Pahlawan
dan Misi Politik Pengabdian
Joko Wahyono ; Analis
pada Studi Politik Program Pascasarjana
UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta
|
MEDIA
INDONESIA, 11 November 2014
“AND so, my fellow Americans: ask not what your country can do
for you, ask what you can do for your country--Jangan tanyakan apa yang
negara bisa lakukan untukmu, tanyakan apa yang kamu bisa lakukan untuk
negaramu“ (John F Kennedy, 1961).
TANGGAL 10 November bangsa Indonesia
kembali memperingati Hari Pahlawan. Bangsa yang be sar ialah bangsa yang
menghargai jasa para pahlawan. Namun, penghargaan itu tidak cukup hanya
dengan berkontemplasi mengenang jasa agung para pahlawan yang gugur di medan
perang. Tidak pula sekadar berselebrasi melaksanakan upacara bendera atau
berziarah tabur bunga di taman makam pahlawan dengan penuh kesenduan
romantisisme sejarah.
Lebih dari itu, peringatan Hari
Pahlawan harus dimaknai sebagai cara untuk memformulasikan kembali niat,
gagasan, semangat, tekad, komitmen, dan nilainilai kepahlawanan atas dasar
ketulusan, cinta, dan kesetiaan para pahlawan kepada bangsa dan negara.
Itulah relevansi peringatan Hari Pahlawan. Nilai-nilai kepahlawanan sebagai
sebuah warisan luhur itu tidak terkubur oleh sejarah, tetapi hidup dan harus
dihidupkan dalam konteks kekinian.
Seluruh elemen bangsa harus
mewarisi, meneladani, dan mengaktualisasikan nilainilai kepahlawanan agar
terbangun sebuah karakter kenegarawanan berjiwa bersih, sehingga mampu
menjalankan perbuatan utama bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Perjuangan berpamrih
Problem yang dihadapi bangsa
ini sangat pelik. Salah satunya bersumber dari mental para penyelenggara
negara (pejabat, elite politik) yang masih terjebak pada perjuangan berpamrih
(self interest). Mereka hanya
berani `berjuang' ketika kalkulasi politik menguntungkan bagi diri dan
kekuasaan.Perjuangan mereka masih didominasi nafsu purba Laswellian yakni “who gets what, when, and how,“ yang
mana konsesi politik selalu dijadikan konsideran.
Lihatlah dinamika politik di
gedung DPR belakangan ini. Seolah tidak ada kosakata perjuangan lain di
panggung politik parlemen selain memenangi perebutan kursi kekuasaan yakni
pimpinan DPR, pimpinan komisi, dan alat kelengkapan DPR. Rumah besar penampung
aspirasi rakyat dihuni orang-orang berperilaku predatorik dengan nafsu saling
menegasikan serta memangsa tanpa etika dan kesantunan. Praktik politik sarat
dengan kepentingan sektarianisme parpol koalisi (KMP dan KIH). Kepentingan
publik direduksi menjadi urusan domestik sesuai pamrih mereka sendiri.
Tidak mengherankan jika
realitas politik berwajah gaduh. Namun, bagi mereka kegaduhan politik yang
selama ini sering terjadi merupakan sebuah keniscayaan agar perjuangan mereka
tidak berujung pada tindak kekerasan. Esensi kegaduhan ialah komunikasi,
negosiasi, dan kompromi untuk menghasilkan kesepakatan tertentu.Perjuangan
berpamrih itulah yang membuat sistem politik mengalami kemacetan, disfungsi,
disrupsi, korosif, dan koruptif. Sistem tidak lagi cukup tangguh untuk
mengatasi kompleksitas persoalan yang muncul dalam masyarakat akibat
aktor-aktor politik di dalamnya mengalami kekacauan peran, gagal mandat, dan
tanggung jawab publik.
Dalam kenyataannya, kekacauan
peran itu juga acap kali terjadi karena urusan politik disenyawa kan dengan
urusan ekonomi atau urusan hukum diseret ke perso alan politik dengan
menegasikan landasan moral etik. Akibatnya, sistem politik, selain tidak bisa
bekerja secara normal, juga mengalami degradasi kewibawaan. Ketidakberwibawaan
sistem politik itu tidak bisa dilepaskan dari budaya politik para elite yang
cenderung menggantungkan hidup dari politik (leben von politik). Politik direduksi sebagai ruang perjuangan
berpamrih kepentingan untuk akumulasi kapital.
Bahkan, sudah menjadi rahasia
umum di kalangan pejabat publik yang menjadikan negara sekadar tempat untuk
men cari nafkah dan sumber pencahari an hidup. Institusi negara dianggap
sebagai sentral kebijakan yang bisa diarahkan secara politik ekonomi untuk
kepentingan pribadi, keluarga, dan kolega. Kita mencatat bahwa kekuasaan
politik di DPR (ketua atau pimpinan komisi) atau di kementerian sekalipun
cukup menjanjikan insentif materiil. Kekuasaan itu strategis bagi parpol
untuk mengamankan akses ke sumber-sumber keuangan negara.
Tujuan pengabdian
Jika pejabat atau elite politik
kita masih bergumul dengan perjuangan politik berpamrih itu, akan menim
bulkan gejala `civic schizophrenia',
yakni meminggirkan segala hal yang civic atau public, sehingga lagi-lagi
rakyat akan menjadi korban. Kerancuan, anomali, dan kekisruhan politik akan
terus berlanjut. Padahal, loyalitas terhadap parpol harusnya berakhir ketika
loyalitas kepada negara dimulai (Manuel
L Quezon, 1878-1944). Karena itu, peringatan Hari Pahlawan ini menjadi
momentum strategis untuk meneguhkan kembali karakter kepahlawanan dan jiwa
kenegarawanan sejati.
Seruan John F Kennedy di atas
harus terinjeksi di dalam nalar seluruh pejabat dan elite politik agar
seluruh tindakannya didedikasikan untuk mengabdi kepada negara dan rakyat.
Seorang pejabat dapat dikatakan telah mencapai derajat negarawan manakala ia
selesai dengan dirinya sendiri, kelompoknya, dan parpolnya demi mengabdi
kepada bangsa dan negara. Tugas mereka bukan untuk melayani parpol.
Akuntabilitas kinerja mereka harus diperuntukkan untuk kepentingan rakyat. Mereka
harus bertindak atas dasar kesadaran etis untuk menempatkan negara (politik)
sebagai tujuan pengabdian (leben fuer
politik).
Artinya, terjun ke dunia
politik berarti kesediaan lahir batin untuk mengabdi kepada kebaikan umum
yakni hidup untuk orang lain. Eksistensi mereka harus lahir dari kesadaran
pengabdian kepada rakyat, bukan mengabdi kepada kepentingan diri. Misi
politik pengabdian itu harus dimulai dengan memberikan keteladanan moral yang
menjunjung tinggi etika dan tanggung jawab publik. Keteladanan moral itu
harus mewujud dalam bentuk transformasi perbuatan rasional nilai ke perbuatan
rasional riil, sehingga rakyat bisa menikmati capaian-capaian kinerja politik
mereka.
Misi politik pengabdian itu
niscaya akan tercipta tata kelola negara penuh adab, birokrasi tertib, bebas
korupsi, dan ekonomi yang mendistribusikan kesejahteraan bagi rakyat. Semoga! ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar