Senin, 10 November 2014

Potensi Broadband-Based Economy

Potensi Broadband-Based Economy

Firmanzah  ;  Guru Besar Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
KORAN SINDO, 10 November 2014
                                                
                                                                                                                       


Berdasar klasifikasi Global Competitiveness Index (GCI) dari World Economcy Forum (WEF), daya saing global Indonesia berada di urutan ke-34 dan masuk kedalam negara yang bercirikan efficiency-driven economy.

Untuk bisa masuk kekelompok negara yang tergabung dalam innovation-driven economy, Indonesia ditantang tidak hanya untuk mengakselerasi pembangunan infrastruktur, melainkan juga menata sistem kelembagaan yang mampu mentransformasi sistem ekonomi lebih berdaya saing.

Transisi dari efficiency ke innovation driven-economy membutuhkan infrastruktur yang memungkinkan setiap proses tidak hanya efisien, melainkan juga menjamin munculnya ledakan kreativitas dan inovasi dalam sistem perekonomian. Jaringan pita lebar (broadband) merupakan salah satu elemen penting yang tidak hanya mengoneksikan people to people tetapi juga fungsi-fungsi lain seperti pemerintahan (e-government), pendidikan (e-education), pengadaan (e-procurement), elogistik, serta sistem dan jaringan produksi nasional.

Di banyak negara maju, pemanfaatan pita lebar ke hal-hal produktif (meaningful broadband) terus digalakkan. Misalnya saja, beberapa tahun lalu Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui American Recovery and Reinvestment Act (RAA) menggelontorkan tidak kurang dari USD7,2 miliar untuk memperluas akses pita lebar di seluruh wilayah AS.

Sebanyak USD2,5 miliar dialokasikan ke pembelajaran jarak jauh (distance learning), telemedicine, dan memperluas jaringan pita lebar ke perdesaan. Ekonomi AS menjadi sangat efisien dan produktif juga salah satunya dikontribusi investasi di bidang pita lebar. Misalnya saja Kementrian Pertanian AS beberapa tahun lalu mengalokasikan tidak kurang dari USD1,2 miliar untuk membangun Internet Service Provider (ISP) di perdesaan.

Program ini bertujuan agar para petani serta koperasi petani dapat meningkatkan kualitas produksi serta pemasaran produk pertanian. Melalui ketersediaan akses internet yang memadai, petani serta asosiasi petani dapat mengikuti pergerakan harga dan dapat berkomunikasi secara langsung dengan penjual. Dengan demikian, mata rantai intermediasi dapat dipangkas dan kesejahteraan petani meningkat.

Penelitian di banyak negara maju, pemanfaatan pita lebar ke sektor produktif secara empiris terbukti mampu menciptakan lapangan kerja baru, memperluas akses pasar, meningkatkan efisiensi kerja, mengurangi beban biaya pemerintah, mengurangi emisi lingkungan, serta meningkatkan produktivitas dan inovasi. Data Bank Dunia menunjukkan, setiap penambahan 10% penetrasi pita lebar akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi 1,38% di negara berkembang dan 1,12% di negara maju.

Selain itu, menurut Broadband Commission, pemanfaatan teleconferencing dan telecomputing menjelang tahun 2020 akan mampu menghemat emisi CO2 hingga 7,8 gigaton. Jaringan pita lebar didefinisikan sebagai akses internet dengan jaminan konektivitas, ketahanan, dan keamanan informasi.

Selain itu jaringan tersebut memiliki kemampuan triple-play untuk mengirim suara, data, dan gambar dalam satu waktu di mana kecepatan minimal 2 Mbps untuk akses tetap (fixed) dan 1 Mbps untuk akses bergerak (mobile). Tidak hanya Indonesia, hampir seluruh negara menghadapi tantangan tidak hanya penyediaan infrastruktur, tetapi juga tingkat adopsi dan kualitas utilisasi.

Pemanfaatan akses pita lebar perlu terus didorong agar mendukung rantai nilai produksi serta sistem inovasi nasional. Melalui hal ini, kita tidak hanya menjadi bangsa konsumen teknologi, tetapi juga bangsa inovator serta penghasil aplikasi-aplikasi teknologi. Di bidang pemerintahan, pemanfaatan e-pemerintahan akan memiliki dampak yang luas bagi transformasi tata pemerintahan serta daya saing nasional.

Relasi kerja, baik pemerintah-pemerintah, pemerintah-bisnis maupun pemerintah-masyarakat, akan menjadi lebih produktif dan efisien. Untuk memastikan pembangunan serta pemanfaatan pita lebar di Indonesia dibutuhkan keterpaduan serta harmonisasi yang bersifat kolaboratif dan inklusif.

Dengan kata lain pembangunan serta pemanfaatan pita lebar perlu melibatkan seluruh pemangku kepentingan, baik pemerintah pusat-daerah, dunia usaha, dunia pendidikan, LSM, asosiasi serta masyarakat. Pembangunan pita lebar di Indonesia juga perlu mengoptimalkan potensi dalam negeri agar pemanfaatannya lebih produktif dan berarti. Supaya lebih komprehensif, desain pembangunan serta pemanfaatan pita lebar perlu didukung pengembangan sumber daya manusia.

Pemerintah dapat mengajak perguruan tinggi dan dunia usaha untuk bersama-sama melakukan edukasi serta pengembangan program yang bersifat kolaboratif produktif dengan kedua lembaga tersebut. Dengan begitu generasi muda Indonesia akan memiliki kapasitas adaptif yang lebih besar untuk menjadi agen perubahan kreatif dan inovatif. Konektivitas antara perguruan tinggi-lembaga riset-dunia usaha-pemerintah akan lebih terfasilitasi secara efisien dan efektif melalui pemanfaatan pita lebar.

Keterkaitan antara penyediaan dan pemanfaatan pita lebar dengan aktivitas inovasi juga banyak didokumentasikan di berbagai hasil penelitian. Jaringan pitalebar yang terintegrasi memudahkan dan mendukung aktivitas riset bersama (collaborative R&D networks), simulasi virtual, artificial intelligence, dan metode kerja baru.

Selain itu juga pemanfaatan pita lebar memungkinkan banyak perusahaan dan dunia pendidikan mengubah dari ide ke produk atau jasa baru. Mempercepat dari aktivitas riset kebutuhan konsumen, pengembangan produk baru dan pemasarannya. Jaringan inovasi juga memungkinkan mereka yang selama ini di luar lingkaran inovasi (innovation circle) dapat terlibat dan berkontribusi dalam mekanisme inovasi.

Tidaklah mengherankan apabila banyak kalangan yang menyebut pemanfaatan jaringan pita lebar akan semakin memperbesar apa yang kita sebut sebagai the democratization of innovation. Secara keseluruhan proses ini tidak hanya membentuk budaya inovatif-produktif tetapi juga mendorong ekonomi terus berdaya saing, efisien dan inovatif.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar