita. Karena itu, DPR akan proaktif dalam melakukan amendemen UU agar, bersama pemerintah, Indonesia mampu menjalankan pogram (1) pemerataan, (2) keadilan di bidang ekonomi bagi seluruh warga negara; serta (3) perluasan kesempatan kerja dan berusaha.
DPR tentu sepakat dengan pemerintah untuk mengambil langkah penghematan. Karena itu, DPR sebaiknya membuat kebijakan anggaran yang mengedepankan segi efektivitas, efisiensi, ekonomi, relevansi, dan produktivitas dengan mengacu pada financial governance. Untuk melaksanakan hak konstitusinya, DPR sebaiknya mengawasi dengan menerapkan total quality control, agar apa yang direncanakan dapat direalisasi secara terukur. Kerja keras dan cepat itu penting dan harus dihargai, namun harus dengan program dan sasaran yang jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar