Pahlawan
dan Guru Agama
Farid Wajri RM ; Guru Pendidikan Agama Islam dan Budi
Pekerti,
SMP Islam
Raudhatul Jannah Payakumbuh
|
HALUAN,
10 November 2014
Pahlawan berasal dari bahasa Sanskerta, phalawan yang berarti orang yang
dari dirinya menghasilkan buah (phala) yang berkualitas bagi bangsa, negara,
dan agama. Ia adalah orang yang menonjol karena keberaniannya dan
pengorbanannya dalam membela kebenaran, atau pejuang yang gagah berani.
Secara semantik, arti lain
pahlawan adalah pelopor. Pahlawan adalah inspirator zaman karena inovasi
gagasan atau tindakannya. Pahlawan adalah orang yang berjuang agar masyarakat
menjadi lebih cerdas, sejahtera, dan beradab.
“Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik,
mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi
peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.” (Undang-Undang No. 14 tahun 2005)
Dalam Falsafah Jawa, guru
diartikan sebagai sosok teladan yang harus digugu (dipercaya) dan ditiru
(dicontoh). Guru dianggap sebagai sumber informasi bagi perkembangan kemajuan
masyarakat ke arah yang lebih baik. Dengan demikian tugas dan fungsi guru tidak
hanya terbatas di dalam kelas saja melainkan jauh lebih kompleks dan dalam
makna yang lebih luas. Oleh karena itu dalam msyarakat jawa seorang guru
dituntut pandai dan mampu menjadi ujung tombak dalam setiap aspek
perkembangan masyarakat (multi talent).
Dengan demikian ada kesamaan
antara pahlawan dan guru. Kesamaan keduanya berupa hasil kerja
masing-masingnya menelurkan phala (buah). Buah kerja pahlawan yang utama
adalah raihan kemerdekaan dan mempertahankan serta mengembangkannya ke
arah kemajuan. Sementara buah kerja guru yaitu terbentuknya kecerdasan
yang mumpuni sebagai akibat ilmu yang ia transfer (pindahkan) ke peserta
didik, termilikinya keterampilan yang teruji sebagai akibat dorongannya
terhadap peserta didik untuk memahirkannya, tercerminnya watak dan
keperibadian yang terpuji sebagai efek positif dari motivasinya terhadap
peserta didik untuk membiasakannya.
Perbedaannya adalah pahlawan
belum tentu dapat menghasilkan guru, tetapi setiap guru dapat menghasilkan
pahlawan. Bahkan guru itu adalah pahlawan itu sendiri dengan penambahan tiga
kata ‘tanpa tanda jasa’.
Lirik lagu ‘Hymne Guru’ menunjukkan itu, ”…
Engkau patriot pahlawan bangsa, Tanpa tanda jasa.” Sebuah lagu yang
dipopulerkan oleh R Sartono dan menjadi lagu Wajib Nasional. Secara garis
besar, seorang guru disebut sebagai Pahlawan tanpa tanda jasa karena saat itu
profesi guru merupakan salah satu profesi yang secara pendapatan dan gaji
sangat tidak layak karena jumlahnya teramat sangat kecil. Lagu “Oemar Bakrie” gubahan Iwan Fals juga
mengabadikan kondisi guru waktu dulu bagaimana selama 40 tahun mengabdi,
Oemar Bakrie hanya ‘makan hati’, jerih payahnya belum dihargai secara layak
oleh pemerintah namun dengan profesinya dapat menghasilkan orang sekelas B.J.
Habibie.
Seiring perkembangan paradigma
dan perubahan kebijakan kini anggapan itu berubah 180 derajat karena adanya
sertifikasi guru. Pelaksanaan sertifikasi guru dimulai sejak tahun 2007
setelah diterbitkannya Peraturan Mendiknas Nomor 18 Tahun 2007 tentang
Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan. Landasan hukum yang digunakan sebagai
dasar penyelenggaraan sertifikasi guru sejak tahun 2009 adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru. Tahun 2014 merupakan tahun
kedelapan pelaksanaan sertifikasi guru dalam jabatan.
Menurut hemat saya guru itu ada
dua katogori: pertama, Guru Pekerja. Guru yang setiap awal bulan berharap
bayaran. Guru yang setiap hak-haknya terusik akan melakukan demo dengan
meninggalkan anak didiknya keluyuran sendiri karena kelasnya kosong.
Juga misalnya guru yang sudah
bersertifikasi. Guru yang memegang sertifikasi ini setiap bulannya
mendapatkan tambahan jutaan rupiah hanya karena mereka sudah mendapatkan
sertifikat. Entah kualitas yang mereka miliki itu layak atau tidak untuk
diberi sertifikat. Ataukah dengan sertifikat itu akan membuat siswanya
semakin cerdas dan maju ? Dengan tambahan jutaan rupiah itu mereka bisa beli
mobil bagus, merencanakan piknik ke Bali atau bahkan keluar negeri.
Beberapa peristiwa yang
seringkali mengotori citra buruk profesi seorang guru diantaranya seperti
adanya kasus guru yang berbuat asusila terhadap muridnya, Kasus mencontek
massal yang sering dilakukan oleh beberapa sekolah yang itu dilakukan atas
persetujuan guru karena takut siswa mereka banyak yang tidak lulus ujian,
Kasus lain yang selalu menuntut tanggungjawab seorang guru yaitu terkait
maraknya tawuran dan kenakalan pelajar, dan masih banyak lagi berbagai kasus
yang kesemuanya itu merusak citra profesi guru.
Guru tipe ini mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
Pertama, masalah loyalitas dan
dedikasinya kepada bangsa. Dalam mengajar, seorang guru sudah tidak lagi
mengedepankan loyalitas terhadap bangsa dan profesi yang ditekuninya.
Seorang guru yang profesional mustinya guru yang mempunyai kesetiaan dalam
melaksanakan tugasnya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Kedua, adanya guru cacat
bawaan. Banyak guru yang kebetulan menjadi guru tidak didorong oleh cita-cita
yang diidamkannya, tapi karena tidak ada pekerjaan lain yang dapat dilakukan.
Problem guru demikian perlu dipertanyakan kualitas keilmuannya dalam mengajar
siswa.
Ketiga, guru yang bersikap
kapitalis. Gambaran guru demikian memang menjadi satu kekhawatiran tersendiri
dalam dunia pendidikan kita. Guru mengajar bukan karena tanggung jawab dalam
melaksanakan tugasnya. Akan tetapi, hanya berdasarkan pada upaya untuk
mendapatkan bayaran dari pemerintah.
Keempat, penerapan Kurikulum
2013 yang masih kacau. Keberadaannya menyisakan masalah seperti: ketersediaan
buku, proses pelaksanaan pembelajaran, dan menyangkut kemampuan guru.
Kedua guru pengabdi (baca: pejuang).
Guru Pengabdi ini adalah mereka yang menjadi guru karena memang ingin
mengabdi pada dunia pendidikan dan mencari arti diri dengan berbagi terhadap
sesama. Mengabdi kepada kemanusiaan. Mereka tidak perlu sertifikasi atau
ijasah akte IV yang terkadang dipaksakan. Keinginan mereka adalah mengabdi,
mengajar anak-anak tanpa banyak menuntut. Mereka tidak berharap segera
tanggal muda. Mereka juga rela mengajar jalan kaki, terkadang tanpa buku pelajaran,
whiteboard atau in fokus. Bahkan terkadang tidak digedung sekolah tetapi di
rumah-rumah biasa atau bahkan di pinggiran hutan. Dan ini terjadi di wilayah
terpencil atau di daerah-daerah perbatasan. Mereka tidak pernah menghitung
hari dan berharap tanggal muda, mereka juga tidak pernah berpikir kapan
mereka akan piknik atau membeli seragam baru.
Mereka inilah pahlawan
sebenarnya. Pahlawan yang tidak berharap balas jasa. Baginya yang menjadi
tolok ukur adalah apakah perilakunya sudah memberikan penambahan nilai dan
peningkatan kecerdasan atau keterampilan bagi siswa? Ketika ia telah
dihargai secara layak, apakah penghargaan ini berbanding lurus dengan
dirinya sebagai guru profesional? Pertanyaan-pertanyaan ini melecut dirinya
untuk menemukan kekurangan dirinya untuk kemudian menjadikan dirinya kuda
pacu yang siap untuk pengabdian totalitas bagi peningkatan dan terwujudnya
tujuan pendidikan nasional “untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab” (Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional)
Pengabdian guru mengemban
tugas-tugas seperti: 1)Tugas profesional ini meliputi tugas untuk mendidik,
untuk mengajar dan tugas untuk melatih. Mendidik mempunyai arti untuk
meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup. Mengajar mempunyai arti
untuk meneruskan dan mengembangkan ilmu pengetahuan serta teknologi, dan
tugas melatih mempunyai arti untuk mengembangkan keterampilan
2) Tugas manusiawi merupakan
tugas sebagai manusia. Guru harus bisa menjadikan dirinya sebagai orang tua
kedua bagi murid. Guru harus bisa menarik simpatik sehingga dia menjadi idola
bagi siswa. Selain itu trasnformasi diri terhadap kenyataan di kelas atau di
masyarakat harus dibiasakan agar setiap lapisan masyarakat bisa mengerti jika
menghadapi guru.
3) Tugas kemasyarakatan adalah
tugas sebagai anggota masyarakat dan warga negara yang berfungsi sebagai
pencipta masa depan dan penggerak kemampuan. Keberadaan guru bahkan menjadi
faktor penentu yang tidak mungkin bisa digantikan oleh komponen manapun dalam
kehidupan bangsa sejak dahulu apalagi masa kini
4) Guru juga memiliki tugas
sebagai agen perubahan. Kehidupan manusia merupakan serangkaian
perubahan-perubahan yang nyata. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
pada era globalisasi ini mengalami kepesatan yang melangit. Dalam hal ini,
guru dituntut untuk tanggap terhadap perubahan dan dituntut untuk menularkan
kreatifitas dan kesiapan mental siswa.
5) Guru juga mempunyai peran
sebagai pengelola proses belajar mengajar di kelas. Ia mengarahkan kegiatan
belajar siswa agar bisa mencapai tujuan pembelajarn. Guru memainkan peran
menjadi pengganti orang tua. Guru adalah teman belajar siswa yang memberikan
arahan dan nasehat.
6) Guru mengemban misi
memerdekakan generasi bangsa dari belenggu
kebodohan dan keterbelakangan.
Mereka berada di garda depan dalam menciptakan generasi-generasi muda yang
cerdas, terampil, tangguh, kreatif, inovatif, produktif, bertanggung jawab,
penuh inisiatif, bermoral tinggi, berwawasan luas, memiliki basis spiritual
yang kuat, dan beretos kerja andal, sehingga kelak mampu menghadapi kerasnya
tantangan peradaban.
Pahlawan dikenang bukan hanya
karena berani mati, tetapi juga karena berani mengabdikan hidup demi
kesejahteraan bangsa. Cita-cita menuju keunggulan Indonesia membutuhkan
banyak pahlawan pendidikan. Pahlawan-pahlawan kehidupan yang rela berkorban
demi memerdekakan generasi bangsa dari belenggu kebodohan dan
keterbelakangan.
Predikat pahlawan tentunya
tidak boleh dibiarkan menjadi sekedar simbol yang terdengar mulia, namun
tanpa makna. Misi memerdekakan generasi bangsa dari belenggu kebodohan dan
keterbelakangan harus benar-benar dapat diaktualisasikan dalam pelaksanaan
pembelajaran di sekolah.
Datanglah ke sekolah dengan
semangat yang tinggi untuk menciptakan generasi yang hebat. Menghasilkan
generasi dengan buah takwa pada mereka. ●
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar